“Ayo, saatnya berangkat. Cora, jaga adikmu baik-baik di sekolah ya,” pesan mama.
Gadis yang duduk di tahun pertama Sekolah Menengah Pertama itu hanya mengangguk kecil. Tentu saja ia akan menjaga adik kecilnya. Janne baru sebulan ini mengenal sekolah. Tapi, apakah Janne membutuhkan semua itu?
Sebelum kedua putrinya masuk ke mobil, mama sibuk memeriksa putri bungsunya. Sudah rapikah seragam dan bando di rambut Janne? Atau, sudah lengkapkah alat tulis dan bekal makan siang Janne? Serta banyak lagi hal lainnya. Sementara papa meninggalkan koran paginya demi mengantar sang putri bungsu hingga ke depan pintu mobil.
Lambaian tangan mengiringi mereka hingga mobil yang disupiri Pak Johan menghilang dari pandangan mata. Tentu saja itu bukan lambaian baginya, tapi untuk putri berwajah malaikat di sebelahnya. Cora hanya bisa mendesah, lalu bersandar lesu di bangkunya.
“Kakak sakit?” tanya Janne padanya.
Cora menggeleng. “Nggak apa-apa, cuma ngantuk,” jawabnya. Ah, Janne selalu baik padanya. Kemarin, adiknya itu bahkan memberikan cokelat bagiannya diam-diam. Oleh-oleh yang dibawa papa dari Inggris itu sangat lezat. Cora sangat menyayangi adiknya itu.
“Sungguh?” Sorot mata lugu itu terlihat khawatir.
Sang kakak mengangguk, lalu mengelus pipi adiknya penuh sayang. Mereka tak menyadari, Pak Johan melirik dari kaca spion dan tersenyum melihat tingkah keduanya.
Sebenarnya supir keluarga Howitt itu iba melihat nasib putri sulung majikannya. Ia dan Mbok Resmi berdua tahu betul isi hati gadis cilik itu. Meski tak mampu berbuat apa-apa, Pak Johan dan Mbok Resmi berusaha untuk menyenangkan hati Cora sebisanya. Cuma itu yang bisa mereka lakukan.
***
“Sudah sampai,” ujar Pak Johan saat mobil yang dikendarainya tiba tepat di pintu gerbang sekolah. Pria itu tergesa-gesa turun dan membukakan pintu bagi putri majikannya.