Kabupaten Jepara yang terletak pada bagian utara provinsi Jawa Tengah adalah salah satu daerah yang didiami masyarakat yang turun-temurun tinggal di kawasan Laut Jawa bagian barat dan utara. Masyarakat Jepara sebagaimana halnya masyarakat pantai lainnya memusatkan kehidupan, serta mata pencaharian sebagai nelayan dan petani.Â
Oleh karena masyarakat Jepara hidup pada kawasan pantai termasuk wilayah pesisir, maka mereka dikenal sebagai penganut agama Islam. Nelayan merupakan salah satu mata pencaharian penduduk Jepara. Kebanyakan dari nelayan ini hanya sebagai seorang pelaut, yang penghasilannya hanya cukup digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari.
Kehidupan masyarakat di Jepara salah satunya desa Troso kecamatan Pecangaan tidak hanya berfokus pada masalah kehidupan nelayan, tetapi juga pengrajin kain tenun yang merupakan salah satu jenis mata pencaharian penduduk disana. Industri kain tenun troso merupakan salah satu sektor penghidupan masyarakat yang mengembangkan teknologi produksi. Saat ini Industri yang sedang berkembang pesat di desa Troso ialah Tenun Troso. Tenun Troso adalah satu artefak dalam budaya yang berperan sebagai salah satu jati diri omasyarakat Jepara.
Masyarakat Troso terampil dalam usaha pembuatan kain Tenun Troso. Umumnya setiap wanita dewasa di Desa Troso memiliki keterampilan menenun, bahkan hampir keseluruhan wanita dewasa sekarang pekerjaannya adalah bertenun. Kain Tenun Troso adalah karya seni halus dan memerlukan ketekunan dan kesabaran. Hal ini karena proses pembuatannya masih menggunakan alat tradisional dan dikerjakan secara manual. Setiap pembeli atau konsumen kadang-kadang mendatangi sendiri para perajin dan meminta dibuatkan tenunan tertentu sesuai keinginan mereka. Ketertarikan banyak konsumen dengan industri kerajinan tenun ini, karena desain atau motif tenunan asal daerah tersebut memiliki nilai seni budaya yang cukup tinggi.
Proses dalam membuat kain Tenun Troso adalah menyiapkan benang dengan warna sesuai motif yang akan dibuat. Kemudian membuat lembaran kain dari benang kroto dan benang CSM dengan menggunakan alat tradisional yang bernama ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin). ATBM hanya digunakan untuk membuat kain dengan jenis blanket dan untuk membuat kain polosan.Â
Untuk jenis kain border patindik menggunakan ATBM untuk membuat kain polosannya sedangkan untuk bordirnya menggunakan mesin modern. Langkah selanjutnya setelah pembuatan kain selesai, kain dilepaskan dari mesin kemudian dipotong sesuai dengan permintaan pasar atau umumnya 3 m x 120 cm.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H