“Cora...” Mama terlihat khawatir. “Kamu nggak apa-apa?”
“Aku? Cuma agak letih." Cora memandang mereka bergantian. "Aku masuk ke kamar dulu.”
“Kita belum selesai bicara,” desis Papa belum puas.
Cora hanya menguap kecil. Setelah mengucapkan maaf dengan sopan, ia berlalu dengan anggun menuju kamar. Tubuhnya tenggelam di balik pintu. Meninggalkan orangtuanya dan adiknya berpandangan penuh tanya, satu sama lain.
***
“Sis, ayo bangun!” Pagi-pagi Janne sudah menerobos masuk ke kamar Cora. Gadis itu menyingkap semua tirai jendela. Sinar hangat mentari pagi menerobos masuk.
Kepala Cora masih terasa berat. Semalaman ia berguling-guling gelisah di pembaringan. Ia hanya tertidur dua jam menjelang pagi. Samar-samar, ia mencoba mengingat apa sudah terjadi tadi malam. Beberapa helai pakaian, padu padan warna... entahlah, ia tak dapat mengingat semuanya dengan jelas.
“Hei, mengapa kamarmu berantakan? Semua pakaianmu keluar dari lemari!” Janne tercengang.
“Oh, ya?” tanya Cora heran, lalu bangkit dari tidurnya. Astaga! Benar yang dikatakan Janne! Hampir semua pakaian miliknya berpindah dari lemari ke atas tempat tidur. Sebagian lagi jatuh berserakan di lantai. Apa yang terjadi?
Janne menatapnya serius. “Tadi malam kami heran setengah mati melihat sikapmu. Tapi itu keren,” puji Janne mengacungkan jempol kanannya. “Baru kali ini ada yang berani bersikap begitu pada Papa!” sambung gadis itu berapi-api.
Keren? Apa maksud Janne? Cora mengerutkan dahi. Ia sama sekali tak memahami maksud gadis itu.