Pertanyaan di atas memang cukup greget dan ‘wah’. Namun, bagi saya yang berusia hampir duapuluhlima tahun, pertanyaan tersebut amat bosan didengar.
Bagaimana tidak, setiap kali ada undangan pernikahan datang atau menghadiri suatu resepsi pernikahan, seringkali pertanyaan ‘kapan nyusul’, yang maksudnya ‘kapan nikah’ kerap terlontar dari teman-teman dan kenalan lainnya.
Oleh karena itu, saya kadang-kadang enggan hadir ke acara pesta pernikahan. Lebih tepatnya mood-mood-an sesuai kenyaman hati. Bukan tidak menghargai undangan si empu acara, melainkan saya malas mendengar pertanyaan yang serupa nyaris ribuan kali. Saya saja tertawa mendengar alasan sendiri.
Mengganggu
Saya tidak tahu, kenapa orang-orang di sekitar kerap menanyakan perihal ‘kapan nikah’. Mungkin hanya basa-basi, tapi apakah Anda berpikir, bagaimana perasaan hati orang yang ditanyai. Ada yang menjawab biasa-biasa saja, sekadar lewat dan meladeni pertanyaan dengan senang hati.
Ada pula yang mungkin ekspresinya seperti saya, tertawa terkekeh dilengkapi raut muka yang kurang menyenangkan dilihat. Mungkin si penanya akan bingung melihat ekspresi yang sama sekali tak bersahabat.
Mungkin pula si penanya bertanya-tanya sendiri, “Wong nanya kok disambut ekspresi nggak enak? Cuma nanya saja sensi. Padahal nanyanya kan baik-baik.”
Tidak bisa dipersalahkan juga si penanya bertanya demikian. Mereka juga tidak mungkin tahu siapa dan bagaimana diri kita. Ada pula yang kepala keras tahu alur kehidupan kita jatuh-bangun, tetap bertanya demikian enaknya.
Rasa sedikit terganggu datang menghampiri. Anda bisa saja tertawa, kok Cuma pertanyaan dua kata sampai dianggap ‘mengganggu’. Terutama mengganggu ketenangan hati.
Anda tidak akan tahu, orang yang Anda tanyai tengah berupaya memperbaiki diri dengan menerima kesendirian dulu. Untuk saat ini, jodoh belum hadir. Entah kapan hadirnya. Menikmati kesendirian rasanya jalan yang dilalui sekarang.
Saat pertanyaan ‘kapan nikah’ didengar, tebersit rasa agak minder dan gelisah. Minder karena melihat teman dan kenalan sudah di pelaminan atau sudah ada jodoh lalu mereka menunggu waktu naik pelaminan.