Hujan yang mendadak turun membuat lelaki itu menepikan motornya di pinggir jalan. Perempuan berkemeja jingga yang bersamanya, sibuk menutupi kepalanya dengan map plastik di tangan kanannya. Setengah merutuk menghindari hujan, berteduh di depan toko bangunan yang pintunya sudah tertutup rapat.
Lelaki itu melepas jaketnya yang setengah basah lalu menyodorkan pada perempuan jingga yang menggigil di sampingnya. Persis yang akan dilakukan semua tokoh pria dalam cerita roman. Tanda perlindungan. Seperti seorang ksatria yang rela melepas tameng demi putri yang dicintainya. Tak peduli jika pedang tajam menyobek kulitnya, asalkan perempuan terkasih tak tergores sedikit pun.
Perempuan itu menggeleng.
Lelaki itu memaksa.
“Nanti kamu sakit,” katanya. Dengan tatapan peduli yang tak dibuat-buat.
Perempuan itu tertegun bimbang. Menerima petanda maju setapak, sedangkan menolak artinya tak menghormati niat baik lelaki bermata gemintang di sampingnya. Walau hanya dipinjami jaket, namun mampu mengusutkan pikirannya.
Setelah cukup lama sibuk menimbang-nimbang akhirnya dengan ragu-ragu, perempuan itu mengambil jaket itu dari tangannya.
Lelaki itu tersenyum.
Matanya bercahaya.
Bagi perempuan itu, hujan sudah berhenti.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H