[caption id="attachment_354534" align="aligncenter" width="600" caption="Sumber Gambar: cicukbibuk.blogspot.com"][/caption]
Malam mulai bergulir pekat. Saat orang-orang mulai menjemput mimpi, Srintil mulai bersiap. Sambil menahan kantuk, seraut wajah menjelang senja memantul di cermin. Tangan terampilnya mulai memilih-milih berbagai produk kecantikan di atas meja rias. Suaminya akan tiba di rumah pagi-pagi sekali.
Meski suaminya sering tugas di luar kota, Srintil tak lalai merawat penampilannya. Apalagi, usianya rawan disinggahi keriput. Setiap bulan, ia selalu menyisihkan uang belanja dari suaminya untuk membeli berbagai produk kecantikan. Semua itu tak sia-sia. Perempuan itu terlihat segar untuk perempuan seusianya.
Sambil menahan kantuk, ia menyapukan bedak di seluruh permukaan wajahnya. Lalu mengoleskan lipstik merah muda di bibirnya yang penuh. Tak lupa ia mempertegas alis hingga terlihat kelam membingkai binaran matanya. Terakhir, Srintil membubuhi kelopak matanya dengan eye shadow keemasan. Lelaki itu pernah mengatakan, bahwa ia sangat menyukai mata indah milik Srintil.
Selesai sudah. Srintil mematut dirinya berulangkali. Cantik, pujinya dalam hati. Lelaki itu pasti akan menatapnya penuh cinta. Sambil bernyanyi kecil, perempuan menjelang senja itu menuju meja di sudut kamar. Sebuah laptop pemberian suaminya terletak di sana. Ia tak ingin Srintil selalu kesepian. Suaminya itu selalu merasa bersalah karena sering meninggalkan istri tercintanya sendirian di rumah. Meski tak dikarunia keturunan setelah menikah sekian lama, cintanya pada Srintil tak berkurang sedikitpun. Perempuan menjelang senja itu sangat bersyukur karenanya.
Layar monitor menyala. Koneksi terhubung. Jemari lincah Srintil menghidupkan video call. Kedua wajah bertemu. Bertatapan mesra melepas rindu.
“Apa kabar, Manis? Sungguh cantik bidadariku malam ini,” puji lelaki itu dari seberang sana.
Lelaki itu memang menyapanya demikian. Sapaan itulah yang berhasil membuat jantung Srintil berdegup dua kali lebih cepat. Membuat dadanya bergetar hebat penuh cinta. Lelaki itu, selalu membuatnya merasa lebih muda. Sang pahlawan yang mengusir derita sepi dari malam-malam panjangnya.
Srintil memberikan senyum termanisnya. “Terimakasih, kabarku penuh rindu. Kamu?”
“Merindumu setengah mati. Kamu sendirian?”
“Suamiku baru tiba besok pagi.”
“Itu artinya malam ini kita bebas melepas rindu?” Mata lelaki itu menyala-nyala penuh gairah. Membakar Srintil dengan segera.
Perempuan menjelang senja itu tersipu malu. “Ya, tapi beri aku waktu menghapus riasan menjelang pagi.”
“Tentu, Manis. Aku tak ingin berbagi kecantikanmu dengannya.”
Tawa mesra memecah hening malam. Malam pun semakin larut. Srintil semakin terhanyut. Melarung rindu tak kenal takut.
***
Samosir, 22 Agustus ’14 (Tepian DanauMu)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H