Mohon tunggu...
Politik

Pemimpin Yang Terpimpin

20 April 2015   13:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:53 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mati satu tumbuh seribu...

Sudah menjadi wacana umum yang banyak dilontarkan dalam beberapa media saat ini terkait dengan semakin terbengkalainya proses penanganan beberapa masalah yang dihadapi negara kita baik dalm ekonomi, pendidikan, sosial terlebih pada perpolitikannya. Belum kelar satu masalah, sudah dibanjiri masalah baru. Mulai dari kisruh antara kapolri vs KPK ataupun cicak vs buaya, wakil rakyat yang kepergok korupsi, hingga masalah naik turunya harga BBM yang tak karuan kejelasannya.

Sedikit mengingat janji yang nampaknya telah terlupakan yang seakan-akanmenggadaikan amanat dari pendukungnya dahulu untuk lebih memperhatikan mereka. Seolah-olah masalah yang ada seperti maianan yang kapanpun, dimananpun dapat kita mainkan. Meskipun ada kebijakan baru, itu hanya untuk mengalihkan isu semata. Pemerintah kita, terkesan “main” dengan rakyat. Ada kecenderungan jokowi hanya bayangan dari presiden perempuan kita. Mengapa demikian? Tidak tertutup kemungkinan, sebab pencalonan jokowi sebagai presiden untuk pertama kalinya dan langsung terpilih tentu menimbulkan tanda tanya besar? Prabowo sekalipun dapat tersisihkan.

Pencitraankah?

Sosok Jokowi yang merakyat dan hobinya” blusukan” memang memberi “ sesuatu “tersendiri bagi masyarakat. Namun, dbalik itu semua, akankah ada kejanggalan? Entahlah. . . yang pasti semuany telah terjadi. Pemerintahan yang dijalankan saat iniseakan-akan dikendalikann oleh megawati, apakah itu untuk transaksi politik ataupun tanda balas budi? Prioritas pemberantasan korupsi, sesuai janjinya belum terlaksana, masih banyak oknum terhormat berseliweran dengan uang haramnya. belum lagi program pembangunan hukum yang juga syarat godaan.

Dalam pemilihan Jaksa Agung dan Kapolri, ia bertindak seolah-olah partisipasi dan masukan KPK dan PPATK tidak relevan, hal ini yang menimbulkan kecurigaan bahwa proses pencalonan memang sarat KKN dan politik balas budi. Sepertiapapun yang sesungguhnya terjadi di belakang layar, yang senyatanya tampak dipermukaan banyak yang merongrong , mencari kredibilitas Presiden sebagai pemimpin Negara Hukum yang baik.

Pengajuan Budi Gunawan sebagai Calon Kapolri, menciptakan kondisi pengulangan sejarah “cicak vs. buaya”.  Meskipun demikian konflik ini dapatditebak yang pada akhirnya , BG akan tetap menjadi Kapolri, meski sudah mendapatkan tentangan luas dari masyarakat.

Kenaikan BBM yang tak tentu kepastiannya, membuat semakin carut marutnya polemik dinegara ini. Disana-sini “ kebanjiran “ hutang yang tak kunjung hilang. Perubahan ini, terreaksi pula dengan naiknya harga kebutuhan pokok. Mungkin bagi sebagian orang kaya, kenaikan ini idak begitu masalah, tapi bagaiman dengan masyarakat kita yang disana????

Bantuan atau dana yang seharusnya tersalurkan bagirakyat, justru “ nyasar” ke “ saku tetangga “. Apa masih kurang dengan jabatan dan harta yang yelah dimiliki? Itulah dunia politik, dimana ada uang, distu sumber penyelewengan.

Kekuassan itu...

Jokowi harus memahami bahwa ia telah melukai rayat pendukungnya dan memilihnya, karena nampak beliau lebih mengutamakan loyalitasnya pada partai dari pada kepada rakyat yang telah menaruh harapan besar padanya dan memilihnya. Semua kasus yang terjadi beberapa hari terakhir harusnya dapat dihindari oleh Presiden Jokowi , sebab sebagai pemimpin negara, ia memiliki pengaruh dan kekuasaan yang besar untuk mengaturrakyatnya, dan membuat kebijakan yang sesuai denganaspirasi masyarakat.

Jangan karena merasa “ewuh” denganpartai yang mengusungnya. Kekuasaan yang ada, merupakan amanat dari rakyat . Amanat ibarat janji, Janji adalah hutang, dan hutang akan dibawa sampai mati. Jika janji-janji itu hanya sekedar bualan belaka, mengapa masih terus berjanji. ..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun