Mohon tunggu...
Fitri Jayadiningrah
Fitri Jayadiningrah Mohon Tunggu... Penulis - Berkelana untuk mencari jawaban

https://youtu.be/Jcv9tU9mmZ0

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaplikasian Akad dalam Pembiayaan Warung Mikro di Bank Syariah Mandiri KC Bima, Sudah Sesuai Fatwa MUI?

15 Desember 2020   07:30 Diperbarui: 15 Desember 2020   07:31 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seiring berjalannya waktu, bank syariah semakin dikenal di kalangan masyarakat. Bank yang menjalankan operasionalnya dengan prinsip syariah ini, memiliki fungsi untuk menyalurkan dana melalui pembiayaan. Walaupun pandemic virus corona yang melanda di seluruh dunia, pembiayaan di Bank Syariah Mandiri tetap tumbuh sebesar 8,35% dari Rp 69,67 Triliun per April 2019 menjadi Rp 75,48 Triliun per April 2020 (BSM, 2020).

Salah satu produk pembiayaan dari Bank Syariah Mandiri KC Bima adalah Pembiayaan Warung Mikro. Adanya produk pembiayaan ini, merupakan kesempatan emas untuk para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki kekurangan modal untuk melanjutkan usahanya. Pembiayaan ini diberikan dengan tenor 48 bulan dan limit 200 juta.  Proses pembiayaan yang cepat, angsuran yang ringan dan tetap, serta persyaratan yang mudah menjadi nilai plus tersendiri dari produk pembiayaan ini.

Berdasarkan wawancara pribadi pada tanggal 03 Juli 2020 dengan Muhammad Nur Alamsyah (Micro Banking Manager BSM KC Bima), mengatakan bahwa BSM KC Bima menggunakan akad Murabahah sebagai akad dalam pembiayaan warung mikro.  Transaksi murabahah ini adalah salah satu transaksi yang dibenarkan dalam syariat Islam. Hal ini dibuktikan dengan adanya ayat Al-Qur'an surah Al-Baqarah ayat 275 :

Artinya : "Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba." 

Dalam akad murabahah, bank bertindak sebagai pembeli sekaligus penjual. Bank membeli barang yang dibutuhkan nasabah kepada supplier, kemudian menjualnya kembali ke nasabah yang bersangkutan dari harga pokok ditambah dengan margin keuntungan pada saat jatuh tempo, sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dan nasabah, (Muhammad Yusuf dkk, 2006:69). Dalam hal ini, bank harus memberitahukan dengan jujur kepada nasabah, terkait rincian-rincian harga dan biaya yang dihabiskan dalam membeli barang tersebut serta keuntungan yang ingin diperoleh. 

Namun, berdasarkan wawancara pribadi dengan Muhammad Nur Alamsyah, Mikro Banking Manager, pada Jum'at, 03 Juli 2020,  dalam pengaplikasiannya, Bank Syariah Mandiri KC Bima menggunakan media akad wakalah. Akad wakalah ini digunakan dengan alasan untuk kepentingan umat dan juga karena bank tidak mempunyai distributor khusus yang menyediakan semua barang-barang yang dibutuhkan nasabah dalam satu tempat.

Setelah bank dan nasabah mendapati kesepakatan baik dalam nego dan persyaratan maka, mereka akan melakukan akad wakalah. Dengan menggunakan akad wakalah, bank akan memberikan uang dan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang dibutuhkannya. Walaupun begitu, bank tetap melakukan pengawasan terhadap nasabah yang bersangkutan. 

Nasabah harus memberikan laporan kepada pihak bank terkait tempat pembelian dan barang apa saja yang telah dibeli. Hal ini bertujuan agar nasabah tidak melakukan transaksi yang menyimpang dari koridor syariah, misalnya menggunakan uang yang telah diberikan untuk membeli barang-barang haram seperti narkoba, minuman keras, ganja dan lain sebagainya, (Muhammad Nur Alamsyah, (MBM) BSM KC Bima).

Akan tetapi menurut penulis, dengan tindakan bank yang hanya menunggu laporan nasabah terkait tempat pembelian dan barang apa saja yang telah dibeli, malah akan menimbulkan risiko penipuan yang dilakukan oleh nasabah. Bisa saja nasabah melaporkan tidak sesuai dengan barang yang dibeli. 

Tidak menutup kemungkinan nasabah membeli barang yang tidak sesuai dengan prinsip islam. Seharusnya, bank melakukan pengawasan yang lebih ketat terkait pembelian barang. Bank bisa melakukan pemdampingan kepada nasabah pada saat pembelian, karena dikhawatirkan nasabah membeli barang yang tidak sesuai dengan prinsip syariah Islam yang tidak dilaporkan ke pihak bank.

 Adanya akad wakalah sebagai tambahan dalam transaksi pembiayaan warung mikro, tentunya akan menimbulkan sebuah pertanyaan bahwa apakah pembiayaan yang dijalankan, sudah sesuai dengan prinsip Islam atau belum. Karena pada hakikatnya, bank yang seharusnya bertugas untuk menyediakan barang yang dibutuhkan oleh nasabah, akan terkesan bahwa mereka tidak ingin dipusingkan dengan itu. Hal ini akan menimbulkan persepsi terhadap masyarakat bahwa, bank syariah tidak ada bedanya dengan bank konvensional karena pada prakteknya timbul persamaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun