“Duh, saya takut banget. Itu di belakang tadi ada tiga pencopet. Kasihan penumpang ada yang kena (copet). Saya ngelihat aksi mereka, eh mereka malah ngelihatin balik ke saya…”
Begitulah ucapan seorang ibu selepas turun dari kopaja jurusan Tanah Abang-Blok M. Ia ketakutan sembari berlari ke arah saya, yang hendak mengantre di tangga menuju Stasiun Sudirman sore kemarin.
Ia menerangkan saat penumpang sibuk turun dari kopaja, tiga pencopet memulai aksi, tas penumpang jadi objek utama. Satu dari belasan penumpang pun jadi korban. Ketiganya mengenakan jaket hitam.
Tak dapat dimungkiri, kondisi di dalam kopaja pada jam-jam pulang kantor memang padat. Aksi pencopetan bisa saja terjadi. Terlebih lagi aksi mereka menunggu penumpang turun. Penumpang bisa saja lengah dengan barang bawaannya.
Rute langganan beroperasi
Tiga pencopet yang sempat berada di kopaja yang saya naiki itu bukan kali pertama terdengar. Sekitar dua minggu lalu, rekan kantor saya menceritakan dirinya nyaris menjadi korban pencopetan.
Ia naik kopaja yang sama, jurusan Tanah Abang-Blok M. Suasana di dalam kopaja agak lengang, seluruh bangku terisi, dan hanya ada beberapa penumpang yang berdiri.
Saat mau turun di pintu belakang, ia merasakan suasana kopaja yang tiba-tiba berdesak-desakkan. Rupanya ada dua orang di belakangnya yang sengaja memepetnya.
Saking kesalnya dan ingin buru-buru turun, ia berteriak pada orang yang serasa mencegatnya di pintu belakang. Sontak karena ‘pura-pura’ kaget, orang tersebut mempersilakan turun.
Selepas turun dari kopaja, ia mengecek tas punggung yang disampirkannya ya sudah terbuka. Syukurlah, rekan kantor saya tidak kehilangan apapun karena ia mengaku ponsel dan dompetnya diletakkan di tempat lain—bukan di dalam tas.
Cerita tiga pencopet belum selesai. Beberapa hari lalu, rekan kantor saya itu justru bertemu kembali dengan tiga pencopet yang sama, di kopaja jurusan yang sama. Ia main plotot-plototan dengan satu pencopetnya. Mungkin si pencopet masih ingat wajah rekan saya.