Mohon tunggu...
fitrijasmin
fitrijasmin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya adalah salah satu mahasiswa prodi pendidikan bahasa indonesia angkatan tahun 2021 di universitas muhammadiyah sumatera utara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Batu Itu Keras

15 November 2024   21:04 Diperbarui: 21 November 2024   01:18 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sebuah desa kecil, hiduplah seorang pemuda bernama Baa. Dia dikenal sebagai pemahat batu terbaik di desanya. Baa selalu bekerja dengan penuh ketekunan, menghantamkan pahat dan palu ke batu-batu keras yang diambil dari sungai. Setiap kali ia memahat, terlihat amarah dan keuletan dalam setiap hentakan. Namun, sesungguhnya, setiap guratan pada batunya menyimpan bahasa cinta yang mendalam.

Suatu hari, seorang gadis bernama Ria datang dari kota untuk berkunjung ke desa itu. Dia mendengar tentang keahlian Baa dan ingin melihat karya-karyanya. Dengan penuh rasa kagum, Ria memperhatikan patung-patung indah yang terpahat dari batu-batu keras. Ada patung seorang ibu yang menggendong anaknya, seekor burung yang hendak terbang, hingga patung seorang anak yang tersenyum bahagia.

"Aku selalu terpukau dengan orang yang bisa menciptakan sesuatu yang begitu lembut dari sesuatu yang keras," ujar Ria saat berjumpa dengan Baa.

Baa tersenyum tipis. "Batu itu keras, Ria. Tapi setiap pukulan yang kuberikan, setiap serpihan yang jatuh, semua adalah usahaku untuk menyampaikan perasaan. Aku percaya bahwa bahkan dalam kekerasan batu, selalu ada ruang untuk menyampaikan kehangatan."

Sejak pertemuan itu, Ria sering mengunjungi Baa saat dia bekerja. Tanpa disadari, ia jatuh cinta pada sosok Baa yang lembut namun penuh keteguhan. Mereka berbincang tentang impian dan keinginan mereka, berbagi cerita tentang masa lalu dan harapan untuk masa depan. Bagi Baa, kehadiran Ria adalah pengingat bahwa ia tak hanya memahat batu, tetapi juga mengukir cinta yang lambat laun mengalir dalam hidupnya.

Namun, Baa merasa rendah diri. Bagaimana mungkin seorang gadis kota seperti Ria akan menyukai seorang pemahat batu sepertinya? Batu yang keras ia pahati, namun hatinya terasa lebih keras lagi, penuh keraguan dan rasa tak layak.

Suatu hari, Ria datang dengan sebuah hadiah kecil. Ia memberikan Baa sepotong batu kristal yang bening, bersinar di bawah sinar matahari.

"Ini untukmu, Baa. Batu ini mungkin tidak sekeras batu yang biasa kau pahat, tetapi dalam kejernihannya, aku melihat dirimu. Kau kuat, namun di dalamnya kau memendam banyak keindahan yang mungkin tidak disadari oleh banyak orang."

Baa tertegun. Hatinya yang selama ini tertutup, seperti batu yang keras, perlahan mencair. Di depan Ria, ia tak bisa lagi menyembunyikan perasaannya. Dengan suara bergetar, ia berkata, "Batu-batu yang kupahat mungkin keras, tapi kau membuatku mengerti bahwa dari kekerasan itu, aku belajar mengenal kelembutan. Cinta itu seperti memahat, Ria. Meskipun butuh waktu, setiap sentuhannya berarti."

Sejak saat itu, Baa dan Ria tak terpisahkan. Mereka menyadari bahwa meskipun batu itu keras, di dalamnya tersembunyi bahasa cinta yang tak semua orang bisa pahami. Cinta mereka mengalir lembut, menyentuh hati satu sama lain, sekuat pahatan Baa yang menembus kerasnya batu, dan seindah kristal bening yang berkilau di tangan Ria.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun