Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Akrab disapa Fitri Oshin | Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024. Lebih banyak menulis kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Wajah Bahasa Indonesia Kini

17 Oktober 2012   06:37 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:45 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="" align="aligncenter" width="277" caption="Antara bangga dan malu berbahasa Indonesia"][/caption]

“…semakin ke timur (Indonesia bagian timur), bahasa Indonesia semakin baik.”

Kutipan Prof Dorojatun Kuntjoro-Jakti, PhD (Guru Besar Emeritus Universitas Indonesia) dalam diskusi dan bedah buku, Menerawang Indonesia pada Dasawarsa Ketiga Abad Ke-21 di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI, mampu mencerahkan hati dan takjub. Secercah harapan masyarakat Indonesia memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa kebanggaan. Bahasa nasional yang mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.

Indonesia terdiri dari beragam suku bangsa dari Sabang sampai Merauke. Setiap suku bangsa mempunyai karakteristik masing-masing, terutama bahasa. Bahasa menjadi pembeda akan identitas suku bangsa sekaligus alat komunikasi penting dalam hubungan antarmanusia.

Para penggagas dan pendiri bangsa Indonesia berhasil melahirkan gagasan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan. Poin ketiga dalam Sumpah Pemuda, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Perjuangan luar biasa mempersatukan rakyat Indonesia dari berbagai suku bangsa di bawah tatanan bahasa Indonesia.

Seyogianya, kita harus berbangga diri atas apa yang diperjuangkan para penggagas bangsa ini. Kebanggaan rakyat Indonesia berbahasa Indonesia. Kebanggaan bisa berkomunikasi dengan masyarakat dari suku bangsa lain memakai bahasa Indonesia.

Kemurnian dan eksistensi

Wilayah Indonesia bagian timur, seperti Papua mempunyai banyak suku dengan beragam bahasa. Untuk berkomunikasi antarsuku mau tak mau dengan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa Indonesia secara lisan oleh masyarakat setempat bisa dikatakan baik.

Mereka berbicara dengan struktur formal bahasa Indonesia, baik struktur pola kalimat maupun diksi (pilihan kata). Bagi kita sebagai kaum urban, penggunaan bahasa Indonesia di daerah—jauh dari kota besar membuat terpesona. Tampak terlihat kaku dan formalitas, tapi kemurnian bahasa Indonesia begitu terjaga.

Kita seperti mengingat kembali pelajaran bahasa Indonesia di sekolah. Itulah cara mereka bertutur kata memakai bahasa Indonesia. Selain itu, bila mereka berkomunikasi dengan sesama masih menggunakan bahasa daerahnya. Baik bahasa daerah dan bahasa Indonesia, tetap tidak kehilangan eksistensi, terjaga, terpelihara, dan tetap lestari.

Degradasi Bahasa Indonesia

Lain di timur, lain pula di barat. Kemurnian bahasa Indonesia di timur, tak tecermin pada masyarakat yang tinggal di Indonesia barat. Di Jawa, masyarakat yang tinggal di kota besar, layaknya Jakarta justru berbicara bahasa Indonesia kurang baik. Bagaimana tidak, bahasa Indonesia tercampur aduk bak gado-gado dengan bahasa asing, bahasa gaul, hingga bahasa allay yang tengah tren di kalangan generasi muda.

Faktor umum pemicu fenomena itu yakni eksistensi diri—terlihat keren dan bangga berbicara dengan menyisipkan bahasa asing. Sebagian orang biasa-biasa saja menanggapi, tapi tak sedikit yang mengkritisi hal tersebut. Kenyataannya, tak patut dibanggakan.

Pergunakanlah bahasa Indonesia dengan baik dan benar, kalimat ini harus menjadi catatan penting kita berbicara memakai bahasa Indonesia. Istilah-istilah bahasa Indonesia mampu mengimbangi kata-kata serapan bahasa asing. Namun, ada pula istilah bahasa asing yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.

Sifat rendah diri

Kosakata Bahasa Indonesia begitu beragam. Pertanyaan terbesar, mengapa sebagian masyarakat masih berbicara ala kebarat-barat-an? Hantaman bahasa asing, terutama bahasa Inggris menjadi bagian tak terpisahkan. Bahkan seseorang yang berintelektual, berpendidikan tinggi, ataupun lulusan universitas ternama di luar negeri sering menyisipkan istilah asing tatkala berbicara memakai bahasa Indonesia.

Pemandangan yang umum dan lazim, namun sungguh disayangkan. Hal itu menunjukkan sifat rendah diri kita sebagai bangsa Indonesia. Rendah diri karena kurang mampu berbahasa Indonesia dengan baik. Malu dan tidak percaya diri akan bahasa sendiri.

Pendidikan tinggi dan maraknya bahasa asing yang masuk ke Indonesia, bukan mengikis bahasa Indonesia semakin terpinggirkan dan dipandang sebelah mata. Kita harus malu pada warga negara asing yang berlomba-lomba mempelajari bahasa Indonesia. Bukankah itu berarti bahasa Indonesia begitu menarik?

Sifat rendah diri kita mesti dihilangkan. Eksistensi dan nasib perkembangan bahasa Indonesia berada dipundak kita masing-masing. Bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa Indonesia tak kalah dari bahasa-bahasa negara lain. Kewajiban kita menjaga dan melestarikan bahasa Indonesia.

Kebanggaan berbahasa Indonesia menunjukkan wajah rakyat Indonesia yang mencintai negeri ini. Bertumpah darah satu, bertanah air satu, dan menjunjung bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun