Mohon tunggu...
fitri kleiden
fitri kleiden Mohon Tunggu... -

penulis lepas

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Potret Buram Oknum Jaksa

6 Januari 2014   20:02 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:05 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dipenghujung Tahun 2013, lembaga Kejaksaan kembali mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat setelah KPK menangkap tangan Kepala Kejaksaan Tinggi Lombok Tengah NTB yang menerima suap dari seorang pengusaha.

Kenyataan ini jelas sangat menyedihkan sekaligus menyakitkan. Bagaimana tidak, oknum jaksa yang seharusnya mampu menegakkan hukum, justru mengebiri hukum itu sendiri. Seorang jaksa yang paham betul tentang aturan dan norma hukum justru memperkosa hukum itu sendiri. Ironis. Kejadian tersebut menunjukkan aparat kejaksaan kita telah mengalami demoralisasi, bermental buruk dan bermoral rendah.

Secara tegas kita mengkritik segala perilaku aparat penegak hukum yang menyimpang dari koridor hukum. Perbuatan oknum kejaksaan itu bisa menjadi pandangan umum yang mengadili bahwa semua aparat penegak hukum memang buruk. Padahal, masih banyak atau sebagian besar di antara mereka yang masih bermental serta bermoral bagus. Disadari atau tidak, banyaknya aparat kejaksaan yang menyimpang dari norma hukum dapat memperburuk citra institusi kejaksaan.

Bisa jadi, bila persepsi negatif itu terus menguat, maka krisis kepercayaan dapat mendorong masyarakat untuk menciptakan hukum dan pengadilan sendiri menurut ukuran keadilan mereka. Jika terjadi, hal itu akan menciptakan hal yang sering disebut banyak orang sebagai dark justice (pengadilan jalanan).

Masyarakat marah dan geram atas perilaku buruk kepala kejaksaan tersebut yang seharusnya menegakkan hukum secara benar tetapi memperdagangkan perkara demi kepentingan dirinya. Jika kepala kejaksaan begitu bagaimana dengan perilaku anak buahnya yang sehari-hari menangani perkara sungguh lebih dahsyat lagi dalam mengolah suatu perkara yang ditanganinya.

Kenyataan itu menunjukkan kepada kita bahwa ada sesuatu yang tidak beres baik dalam proses prekrutan jaksa hingga promosi jabatan dalam institusi kejaksaan. Integritas, kapabilitas, dan profesionalitastidak menjadi pertimbangan utama tetapi lebih kepada hubungan nepotisme dan bisnisme jabatan. Jangankan pada level bawah pada level atas pada jabatan tertinggi di instutusi kejaksaan kenyataan seperti itu terjadi.

Masih segar dalam ingatan bagaimana posisi baru Wakil Kejaksaan Agung yang diisi oleh Andhi Nirwanto menimbulkan kecaman dari masyarakat. Menilik rekam jejak Andhi sungguh tidak layak menempati posisi itu.Andhi diduga pernah ditangkap dan ditahan karena terlibat suap dalam penanganan perkara pembunuhan sewaktu menjabat sebagai Kepala Kejaksaan di Jakarta (http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4dae6b77105db/function.require ). Andhi pernah diduga menerima suap terkait penanganan kasus dugaan korupsi restitusi pajak di dua perusahaan Wilmar Group, yakni PT Wilmar Nabati Indonesia (WNI) dan PT Multimas Nabati Asahan (MNA) ke Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak). Ia dituding menerima Rp 80 miliar untuk membekukan kasus itu. (http://www.jpnn.com/read/2013/08/16/186447/Basrief-Bakal-Periksa-Jampidsus-soal-Pajak-Wilmar- ). Koran Tempo pernah menulis (23/11/2013) Andhi pernah menghentikan kasus dugaan korupsi pembelian saham Pemerintah Daerah Kutai Timur di Kaltim Prima Coal dengan tersangka Awang Farouk Ishaq, Gubernur Kalimantan Timur. Andhi menghentikan dugaan korupsi Kwartir NasionalGerakan Pramuka senilai 4,3 miliar.

Dalam penelitian ICW ada 44 perkara korupsi dengan 57 terpidana tidak dieksekusi semasa Andhi, padahal perkara tersebut telah diputussejak 2004 hingga 2012. Masih banyak buron koruptor yang lari keluar negeri yang belum ditangkap. Andhi diduga melakukan kriminalisasi terhadap orang dan perusahaan demi kepentingan tertentu yang jauh dari upaya penegakan hukum. Disisi lain,Kontrasmenilai dalam kepemimpinan Andhi di Jampidsus, kasus-kasus pelanggaran HAM yang sudah diusut Komas HAM, terdiri atas kasus peristiwa Trisakti, Semanggi I 1998 dan Semanggi II 1999, peristiwa Mei 1998, "mandek" untuk naik ke tingkat penyidikan. Kontras mempertanyakan kemana anggaran untuk penanganan kasus-kasus tersebut digunakan.

