Mohon tunggu...
Fitri Eka Dani
Fitri Eka Dani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa-Universitas Jambi

Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sengketa Tanah antara Warga dengan Pemerintah Terkait Pembangunan Infrastruktur

8 Desember 2024   10:47 Diperbarui: 8 Desember 2024   10:52 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Berita Fajar Timur

Negara Indonesia sedang menunjukkan perkembangan kondisi perekonomian yang sangat baik. Semakin membaiknya kondisi pertumbuhan ekonomi tersebut, tentunya akan mendorong peningkatan kebutuhan akan berbagai infrastruktur. Apabila semakin baik keadaan infrastruktur, maka semakin baik pula pengaruhnya terhadap interaksi sosial dan keadaan ekonomi suatu wilayah serta dapat memicu kemajuan dan perkembangan suatu wilayah (Zulfikar, 2017). Hal ini tidak akan terlepas dari persoalan tanah, karena hampir di setiap kegiatan usaha pembangunan memerlukan tanah sebagai sarananya. Sengketa tanah antara warga dengan pemerintah terkait pembangunan infrastruktur merupakan salah satu isu yang kerap muncul dalam dinamika pembangunan di Indonesia. Pembangunan infrastruktur yang bertujuan untuk kemajuan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sering kali berhadapan dengan masalah klaim hak atas tanah, baik yang melibatkan individu maupun kelompok. Ketidaksepahaman tentang kepemilikan lahan, proses pembebasan tanah, serta ganti rugi yang tidak memadai, seringkali memicu konflik antara pihak yang berkepentingan. Konflik ini muncul ketika pemerintah membutuhkan lahan untuk proyek pembangunan, seperti pembangunan jalan, jembatan, bandara, atau fasilitas umum lainnya. Di sisi lain, masyarakat yang tinggal atau menguasai tanah tersebut merasa haknya terancam.

Di Indonesia, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 menjadi dasar hukum yang mengatur hak atas tanah. Berdasarkan UUPA, pemerintah memiliki kewenangan untuk mengelola tanah untuk kepentingan umum, termasuk pembangunan infrastruktur. Namun, pemerintah juga harus memperhatikan hak warga yang tanahnya terkena proyek pembangunan, yang diatur dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Menurut undang-undang ini, pemerintah diwajibkan untuk memberikan ganti rugi yang adil dan sesuai dengan nilai tanah yang diambil. Proses pengadaan tanah harus transparan dan melibatkan musyawarah antara warga dan pemerintah. Namun, kenyataannya seringkali muncul sengketa karena kurangnya kesepahaman mengenai ganti rugi yang layak atau masalah administrasi pertanahan yang tidak jelas.

Contoh nyata dari sengketa tanah ini terjadi dalam kasus pembangunan Bandara Yogyakarta International Airport (YIA). Pembangunan bandara YIA merupakan suatu pembangunan yang bersifat mendesak dan diperuntukkan bagi kepentingan umum. Sebagian tanah yang digunakan untuk pembangunan bandara tersebut milik warga yang harus diganti rugi. Namun, sejumlah warga merasa bahwa ganti rugi yang diberikan pemerintah tidak sesuai dengan nilai ekonomi tanah mereka dan proses pembebasan tanah tersebut tidak transparan. Dalam beberapa kasus, warga juga menganggap bahwa mereka tidak diberi kesempatan yang cukup untuk berdialog atau bernegosiasi mengenai kompensasi yang layak. Kasus ini menggambarkan betapa sensitifnya masalah pembebasan tanah bagi pembangunan infrastruktur. Di satu sisi, pembangunan bandara tersebut penting untuk meningkatkan konektivitas dan perekonomian daerah. Akan tetapi, di sisi lain, warga merasa hak mereka terabaikan. Pada dasarnya, tujuan pembangunan adalah peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat, tetapi di antara perspektif yang berbeda juga dapat memiliki rumusan yang berbeda tentang kesejahteraan masyarakat (Soetomo, 2006:42). Maka dari itu, sengketa ini bisa memunculkan ketidakpercayaan warga terhadap pemerintah dan proses hukum yang dianggap tidak adil.

Permasalahan ini sering terjadi karena kurangnya komunikasi yang jelas antara pemerintah dan masyarakat, serta ketidakpastian mengenai kompensasi yang layak. Pemerintah seringkali fokus pada aspek teknis dan ekonomi pembangunan, sementara warga merasa hak mereka atas tanah yang sudah mereka miliki dan kelola dihargai rendah. Kurangnya transparansi dalam proses pembebasan lahan juga dapat memicu ketidakpercayaan, yang pada akhirnya mengarah pada sengketa. Pemerintah harus mengutamakan pendekatan yang lebih humanis dan transparan dalam menyelesaikan sengketa tanah ini. Proses pembebasan tanah harus dilakukan dengan melibatkan konsultasi yang lebih intensif dengan warga serta memberikan mereka kesempatan untuk menyampaikan keberatan dan mendiskusikan solusi yang adil. Kompensasi yang layak dan wajar juga sangat penting, tidak hanya dalam bentuk uang, tetapi mungkin juga dalam bentuk penyediaan tanah pengganti yang setara atau peningkatan akses terhadap sumber daya lain.

Dalam hal penilaian ganti rugi, pemerintah sebaiknya melibatkan pihak independen yang memiliki kredibilitas dalam menentukan nilai tanah secara objektif. Jika terjadi perbedaan pendapat mengenai ganti rugi, jalur hukum melalui pengadilan atau lembaga penyelesaian sengketa tanah bisa menjadi opsi terakhir yang bisa ditempuh. Pada akhirnya, pembangunan infrastruktur seharusnya tidak hanya dilihat dari segi ekonomi, tetapi juga dari segi sosial. Pemerintah perlu mengutamakan keadilan sosial dalam setiap kebijakan yang diambil. Dengan begitu, meskipun pembangunan berjalan, hak-hak warga tetap dihargai dan dilindungi. Pembangunan yang adil adalah pembangunan yang tidak hanya menguntungkan sebagian pihak, tetapi juga memperhatikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun