“Tapi ini semua… Oh My God! What’s wrong with you?”
“Entahlah, aku juga nggak tahu kenapa bisa begini,” keluh Cora bingung memandang “kekacauan” yang terjadi.
“Sebaiknya, kita bereskan ini semua sekarang. Sebelum ada yang masuk. Papa nggak boleh tahu soal ini,” kata Jenna panik.
Kesadaran Cora tersentak. Kalau itu sampai terjadi, ia akan menghadapi “pengadilan” ala Mr. Howitt. Ia bergegas membantu adiknya merapikan pakaian yang berserakan ke dalam lemari. Saat itulah, sesuatu terlintas dalam ingatannya, bukankah tadi malam Papa sempat memarahinya karena gelas pecah itu? Tapi, apa yang terjadi setelahnya?
Setelah semuanya rapi kembali, Janne berpamitan dengannya. Gadis itu pergi bersama Brian yang mengajaknya. Rupanya ketertarikan di antara mulai terjalin. Cora tak punya pilihan lain. Seharian ia hanya mengurung diri di dalam kamar. Berusaha mengingat-ingat apa yang sudah terlewatkan. Tapi semuanya hanya samar-samar.
Cora berdiri menatap dunia luar dari jendela kamarnya. Kemarau masih belum juga usai. Panasnya menyengat jalan-jalan aspal jalan dan trotoar. Ia merasa rapuh dan sendiri. Sesuatu menekan dalam rongga dadanya. Semakin lama semakin tak tertahankan. Gadis itu terisak, larut dalam kesepian yang membuncah...
***
bersambung…
Baca juga kisah sebelumnya di: