Budaya konsumtif telah menyusup ke dalam jaringan komunikasi kita, merombak norma sosial dan pola perilaku masyarakat modern. Di era di mana nilai-nilai konsumsi sering diutamakan, komunikasi memainkan peran sentral dalam memperkuat dan mengubah dinamika sosial.
Pertama-tama, media massa dan jejaring sosial memainkan peran utama dalam membentuk citra diri dan identitas kolektif. Melalui iklan, influencer, dan konten digital lainnya, kita diperkenalkan pada standar kecantikan, gaya hidup, dan pencapaian material yang seringkali memengaruhi bagaimana kita memandang diri sendiri dan orang lain.
Selanjutnya, tekanan budaya konsumtif memperkuat aspek "penampilan" dalam komunikasi. Bukan lagi hanya kata-kata atau ide-ide yang disampaikan, tetapi juga status sosial yang diukur melalui merek, barang mewah, dan gaya hidup glamor. Hal ini dapat menciptakan kesenjangan sosial dan memperkuat ketidaksetaraan dalam masyarakat.
Namun, seiring dengan pertumbuhan kesadaran akan dampak lingkungan dan kebutuhan akan makna yang lebih dalam, ada gerakan yang menentang budaya konsumtif ini. Komunikasi di dalam gerakan-gerakan ini, baik melalui aktivisme online maupun aksi nyata, memperjuangkan nilai-nilai keberlanjutan, kesederhanaan, dan kesejahteraan sosial.
Oleh karena itu, di tengah pusaran budaya konsumtif, penting bagi kita untuk mempertimbangkan bagaimana komunikasi memainkan peran dalam membentuk dan mengubah norma sosial kita. Kita perlu mempertanyakan apa yang kita konsumsi secara mental, emosional, dan fisik, serta bagaimana perilaku komunikasi kita dapat memberdayakan, bukan merusak, kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.