[caption id="attachment_319687" align="aligncenter" width="640" caption="Persiapan penghitungan suara ulang dengan menumpuk surat suara berdasarkan nomor partai di TPS 18 Kel. Depok Jaya, area Dapil Jawa Barat VI (Dok: Pribadi)"][/caption]
“Saya sudah menghitung sampai tiga kali, tapi kok kurang dua suara ya? Dua suara lagi tidak tercatat kah? Jumlah suara (sah) yang tercatat di papan, bila dijumlahkan dengan surat suara yang tidak sah ternyata tidak imbang hasilnya dari jumlah keseluruhan daftar pemilih…”
Tiba-tiba nuansa riuh melanda tim KPPS tatkala mendengar Ketua KPPS berbicara demikian. Ekspresi kebingungan terpancar dari wajah mereka. Seluruh tim KPPS, para saksi dari parpol, dan beberapa warga yang menyaksikan penghitungan suara berkumpul di depan papan pencatat penghitungan suara.
Saya yang menyaksikan penghitungan suara di TPS 18, bertempat di Kelurahan Depok Jaya, area Daerah Pemilihan Jawa Barat VI (Kota Bekasi dan Kota Depok) turut merasakan kebingungan. Ketidaksesuaian jumlah penghitungan surat suara tingkat DPRD Provinsi Jawa Barat tersebut harus kembali dihitung ulang.
Penghitungan surat suara tingkat DPRD Provinsi Jawa Barat merupakan penghitungan kedua setelah tingkat DPRD Kabupaten/Kota Depok. Kotak suara dibuka pukul 15.44 WIB, kemudian penghitungan baru dimulai pukul 16.06 WIB.
Ngobrol
Sore telah tiba, tim KPPS seakan berkejaran dengan waktu untuk menyelesaikan penghitungan surat suara. Suasana di luar TPS semakin ramai dengan teriakan dan candaan anak-anak yang bermain. TPS tempat saya mencoblos berhadapan langsung dengan lapangan rumput.
Penghitungan suara tetap berjalan, sebelum memulai penghitungan suara, Ketua KPPS memberikan imbauan agar anggota KPPS yang bertugas mencatat suara di papan penghitungan suara tetap konsentrasi. Pencatat hitung suara dilakukan oleh dua orang anggota KPPS. Sebab papan penghitungan suara yang dipergunakan berjumlah dua buah.
Selama penghitungan suara, salah satu anggota KPPS yang bertugas mencatat suara kerap kali mengobrol dengan orang lain. Ia menanggapi pertanyaan dari orang yang datang silih-berganti terkait kotak suara apa yang dihitung maupun jumlah daftar pemilih yang hadir di TPS.
Setiap suara yang dibacakan untuk dicatat di papan penghitungan suara mesti diulang berkali-kali. Hal itu disebabkan si pencatat tidak mendengar suara (partai atau caleg) yang dibacakan akibat mengobrol dengan orang lain. Si pencatat juga telah ditegur berkali-kali oleh Ketua KPPS dan sesama anggota KPPS lain.
Tentunya, menjadi hambatan dan terkesan waktu sepersekian menit terbuang sia-sia. Seharusnya si pencatat suara langsung “beraksi” mencatat penghitungan suara saat pembacaan hasil suara selesai dengan kata “Sah”.
Misal, anggota KPPS yang membacakan surat suara telah lantang bersuara, “Partai 10, nomor urut 3. Sah.” Secara tanggap langsung, si pencatat segera mencatat suara tersebut. Sayang sekali, hambatan “mengobrol” membuat Ketua KPPS mengulang ucapan,
“Aduh, jangan ngobrol. Tolong ditunda mengobrolnya. Saya sudah bilang jangan ada banyak suara dulu…”
Setiap ditegur seperti itu, si pencatat hitung suara pun kaget,
“Oh, iya. Tadi (partai atau caleg) apa ya?”
Ketidakfokusan salah satu anggota KPPS yang bertugas mencatat di papan penghitungan suara inilah yang menjadi permasalahan dalam kacamata saya sebagai warga biasa yang menyimak langsung penghitungan suara. Selain itu, sempat terlihat anggota KPPS bagian yang melipat surat suara setelah suara dibacakan untuk dicatat, tengah mengobrol.
Entah kesalahan teknis apa yang mengakibatkan suara yang tercatat di papan penghitungan suara menjadi kurang dua suara. Apakah ketertinggalan mencatat yang dilakukan pencatat hitung suara atau ada keterselipan antara surat suara yang sah dan tidak sah di bagian pelipatan surat suara?
Kemungkinan keduanya bisa terjadi atau ada penyebab lainnya. Yang tertangkap jelas justru “mengobrol” menjadi faktor signifikan sehingga anggota KPPS menjadi tidak konsentrasi. Boleh saja ada komentar-komentar “jenaka” menanggapi surat suara yang tidak sah, tapi konsentrasi tidak hilang.
Hitung ulang
Jalan keluar yang terbaik adalah penghitungan ulang. Dua suara yang tidak tercatat diselidiki kembali dengan melakukan hitung ulang. Kerja keras tim KPPS begitu berat. Saya memandang betapa penghitungan ulang surat suara sama saja artinya dengan dua kali kerja.
Penghitungan satu kotak suara membutuhkan waktu sekitar satu jam. Tentu saja, belum termasuk persiapan membuka kotak suara dan menempelkan lembar hitung suara di papan penghitungan suara. Persiapan lima belas menit, ditambah sesi hitung suara sekitar satu jam.
Waktu berdentang pukul 17.00 WIB yang mestinya selesai, mau tidak mau terjadi penghitungan ulang menjadi satu jam lebih ke depan, waktu yang dibutuhkan semakin lama dan terbilang cukup panjang.
[caption id="attachment_319688" align="aligncenter" width="640" caption="Mulai mengurutkan surat suara untuk dihitung ulang (Dok: Pribadi)"]
Tim KPPS segera melakukan persiapan hitung ulang dengan menumpuk, mengumpulkan, dan mengurutkan surat suara berdasarkan nomor partai dalam keadaan surat suara terbalik. Bagian belakang surat suara berwarna putih terletak di bagian atas. Kursi-kursi pun dijejerkan untuk menaruh surat suara tersebut.
[caption id="attachment_319689" align="aligncenter" width="640" caption="Surat suara yang dijejerkan di atas kursi (Dok: Pribadi)"]
Bentuk perjuangan yang tak terkira dari tim KPPS. Kekeliruan dan kesalahan salah satu anggota menjadi tanggung jawab tim. Ini adalah kerja tim. Sikap fokus dan konsentrasi saat penghitungan surat suara amat diperlukan bagi setiap anggota KPPS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H