Sarinah!
Katakan pada mereka
Bagaimana kau dipanggil ke kantor menteri
Bagaimana ia bicara panjang lebar kepadamu
Tentang perjuangan nusa bangsa
Dan tiba-tiba tanpa ujung pangkal
Ia sebut kau inspirasi revolusi
Sambil ia buka kutangmu
-Petikan dari “Bersatulah Pelacur-Pelacur Kota Jakarta”, (Rendra 1974: 212)-
Perjuangan pembebasan perempuan dibegal, dihilangkan, dimusnahkan oleh Masa bejat Orde Baru. Masa itu mendoktrin seluruh masyarakat Indonesia untuk berpikiran bahwa komunis yang sejatinya juga memperjuangkan perempuan dianggap suatu hal yang patut dijauhi, komunis itu jahat.
Ketika kita mengingat pembantaian massal 1965 politik Orde Baru memainkan kekuasaannya dengan memanipulasi sejarah, doktrinasi bahwa semua yang berbau komunis adalah jahat. Menurut Mariana (2015: 119), rezim orde baru melakukan teror sebagai upaya “penundukan” agar kekuasaannya dapat dilanggengkan, dengan menyatakan adanya “musuh negara” yakni penganut ideologi komunisme. Dalam upaya untuk mewujudkan negara yang bebas dari ancaman ideologi kiri maka muncul kebijakan tumpas kelor[1]. Semua organisasi “keluarga komunis”[2], seperti misalnya organisasi perempuan Gerwani telah disiksa dan dikalahkan. Presiden Soeharto tampil ke atas singgasana kekuasaannya dengan menciptakan kampanye kekerasan yang tak ada tolok bandingannya di masa lalu, dan dikuatkannya pula dengan tuduhan pesta seksual yang dilakukan para anggota Gerwani (Wieringa, 1999: xl).