Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Akrab disapa Fitri Oshin. WHO Certificate of Achievement on Zoonotic disease-One Health, Antimicrobial resistance, Infodemic Management, Artificial Intelligence for Health, Health Emergency Response, etc. Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024. Bidang peminatan kebijakan kesehatan mencakup Infectious disease, Health system, One Health dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menguak Tabir Negeri Cincin Api

22 Desember 2012   11:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:12 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_223285" align="aligncenter" width="640" caption="Menikmati Pameran Fotografi Satu Tahun Ekspedisi Cincin Api Kompas"][/caption]

Gapura dari daun rumbai dan suara burung terdengar tatkala memasuki ruang Pameran Fotografi Satu Tahun Ekspedisi Cincin Api Kompas di Lobi Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Jakarta pada 17 Desember 2012 lalu. Di samping gapura, terpampang tulisan “Ekspedisi Cincin Api”. Sambutan mengikat mata para pengunjung seakan berkata, “Selamat Datang di Area Negeri Cincin Api”.

Kami disambut ramah seorang penjaga pameran yang cantik berpakaian ala gunung warna coklat. Setelah mengisi daftar tamu, segera melepaskan pandangan mata ke penjuru area pameran. Sederet penuh foto dari para fotografer Kompas yang menguak tabir Indonesia sebagai Negeri Cincin Api, berupa gunung berapi, kegiatan masyarakat adat dengan ritual, hingga fauna khas daerah tertentu.

[caption id="attachment_223288" align="aligncenter" width="300" caption="Area pameran disulap jadi "]

13561728691162802711
13561728691162802711
[/caption]

Karpet hijau terbentang, sekat-sekat bambu, pot-pot tanaman, dan sebuah gubuk menambah nuansa ruang pameran seakan seperti “hutan”. Pencahayaan dari ‘obor’ ikut memberikan kesan ‘hutan’. Sorot lampu diatur sedemikian rupa dan tertuju pada foto.

[caption id="attachment_223290" align="aligncenter" width="300" caption="Foto-foto pameran"]

13561730361809518654
13561730361809518654
[/caption] Foto bukan hanya sekadar gambar visual saja, tapi di balik gambar tersimpan sejuta kisah dan makna tersembunyi. Kesan itulah yang ditampilkan pada pameran fotografi ekspedisi cincin api Kompas. Eksotika gunung api sekaligus menyimpan bencana misteri yang tak bisa terelakkan bagi masyarakat yang tinggal di sekitarnya.

Foto bentang alam Danau Toba, Gunung Tambora, dan Gunung Gamalama terpampang besar menunjukkan keindahannya. Kami pun berfoto di depan ketiga bentang alam tersebut. Tidak hanya kami saja, beberapa pengunjung lain hingga karyawan Kompas Gramedia pun ada yang berfoto. Kami tiba di Kompas Gramedia saat jam istirahat kantor berlangsung.

[caption id="attachment_223292" align="aligncenter" width="300" caption="Bentang alam Danau Toba"]

1356173141350517398
1356173141350517398
[/caption]

[caption id="attachment_223294" align="aligncenter" width="300" caption="Tenda,bangku, dan sepeda dengan latar Gunung Gamalama"]

13561734901448342023
13561734901448342023
[/caption]

Beberapa bangku, sebuah tenda dan dua sepeda gunung juga menambah aksesoris pameran. Kronologis Toba yang mengubah dunia begitu menakjubkan. Di balik keindahan alam Danau Toba tersembunyi bencana mahadahsyat dari Gunung Toba yang meletus 74.000 tahun lampau dan memakan banyak korban.

Krakatau, gunung berapi aktif yang mempunyai daya letusan mengguncang dunia. Letusan Krakatau yang menyebabkan kegelapan melanda hampir sebagian dunia. Ratusan ribu tahun berlalu, Krakatau pun timbul tenggelam, sampai akhirnya melahirkan pulau-pulau dan anak gunung Krakatau.

Kronologis yang ditampilkan termasuk pembentukan Flores. Kehidupan di Flores, mulai dari orang purba, fauna, hingga perkembangan masyarakatnya sekarang. Ketiga kronologis yang ditampilkan memberikan wawasan bagi para pengunjung. Perjalanan sejarah panjang gunung berapi yang menjadi perhatian dunia.

[caption id="attachment_223295" align="aligncenter" width="300" caption="Toba, mengubah dunia"]

13561736932043360382
13561736932043360382
[/caption]

Peristiwa gempa dan tsunami Aceh pada 2004 lalu membuka luka dan kesedihan. Reruntuhan dan pemukiman yang hancur tersaji dalam foto. Kepadatan pemukiman di area Gunung Merapi di Yogyakarta ikut terpampang diselimuti awan putih.

[caption id="attachment_223297" align="alignright" width="300" caption="Yaki dan Macaca"]

1356173855540512658
1356173855540512658
[/caption] Foto-foto fauna menimbulkan kesan tersendiri sekaligus membuat tersenyum. Foto monyet dengan ciri khas berbeda, yaitu Yaki (Sulawesi Utara) dan Macaca Maura (Sulawesi Selatan) menarik. Kami dibuat berpikir, kedua fauna itu terdapat di Sulawesi, tapi ciri khasnya berbeda.

Foto komodo dengan leher tegak dan sorot mata tajam menggambarkan kebuasan hewan itu. Keunikan burung cekakak hutan tunggir hijau di cagar alam Tangkoko mampu memikat hati. Nama burung yang lucu membuat hati ini tertawa. Warna bulu burung cekakak juga memanjakan mata.

Ekspresi dan gaya masyarakat setempat dengan segala latar belakang tempat memberikan kisah sendiri. Foto seorang lelaki memakai tutup kepala warna merah dan nenek di jendela bilik rumahnya seakan bicara, “Segurat identitas diri”. Beberapa foto ritual  masyarakat adat setempat, seperti ritual di Pura Agung Besakih dan ritual warga Tengger pada upacara Hari Raya Karo.

[caption id="attachment_223298" align="aligncenter" width="300" caption="Foto ekspresi segurat identitas diri"]

13561739511723539232
13561739511723539232
[/caption]

Miniatur rumah adat ikut dipamerkan, yakni rumah woloan (Manado), rumah gadang (Padang), dan rumah homohada (Nias). Menariknya, pengunjung juga bisa berfoto dengan wajah masing-masing pada semacam partitur, laki-laki dan wanita sedang naik gunung.

[caption id="attachment_223302" align="aligncenter" width="300" caption="Pengunjung bisa berfoto dengan terlihat wajahnya saja"]

1356174267839579829
1356174267839579829
[/caption]

[caption id="attachment_223300" align="aligncenter" width="300" caption="Miniatur rumah Gadang (Padang)"]

1356174088422227471
1356174088422227471
[/caption]

Beberapa pengunjung datang silih berganti menikmati pameran. Hampir lebih dari satu jam kami menikmati pameran foto ekspedisi cincin api Kompas yang dibuka mulai 12-19 Desember 2012. Hujan yang membawa kami tiba siang tadi, kini cukup reda meski masih rintik-rintik.

Sebelum pulang, kami sempatkan membeli buku Ekspedisi Kompas, “Hidup Mati di Negeri Cincin Api” sebagai buah tangan. Buku ini dirancang oleh Ahmad Arif, wartawan Kompas yang memimpin ekspedisi cincin api Kompas. Suatu dokumentasi bentang alam gunung berapi di Indonesia dan kehidupan masyarakat di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun