Corona Covid-19, aku sebagai jurnalis pun kerja dari rumah (work from home). Hari ini adalah hari kedelapan berjibaku menulis berita untuk disajikan kepada publik. Rasa galau terlupakan karena bahan materi yang akan ditulis tercukupi.
Di tengah merebaknyaDi antara Anda mungkin penasaran, bagaimana kerja jurnalis yang harus menulis berita dari rumah? Bagaimana dengan agenda liputan dan kebutuhan mengontak narasumber? Apa saja kendala jurnalis kerja dari rumah?
Sekilas pertanyaan di atas juga sempat terbayang-bayang di benakku. Sebagai jurnalis yang hari-hariku berada di lapangan, terkesiap perasaan aneh" saat mendengar kalimat kerja dari rumah. Ada sesuatu yang terasa hilang: yang tadinya biasa ke lapangan mendadak dalam situasi darurat bekerja di rumah.
Topik kerja dari rumah menjadi obrolan ringan bersama teman-teman sesama jurnalis pada Senin, 16 Maret 2020. Ya, hari Senin adalah hari terakhir terdapat agenda liputan tatap muka yang aku jalani. Di hari-hari berikutnya, konferensi pers melalui video streaming.
"Kita gimana ya ini kerja di hari-hari ke depan, rasanya aneh juga kalau kerja dari rumah. Biasanya kita di lapangan. Yah, namanya juga jurnalis lapangan," celetuk Nana (bukan nama asli) yang mulai fokus mengejar deadline di depan laptopnya.
"Memang ada yang kurang gitu ya kalau enggak ke lapangan. Pasti tetap ada konferensi pers dengan format live streaming," sahutku sambil mengetik berita.
Kami mengetik dan mengobrol sampai malam hari. Pukul 20.30 WIB barulah aku beranjak pulang, menuju stasiun. Bukan hanya kerja dari rumah saja, aku dan teman-teman lain pun kini lebih banyak saling kontak lewat chat.
Stand by Live Streaming dari Pagi
Beberapa agenda liputan tatap muka memang dibatalkan dan ditunda sampai waktu yang belum ditentukan. Sebagai gantinya, agenda konferensi pers secara daring mulai membanjiri pesan chat di ponsel.
Cukup berbekal internet dan duduk manis depan laptop, lalu menyimak pembahasan. Jurnalis tetap bisa melayangkan pertanyaan lewat tautan atau berkomentar di bagian kolom yang disediakan.
Aku mulai menyesuaikan diri bekerja dari rumah. Aktivitas pagi hari setelah mandi dan membuat kopi/teh, yakni membuka laptop. Bersiap memantau live streaming.
Aku bahkan sudah stand by dari pukul 08.00 WIB sembari mengecek agenda live streaming atau live chat lain. Untuk pemberitaan terbaru perkembangan Covid-19, ada tiga jadwal konferensi pers secara live streaming dalam sehari. Bahkan ada juga beberapa jadwal live chat dari instansi/lembaga tertentu.
"Sudah sangat cukup sebagai bahan materi tulisan sehari," pikirku."
Dari live streaming, jurnalis juga disediakan link untuk memberikan pertanyaan. Ketika live chat juga bisa menulis pertanyaan di kolom komentar.
Yang menjadi catatan, pertanyaan kita belum tentu dibacakan karena pertanyaan juga harus diseleksi. Ada tim atau moderator yang menyeleksi pertanyaannya.
Walau begitu bahan materi untuk ditulis mencukupi. Dari sesi tanya jawab kita bisa membuat tulisan, yang mana bahan materi tambahan bisa dilengkapi dari narasumber pemberitaan lain dan jurnal atau data terkait.
Telusuri Kebenaran Informasi
Tak hanya memantau live streaming, aku juga tetap harus menghubungi narasumber lewat pesan singkat dan telepon. Perkembangan kabar terbaru juga membutuhkan konfirmasi dan tambahan penjelasan lain.
Apalagi di tengah wabah Covid-19, berbagai macam info marak beredar di media sosial dan pesan chat berantai. Kabar yang hoaks pun banyak. Inilah yang membuat narasumber dibutuhkan dalam konfirmasi berita.
Contohnya saja, beberapa hari terakhir ini juga beredar nama-nama tenaga medis, baik dokter maupun perawat yang meninggal karena terinfeksi Covid-19. Aku harus mengkonfirmasi nama-nama tenaga medis tersebut dan kebenaran apakah meninggal terinfeksi Covid-19 atau tidak.
Konfirmasi ini penting karena belum tentu tenaga medis yang meninggal positif Covid-19. Mungkin dia baru menimbulkan gejala atau suspek. Informasi penyebab kematian bisa simpang siur.Â
Saking hebohnya COVID-19, seseorang bisa saja dikabarkan meninggal akibat paparan virus tersebut. Padahal, belum tentu orang yang meninggal terinfeksi Covid-19.
Selain itu, informasi volunter tenaga medis juga beredar. Seiring bertambahnya kasus Covid-19, tenaga medis yang dibutuhkan semakin banyak. Apalagi sejumlah tenaga medis juga menjalani perawatan, ada yang harus isolasi diri karena ada gejala yang mengarah ke Covid-19. Informasi pembukaan volunter dari beberapa lembaga/instansi juga perlu dicek, apakah benar atau tidak.
Lalu Lintas Chat yang Padat
Sejak diberlakukannya kerja dari rumah, lalu lintas pesan chat pun makin padat. Teringat hari Senin, 16 Maret 2020 lalu, yang mana aku masih ke lapangan. Pada hari itu, pesan chat via WhatsApp sangat padat.
Sejak pagi pukul 08.00 WIB pesan chat terus menerus berbunyi. Tak hanya dari WhatsApp Group kerja saja, melainkan grup-grup komunitas.
Informasi pun silih berganti datang. Obrolan di hari Senin pagi yang mungkin bila hari-hari biasa masih sepi dan ibarat kata Senin ambyar, mendadak berubah ramai.
Aku mulai menyortir informasi apa saja yang dapat dijadikan bahan tulisan. Baru menjelang pukul 09.00 WIB di hari Senin itu, nyaris 1.000 chat yang belum aku intip-intip.
Hingga aku memberitahukan pada sejumlah teman, 'Silakan japri bila hendak respons cepat, ada darurat atau hal-hal yang sangat urgent. Karena traffic WhatsApp sangat padat."
Tentu saja, aku tetap memantau grup yang berhubungan dengan pekerjaan, tapi saking padatnya lalu lintas chat, belum tentu langsung aku buka. Ataupun kalau aku membukanya, belum sempat sepenuhnya dibaca dengan seksama.
Beberapa grup instansi/lembaga yang aku ikuti juga mengirimkan rilis, foto-foto, dan video untuk keperluan pemberitaan. Konferensi pers yang mulai menerapkan live streaming juga dilengkapi dengan kiriman data-data pendukung dan kabar terbaru.
Di tengah padatnya lalu lintas chat WhatsApp, bahan tulisan terjamin tersedia. Aku sangat bersyukur dan mengapresiasi kinerja instansi/lembaga yang terus mengirimkan informasi terbaru.
Istirahat Sambil Peluk Bantal Guling
Ada satu hal yang menarik selama kerja dari rumah. Ketika kita istirahat, setidaknya bisa santai sejenak dan memejamkan mata di tempat tidur masing-masing. Dan sambil peluk bantal guling.
Sesuatu yang tidak biasa dilakukan di kantor atau lokasi liputan. Aku memanfaatkan satu jam istirahat dengan tidur sebentar.
Setelah makan siang dan beribadah, memejamkan mata 15 sampai 20 menit di tempat tidur nan empuk dan nyaman sukses membuat mata segar. Rasanya tenaga kembali fit.
Ketika kembali ke depan laptop dan ditugaskan menulis atau mengontak narasumber, ada secercah semangat untuk mengerjakannya. Seperti halnya mulai bekerja di depan laptop saat pagi hari.
Makan dan Ngemil Lebih Terjamin
Meski berkejaran dengan deadline, makan dan ngemil tetap jadi kebutuhan prioritas. Selama kerja dari rumah, makan dan ngemil lebih terjamin.
Makan hasil masakan rumah. Ngemil pun bukan ngemil yang aneh-aneh atau jajan di luar. Asupan makanan sehat.
Selain itu, tidak perlu juga pusing dan galau harus ngemil apa. Karena stok camilan di rumah mencukupi.
Lain cerita kalau kita di luar rumah, beli makan dan camilan harus berpikir, "Makan apa ya? Ngemil apa ya?"
Pada dasarnya, aku menghindari jajan sembarangan dan makan yang aneh-aneh. Mengurangi jajan gorengan dan makanan atau minuman dingin.
"Beli makanan yang pasti-pasti aja. Enggak usah yang aneh-aneh. Jangan juga makan dan minum dingin-dingin,"begitu pesan ibu tercinta yang selalu disampaikannya.
Alhasil, kerja dari rumah diiringi makan dan ngemil yang sehat dan terjaga kebersihannya. Buat menambah daya tahan tubuh, buah pisang dan tomat tersedia.
Tomat dimakan campur gula pasir. Aku juga minum madu. Madu terkadang aku campur dengan teh dan diminum pagi hari atau sebelum tidur. Masih ada pula stok temulawak, yang bisa dicampur madu.
Tidur Malam dengan Cepat
Apabila hari-hari kerja biasa kita harus berjuang menembus kemacetan untuk pulang, bahkan tiba di rumah malam hari. Tidur malam terkadang kurang mencukupi.
Kembali kita bangun pagi untuk bersiap berangkat kerja. Berbeda saat hari-hari kerja dari rumah, tidur dapat diatur dengan baik.
Aku bisa tidur dengan cepat. Pukul 21.00 WIB atau pukul 22.00 WIB sudah bisa tidur. Terlebih lagi mata cukup lelah setelah seharian memantau live streaming.
Tidur lebih cepat, kemudian bangun pagi keesokan hari pukul 05.30 WIB sangat membantu pulihkan tenaga. Rasa pegal pun sirna. Tubuh lebih bertenaga dan siap kembali untuk menulis berita perkembangan terbaru. Rutinitas kerja dari rumah yang kian lama terbiasa.
"Kalian kerja dari rumah, biar aku dan teman-teman jurnalis yang tetap mengabarkan berita terbaru dan terhangat."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H