[caption id="attachment_180675" align="aligncenter" width="640" caption="Pokok-pokok Usul Perubahan Kelima UUD 1945"][/caption] Dalam seminar sosialisasi empat pilar yang diselenggarakan atas kerjasama Ikatan Alumni Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia (Iluni FIB UI) dengan Dewan Perwakilan Daerah MPR-RI (DPD MPR-RI), Senin (7/5) di Auditorium gedung I, FIB UI, para pembicara membahas usul perubahan kelima UUD 1945 dengan pokok persoalan peran konstitusi dalam melestarikan budaya dan karakter bangsa. Fadli Zon S.S, M.Sc (Ketua Iluni FIB UI) mempresentasikan paper berjudul Pancasila dan Jati Diri Bangsa. Perumusan Pancasila begitu cepat dan telah dipersiapkan oleh Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 di depan sidang ini menjadi pidato penting tentang dasar negara. Kita tidak menemukan dalam konstitusi bahwa negara Indonesia itu berdemokrasi liberal, konstitusi juga bukan mengacu komunisme, padahal waktu itu marak. Indonesia bukan mengacu pada demokrasi ekonomi yang sejahtera bangsanya, tapi mengacu terhadap demokrasi politik dan ekonomiyang melahirkan demokrasi budaya. Demokrasi tolong menolong (gotong royong) dari semangat budaya yang dikemukakan Bung Karno.
Kenyataannya kita semakin jauh dari budaya. Amandemen merupakan keharusan sejarah, lalu bagaimana proses amandemen yang telah dijalankan sekarang? Ketika proses amandemen UUD 1945 hingga empat kali perubahan (1999, 2000, 2001, 2002), semangat reformasi seolah-olah liberalisme dalam bidang politik dan ekonomi sehingga demokrasi kita lebih liberal daripada Amerika Serikat. Demokrasi yang diharapkan yakni demokrasi perwakilan, namun disebabkan ada amandemen, menjadi demokrasi langsung.
Kini semangat budaya gotong royong sudah tidak ada lagi karena konstitusi kita diamandemen secara liberal. Usul amandemen UUD 1945 kelima untuk memperbaiki juga melengkapi amandemen I sampai amandemen ke-IV sehingga akar gotong royong tidak tercerabut.
Pandangan Bung Hatta Pancasila merupakan pedoman dalam mencapai Indonesia yang berdaulat, bahagia, sejahtera, dan damai.Keadilan sosial untuk mewujudkan kebahagiaan, kesejahteraan, perdamaian, dan kemerdekaan. Kebahagiaan yaitu ketika rakyat merasa hidupnya cukup makan, pakaian, tempat tinggal memuaskan, kesehatan terpelihara, anak-anak dapat di sekolahkan, dan juga ada perasaan bahwa hari tua terpelihara. Kesejahteraan bahwa orang merasa hidupnya sejahtera, bila ia merasakan senang, tidak kurang suatu apa, merasakan keadilan dalam hidupnya, dan keamanan jiwanya lahir batin terpelihara. Perdamaian secara ke luar dan ke dalam. Ke luar, artinya perdamaian dengan bangsa-bangsa asing, dan persahabatan sementara ke dalam secara domestik terjadi kerukunan antarbangsa, akibat hidup bahagia dan sejahtera. Kemerdekaan adalah kemerdekaan orang-orang sebagai individu dan kemerdekaan bangsa.
Tantangan Pancasila di Era Reformasi
Terjadi liberalisasi di bidang politik dan ekonomi. Di bidang politik, hadirnya kebebasan berkumpul, berserikat, menyatakan pendapat, kebebasan pers, dan pelbagai bentuk kebebasan politik lainnya. Di bidang ekonomi, liberalisasi terjadi mengikuti haluan ekonomi yang kapitalistik neoliberalistik. Undang-Undang yang liberal dibuat secara instan dibantu pihak-pihak asing. UUD 1945 diamandemen sebanyak empat kali atas bantuan beberapa lembaga donor asing.
Reformasi menjadi antitesa Orde Baru di mana percaya bisa melahirkan kesejahteraan. Demokrasi liberal yang berjalan di era reformasi ternyata tak dapat memperbaiki keadaan mayoritas rakyat. Semua aktivitas kriminal yang berlindung di balik demokrasi prosedural telah menjadikan demokrasi kita hari ini adalah demokrasi hitam sebab kita gagal melindungi tiga hal dalam demokrasi (korupsi, oligarki partai, dan rasa tanggungjawab).
Reformasi telah menjadi pintu gerbang penjajahan baru. Kebebasan yang nyaris tanpa batas dan tanpa aturan telah memicu sejumlah konflik etnik, konflik agama, dan konflik politik berkepanjangan. Di tengah konflik dan suasana disorder, resources Indonesia telah dikuasai oleh kepentingan asing juga korporasi multinasional. Hasilnya kita semakin jauh dari merdeka.
Pendapatan orang tergelincir, adanya kebergantungan ekonomi yang tinggi. Ketahanan pangan yang segala kebutuhan pangan tersedia. Kedaulatan pangan merupakan hasil pangan dari negeri sendiri. Kedua hal tersebut mulai terkikis perlahan-lahan sehingga hampir tidak ada yang tidak kita impor. Angka kemiskinan pun terus bertambah dan sekadar otak atik hitung saja.
H. Dani Anwar (Ketua Komisi I DPD-MPR RI) mengungkapkan konstitusi Indonesia melewati suatu perjalanan sejarah yang panjang. Soekarno berkata, “UUD 1945 ini Undang-Undang gila, kalau ada waktu kita perbaiki.” Akan tetapi, sampai Indonesia merdeka ternyata belum ada perbaikan UUD 1945, tak ayal pada masa Soeharto, UUD 1945 tidak membatasi jabatan seorang presiden. Praktis Soeharto memerintah sampai 32 tahun lamanya. Puncak aksi 1998 oleh mahasiswa yang tidak sabar terhadap kepemimpinan Soeharto pun menggulingkan pemerintahan. B.J Habibie yang menggantikan Soeharto, membuka kran partai politik sehingga terlaksana Pemilu 1999. Amien Rais terpilih sebagai Ketua MPR-RI dan mengadakan perubahan konstitusi. Perubahan mendasar yakni membatasi kepemimpinan presiden.
Dulu boleh jadi presiden Indonesia adalah orang Indonesia asli, diubah menjadi keturunan Cina, Pakistan, dan lain-lain semenjak kelahiran di Indonesia berhak menjadi presiden. Istilah ABG (ABRI, Birokrasi, Golkar) menjadi penyokong kekuasaan Orde Baru untuk mendukung Soeharto menang dan terpilih kembali menjadi presiden. Pada masa itu, kekuasaan presiden mencakup tiga kekuasaan sekaligus, baik sebagai legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Hal ini disebabkan, hakim di bawah departemen kehakiman (sekarang ada departemen hukum) anggotanya diangkat oleh presiden.
Kini pemilihan kepala daerah dipilih secara demokratis. Ketentuan Hak Asasi Manusia (HAM) pasal 28 memberikan keleluasaan kepada masyarakat Indonesia. Terkait kebudayaan, menghormati kebudayaan daerah, UUD 1945 menjamin persoalan asal usul istiadat. Pengembangan budaya bahasa dan sistem jaminan sosial turut dijamin dalam UUD 1945. Seluruh masyarakat Indonesia mendapatkan pelayanan kesehatan dari pemerintah. UUD 1945 terlihat sempurna sebab sudah empat kali diamandemen. Catatan amandemen berikutnya, DPD mengusulkan perubahan kelima UUD 1945 ke DPR.
Pokok-pokok usul perubahan kelima ini, antara lain: memperkuat sistem presidensial, memperkuat lembaga perwakilan, memperkuat otonomi daerah, calon presiden perseorangan, pemilihan Pemilu nasional dan Pemilu local, forum previlegiatum (memberikan kepastian hokum dengan segera), optimalisasi peran Mahkamah Konstitusi, penambahan pasal Hak Asasi Manusia (HAM), penambahan bab komisi Negara, serta penajaman bab tentang pendidikan dan perekonomian.
Faktanya UUD 1945 sudah berjalan. DPD terus menggulirkan usul perubahan kelima ini. Rencana amandemen kelima untuk mengevaluasi dari apa yang sudah terjadi. Sebenarnya untuk mengubah UUD 1945 tidak sulit justru menurunkan presiden jauh lebih susah daripada mengubah UUD 1945. Dr Bambang Wibawarta S.S, M.A (Dekan FIB UI) menjelaskan keberkaitan sosialisasi empat pilar dengan peran kontitusi dalam melestarikan budaya dan karakter bangsa. Pada pembukaan UUD 1945 bahwa tanggungjawab Indonesia meliputi ke dalam dan kepada negara-negara internasional (ke luar). Kedua tanggungjawab tersebut harus dilaksanakan dengan baik.
Empat pilar yang dimaksud yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika yang memiliki nilai-nilai luhur, kini telah hilang disebabkan adanya penyempitan budaya. Masalah tersebut mengacu pada karakter bangsa. Seharusnya ada penambahan satu lagi dalam pilar itu, tentunya bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sehingga menjadi lima pilar. Pilar-pilar bangsa menjadi fungsi kebudayaan yang mengikat kebangsaan secara keseluruhan. Runtuhnya pilar-pilardisebabkan penetrasi budaya terutama arus globalisasi yang begitu hebat dan lebih pragmatis sehingga bisa menimbulkan konflik.
Solusi yang mampu menyelesaikan persoalan di atas, yaitu budaya sebagai banding power. Budaya mempunyai diplomasi disebut diplomasi budaya yang memiliki keberkaitan pada ekonomi pasal 33 UUD 1945. Selain itu, dapat menginspirasi pelbagai bidang, seperti bidang politik, hukum, dan lain-lain. Amandemen kelima UUD 1945 perlu dilengkapi dengan masalah budaya sehingga turunannya dapat lahir Undang-Undang Kebudayaan.
Internalisasi cara budaya. Kita tidak memiliki strategi kebudayaan sehingga permasalahan pokok pun mudah saja mengobati. Ke depannya harus ada strategi kebudayaan. Kita belum mempunyai kebudayaan komprehensif yang mengakibatkan nilai-nilai luhur tidak ada. Pengelolaan pendidikan sebaiknya masuk kurikulum. Pemetaan potensi budaya yang dikembangkan perlu ada, kalau tidak begitu hanya dikelola dengan “oh, iya” saja sehingga bila tidak dikelola dengan baik, maka menyimpang dari konstitusi yang telah ditetapkan sebab potensi tersebut tidak dimanfaatkan dengan baik untuk kepentingan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H