Sejak musim panas tahun lalu saya menetap di kota kecil ini untuk tujuan studi. Speyer nama kotanya, terletak di negara bagian Rheinland Pfalz, Jerman. Mungkin banyak yang sudah mengenal bahwa negara ini terkenal dengan penegakan hukum yang kuat, sehingga tidak salah jika dijuluki „Juristenmonopol“, negara yang pemerintahan nya dikuasai oleh ahli/pakar hukum. Ada pengalaman menarik yang ingin saya bagikan sehubungan dengan penegakan peraturan yang ketat di negeri ini.
Suatu malam di musim panas saya latihan badminton dengan menggunakan sepeda pinjaman dari teman. Usai latihan, saya pulang dan tak lupa menyalakan lampu sepeda, karena cuaca sudah mulai remang. Tapi setelah saya utak-atik, lampu sepeda tak bisa nyala. Akhirnya karena takut malah merusak barang milik orang lain saya putuskan untuk tancap saja, tanpa menggunakan lampu. Saya pikir, saya masih dapat melihat jalanan dengan jelas.
Melintasi pusat kota saya mengayuh sambil memperhatikan pejalan kaki yang lalu lalang dan melintas. Tak lama berselang saya melihat sebuah mobil tipe sedan dari arah berlawanan, yang berjalan pelan, semakin dekat dan akhirnya salah seorang penumpang mobil berseru, „Hei, berhenti!“. Saya sempat ge-er dan membatin, “siapa pula orang yang kenal saya disini“. Saat itu saya belum dua bulan menetap.
Begitu saya turun dari sepeda sementara mereka (berdua) tetap di mobil barulah jelas bagi saya bahwa mereka adalah petugas patroli polisi. Maka tanya jawab pun dimulai: “Kenapa Anda tidak menyalakan lampu”. Deg..saya langsung berdebar-debar dan saat itu sadar bahwa saya sedang berada di..di..Jerman. Hhhh…!!! Jawab saya, “Saya sudah coba nyalakan, tapi tidak bisa”.
Bodohnya saya lagi, kenapa tidak bisa menyalakan lampu sepeda yang sangat sederhana itu? Prinsip nya tinggal tempelkan kepala dinamonya ke roda, maka lampu akan nyala, ya kan? Polisi berkata lagi, ”Yah, Anda harus menyalakan lampu sepeda, seperti halnya mobil menyalakan lampu jika cuaca sudah gelap”. Duh, mati deh..keringet dingin juga sambil coba utak-atik lagi. Ya Allah…tolonglah hambamu..! Polisi sembari memperhatikan bertanya lagi,”Anda tidak sedang mabuk, kan?”. Kaget mendapat pertanyaan seperti itu, spontan saya berdiri tegak dan bergumam, “Sialan, pikirnya gue sape, kagak liat ape gue pake krudung gini, kagak mungkin mabok lah”. Lalu saya jawab,”Tentu saja tidak, saya baru selesai latihan badminton dengan teman-teman kampus”. Dan saya oprek lagi lampu sepeda yang akhirnya bisa nyala juga. Ternyata hanya perlu ditekan lebih kencang untuk mengubah posisi dinamo. Hhh..legaaa, dan polisi pun berlalu sambil berpesan,”Lain kali Anda harus lebih memperhatikan peraturan lalu lintas, ya”.
Sepanjang sisa perjalanan pulang saya berfikir, ya ampun..cuma lampu sepeda? Lagi pula belum lah gelap. Tapi itu lah peraturan, yang mesti ditegakkan. Karena jika tidak, bisa saja mengakibatkan kecelakaan, baik diri sendiri maupun pengguna jalan lain.
Pikiran saya melayang ke tanah air, berapa banyak pelanggaran yang dilakukan pengendara sepeda motor misalnya, dan berapa yang (dapat) ditindak oleh aparat polisi. Saya membayangkan jika polisi Jerman diberi kesempatan praktek seminggu saja bertugas di jalan raya di Jakarta misalnya, mungkin baru sehari sudah mabok (maksudnya nyerah..), dan minta pulang…Oya, tentang pertanyaan menyangkut kondisi “mabuk” tadi, setelah sampai di rumah baru saya paham, bahwa itu adalah pertanyaan standar petugas yang disampaikan kepada pelanggar peraturan (maklum belum pernah melanggar).
Inilah salah satu contoh negara hukum yang sangat ketat dan juga konsekuen dalam penegakan hukumnya. Negara kita kapan ya seperti ini? Yuk mulai dari diri sendiri, dengan mematuhi peraturan yang ada. Selain untuk menciptakan ketertiban umum, juga untuk keselamatan diri masing-masing, betul?
Salam kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H