Berdasarkan itu, Kontras meminta Komisi III DPR yang menjadi mitra kerja Jaksa Agung, untuk melakukan klarifikasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atas penunjukan Wakil Jaksa Agung karena pengangkatan tersebut tidak berdasarkan evaluasi atas kinerja yang bersangkutan semasa menjabat sebagai Jampidsus.

Kerjasama Oknum Jaksa dan LSM sebagai Mata Rantai Mafia

Perilaku buruk oknum jaksa dalam mengolah perkara biasanya bekerja sama dengan LSM. LSMmenekan sebuah perusahaan seolah-olah melakukan pelanggaran hukum dalam kegiatan bisnisnya. Contoh pada kasusIM2-Indosat dan pada kasus PLN. Terkait modus ini saya akan memberi catatan khusus karena modus ini sepertinya lagi ngetren digunakan oknum jaksa untuk melakukan kriminalisasi demi kepentingan uang dan jabatan.

Pada kasus IM2-Indosat, Juli Isnur Boy seorang jaksa pada kejaksaan negeri Karawang menerima order kasus tersebut dari Denny AK Ketua LSM Konsumen Telekomunikasi Indonesia (KTI), bahwa IM2-Indosat telah melakukan perjanjian kerjasama bisnis secara ilegal yang merugikan negara 3,8 triliun. Jaksa Juli bersama Jaksa Fadil Jumhana (jaksa pidana khusus di kejaksaan Jawa Barat) dengan alasan bahwa kasus ini locus delicti nya bukan hanya di Jawa barat, maka mereka berkoordinasi dengan Jampidsus Kejaksaan Agung di Jakarta dan kasus ini dipindahkan ke Jakarta. Tak berapa lama sejak kasus ini dipindah ke Jakarta, Jaksa Juli dan Jaksa Fadil ikut dimutasi pindah ke Jakarta untuk mengawal kasus ini. Ketika kasus ini dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor, Jaksa Fadil menjadi Ketua Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus ini.

Sejak kasus ini dilaporkan Denny AK, Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Konsumen Telekomunikasi Indonesia (LSM KTI) ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat pada 6 Oktober 2011, kejanggalan dan keanehansudah mulai tercium.

Pertama, terasa janggal, sebab kantor LSM KTI di Jakarta, dan kantor pusat PT Indosat dan IM2 juga di Jakarta. Namun Denny AK melaporkannya ke Kejaksaan Negeri Karawang. Hal itu tidak sesuai dengan locus de licti (tempat) obyek laporan.

Laporan Denny AK melalui Kepala Seksi Intel Kejaksaan Negeri Karawang Juli Isnur Boy. Juli Isnur sendiri diketahui pernah tersangkut sejumlah kasus, seperti penggelapan Barang Bukti kayu jadi dan pengembalian uang terdakwa perkara lelang kayu jati di Kabupaten Muna Tahun 2003 (http://m3sultra.wordpress.com/2009/06/09/kapolres-didesak-periksa-juli-isnur/ )

Saat bertugas di Kejaksaan Negeri Karawang pada 2011, Juli Isnur juga pernah didemo massa karena diduga terlibat pemerasaan terhadap sejumlah pejabat serta masyarakat Karawang dalam beberapa penanganan kasus tindak pidana korupsi (tipikor) yang sedang diusut Kejaksaan (http://pasundanekspres.co.id/karawang/3834-kajari-didesak-copot-juli )

Denny AK melaporkan kasus ini melalui Juli Isnur karena kedekatan keduanya. Meski locus de licti-nya di Jakarta, laporan Denny AK tetap diproses, bahkan naik ke Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Bandung. Dalam waktu cepat ditingkatkan statusnya menjadi penyelidikan. Pada 10 Oktober 2013, atau empat hari setelah laporan, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat mengeluarkan Surat Penyelidikan: No. PRINT446/O.2/Fd.1/10/ 2011.

Di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, perkara ini ditangani Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jabar, Fadil Zumhanna, yang juga kolega Juli Isnur. Bersamaan dengan itu, karir Juli Isnur naik ke Kejati Jabar, bahkan ke Kejaksaan Agung. Karena kasus ini, duet Juli dan Fadil naik pangkat sekaligus membawa perkara ini ke Kejaksaan Agung.

Ditangani dua sejoli tersebut, sambungnya, pada tanggal 13 Januari 2012, Kejaksaan Agung mengambil alih penanganan kasus dari Kejati Jawa Barat dan status penyelidikan ditingkatkan menjadi penyidikan. Fadil bahkan menjadi Ketua Tim Jaksa Penuntut Umum Perkara IM2.

Belakangan diketahui, motif Denny AK melaporkan kasus IM2 adalah untuk memeras Indosat. Denny AK pada 30 Oktober 2012 divonis 16 bulan oleh pengadilan karena terbukti melakukan pemerasan terhadap PT Indosat sebesar Rp 30 miliar.

Kejanggalan lain, saat kasus ini sudah berada di meja Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Karena tidak ada satupun saksi dan fakta persidangan yang menguatkan tuduhan Jaksa bahwa telah terjadi penggunaan frekuensi bersama 3G antara Indosat-IM2, diam-diam Jaksa Penuntut Umum mengubah tuntutan.Perubahan tuntutan itu dilakukan Jaksa saat membacakan tuntutan, Awalnya, tuntutan jaksa adalah penggunaan bersama frekuensi radio. Namun belakangan diubah menjadi penggunaan frekuensi radio. Ini menggambarkan kalau jaksa sejak awal sudah salah. Mungkin bagi awam kalimat ini tidak penting dan mirip-mirip saja, namun dalam bahasa Regulasi Telekomunikasi, kedua kalimat ini berdampak amat sangat berbeda.

Nonot Harsono Ketua BRTI menilai perubahan ini bisa jadi karena dalam persidangan, belasan saksi dan ahli telah tegas menyatakan tidak mungkin terjadi penggunaan-bersama pita frekuensi oleh dua penyelenggara jaringan seluler. Sehingga, tambahnya, bila dakwaan penggunaan bersama ini tidak ada lagi dalam tuntutan JPU, maka dakwaan tindak pidana korupsi atas IM2 dan semua tersangka menjadi otomatis gugur teranulir oleh tuntutan JPU sendiri.

Pada kasus PLN dimana kejaksaan menuduh terjadi dugaan korupsi pada kerjasama PLN dan Perusahaan Iran dalam pengerjaan Life Time Extention (LTE) Gas Turbin (GT) 1.2 & 2.1 PLTGU Blok 2 Belawan, Sumut, tahun 2012 yang diduga merugikan keuangan negara mencapai Rp 25 miliar.Ketua Kadin Indonesia Komite Iran Mohammad Bahalwan mengatakanpenanganan kasus LTE GT 2.1 dipaksakan oleh jaksa penyidik untuk dipidanakan. Sebab, jaksa penyidik Juli Isnur (ingat pada kasus IM2-Indosat Julis Isnur yang bermain) yang mendatangi lokasi pada Februari 2013 tidak melakukan pemeriksaan dengan komprehensif."Dia datang siang-siang bersama sekelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di Medan, Sumut, pada siang hari dimana pemakaian listrik rendah hanya 123 watt. Atas dasar ini Kejagung melihat ada kejanggalan, padahal, pemakaian listrik puncaknya pada malam hari sebagaimana pernyataan PLN Belawan. Sedangkan yang dibangun konsorsium 145 watt," ujarnya. (http://www.beritasatu.com/nasional/137154-anggap-jaksa-tidak-profesional-dubesar-iran-bakal-menghadap-sby.html. Lebih parah lagi diduga terjadi pemerasan oleh oknum jaksa penyidik di Kejaksaan Agung pada penanganan kasus tersebut (http://hukum.teraspos.com/read/2013/09/11/60114/-kasus-pltgu-diduga-jaksa-peras-us-5-juta ).

Sebagai catatan bahwa modus operandi oknum jaksa dengan LSM pada kasus PLN ini mirip dengan kasus IM2-Indosat. Pada kasus IM2-Indosat Jaksa Juli Isnur menerima order kasus dari LSM lalu kasus tersebut diolah oleh Juli Isnur bersama Fadhil Jumhana yang saat itu bertugas di Kejari Jawa Barat. Nah, pada kasus PLN ini Juli Inur kembali menerima order dari sebuah sebuah LSM, lalu Juli Isnur kembali bersama Fadhil Jumhana (saat ini sebagai Wakil Kajati Sumut) mengolah kasus ini. Jelas terbaca siapa pemain dibalik beberapa kasus kontroversial yang ditangani kejaksaan.

Apa jadinya negara ini jikalau aparatur hukum seperti oknum jaksa yang demikian. Alih-alih memberantas korupsi dan menegakkan hukum, justru mereka sendiri terkurung dalam pusaran korupsi, suap dan pemerasan. Reformasi kejaksaan baru sebatas retorika an sich. Reformasi kejaksaan hanya berbentuk pergantian Jaksa Agung, tetapi reformasi komprehensif pada setiap batang tubuh kejaksaan hanya isapan jempol belaka.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun