Saya bersama tim Luvtrip lainnya, mendapat kesempatan menarik dengan berkunjung sekaligus berdialog dengan pegiat desa wisata di Jawa Tengah. Dua desa yang dikunjungi yaitu Desa Wisata Lerep Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten-Semarang dan Desa Wisata Somongari, Kecamatan Kaligesing-Kabupaten Purworejo. Dua desa wisata tersebut merupakan pilot project program pendampingan Luvtrip dengan Forum Komunikasi Pokdarwis se-Jawa Tengah. Namun, pada tulisan kali ini, saya akan menguraikan khusus tentang Desa Wisata Lerep.
Desa Wisata Lerep dapat ditempuh kurang lebih 30-45 menit dari pusat Kota Semarang. Sebuah lokasi desa wisata yang menawarkan keseruan alam-budaya sekaligus kehangatan warganya. Saat perjalanan dari Kota Semarang menuju Desa Lerep, tracking memang didominasi oleh lekukan jalan dengan sesekali terasa adanya tanjakan. Namun, jangan khawatir karena medan yang ditempuh terbilang mudah baik bagi roda dua maupun roda empat. Papan penunjuk arah menuju kawasan desa juga tersedia dengan jelas, sehingga pengunjung baru tidak perlu galau dalam menemukan titik pusat Desa Wisata Lerep. Aspal yang terbentang juga terasa lancar, meskipun sesekali ban mobil terantuk pada lubang kecil aspal.
Kami tiba di lokasi sekitar jam 12.10 WIB, lebih awal dari jadwal kedatangan kami yang seharusnya. Namun, hal itu bukan menjadi masalah atau kami menjadi terabaikan, justru para pengelola desa wisata dan pengurus kelompok sadar wisata menyambut dengan ceria. Kami mendapati lahan seluas kurang lebih 1 ha yang dikelola, tertata dengan rapi dan terstruktur antara bangunan dan hamparan hijau tumbuhan. Kondisi demikian tentu sangat memanjakan mata pengunjung karena kesan sejuk dan asri terasa langsung menyeruak.
ANEKA PAKET WISATA EDUKATIF NAN INSPIRATIF
Saya merasa beruntung, karena sambil berdiskusi tentang situasi, tantangan, dan perjuangan para penggerak desa wisata Lerep sejak 2015, kami ditemani kudapan khas seperti getuk dan minuman daun telang jeruk nipis yang sehat. Kami juga semakin nyaman dengan suguhan soto Semarang yang khas sebagai jamuan makan siang.
Tak menunggu waktu lama, kami mulai diajak berkeliling di Desa Wisata Lerep. Destinasi pertama yaitu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pembuatan aneka keripik dan peyek. Saat berkunjung, kami juga dapat melihat proses produksi peyek kacang dan keripik daun bayam. Hal yang mengasyikan adalah kami juga dapat mencicipi camilan tersebut dalam kondisi fresh from the wajan (alat penggorengan). Proses pembuatan juga menarik karena pemilik masih memanfaatkan kayu bakar dan remahan hancur sisa keripik yang tidak laku terjual menjadi bahan bakar pendukung kayu. Sungguh tidak ada yang tersisa!
Kami mendapat ilmu baru tentang bagaimana memahami proses produksi hingga penjualan keripik tersebut. Menariknya, pemasaran keripik/peyek ini cukup unik, karena kadang dijual tanpa merk sticker atau polosan, dan dijual dalam partai besar. Ini menjadi salah satu analisis proses rantai pasok yang cukup menarik. Kami segera bergegas ke kampung naga setelah perbincangan seru dan waktu semakin senja.
Selanjutnya, kami sudah menapaki kampung naga dan mendapati pepohonan buah naga merah yang menjulang di setiap halaman rumah. Beliau adalah Pak Slamet, sebagai penggagas berkembangnya kampung naga di Desa Lerep. Setiap masa panen, tamu yang berkunjung juga berkesempatan menikmati buah naga merah yang kaya nutrisi.
Salah satu pengelola Desa Wisata Lerep juga berinovasi membuat olahan buah naga menjadi produk seperti selai dan sirup. Bagi warga Lerep, keberadaan kampung naga ini menjadi satu hal yang unik. Oleh sebab itu, untuk kemitraan bersama Luvtrip, pembentukan kampung tematik juga menjadi rencana aksi kegiatan.
Tidak hanya menjelajah berkeliling desa dan mencoba kuliner khas. Kami juga belajar membuat mainan wayang suket “wayang rumput”. Kegiatan membuat wayang suket menjadi salah satu aktivitas menyenangkan, karena sejenak mengajak kenangan melenggang ke masa lampau. Wayang ini dibuat menggunakan rumput yang sudah kering, lalu dirangkai dengan teknik khusus, sehingga tiap jalinannya secara perlahan membentuk bagian tubuh wayang. Mulai dari konde atau blangkon, wajah, hidung, tangan hingga kaki. Semua tersimpul secara unik dan dapat dipadukan dengan wayang lain untuk digunakan wadah permainan dan berinteraksi.
RUMAH TINGGAL “SENENG”
Setelah seharian penuh menikmati aktivitas berwisata, tim Luvtrip berkesempatan menginap di sebuah homestay yang selalu membawa kebahagiaan, homestay “Seneng”. Sebuah homestay yang mampu memberikan kehangatan sekaligus keceriaan untuk tinggal bukan hal yang mudah.
Tidak hanya sekedar bangunan yang rapi dan bersih, melainkan pemilik sebagai nuansa utama. Ya, ibu Seneng namanya. Beliau adalah pemilik sekaligus pengelola homestay “Seneng” yang sudah beroperasi lebih dari 5 tahun. Bahkan sudah mengantongi sertifikat kebersihan, kesehatan, keamanan, dan kelestarian lingkungan (CHSE) di tahun 2018.
Hal lain yang juga berkesan adalah konsep makan malam all we can eat dengan menu khas pedesaan yang berbeda di setiap sajiannya. Pada malam hari kami menikmati menu tumis santan daun ubi ketela, dipadukan dengan lele dan tempe goreng, telur asin, dan sambal terasi yang khas.
Suasana Desa Lerep yang sejuk semakin menambah lahap makan malam bersama kala itu. Keesokan harinya, ibu Seneng juga menyiapakan sarapan lain yang tak kalah mengenyangkan supaya kami dapat menjelajah keindahan Desa Lerep. Satu hal lagi, meja ruang tamu tidak pernah kosong dengan beraneka kue tradisional dan keripik. Pasti kenyang!
Selain mampu mengelola akomodasi, ibu Seneng juga merupakan pengurus Kelompok Wanita Tani (KWT) Sumber Hasil di Desa Lerep. Beliau juga aktif sebagai pelaku UMKM dengan berkreasi produk olahan dari susu, salah satunya yaitu permen susu. Dalam waktu senggangnya beliau memproduksi olahan susu segar yang dibeli dari petani sapi perah di sekitar Desa Lerep.
Rasa permen susu yang khas dengan bahan alami, cocok menjadi salah satu oleh-oleh bagi keluarga atau rekan dari Desa Wisata Lerep. Jangan khawatir, berbagai oleh-oleh di Desa Lerep harganya juga masih sangat terjangkau berkisar Rp 15.000 - Rp 20.000.
Selama dua hari, kami berkesempatan menikmati fasilitas seru yaitu menjelajah kawasan perbukitan dan perkebunan kopi. Kopi di Desa Wisata Lerep terdiri dari jenis robusta, arabica, dan excelsa.
Seusai berpetualang di kebun kopi dan menikmati santap malam, Luvtrip mendapati kelompok pegiat wisata melakukan koordinasi untuk menyambut tamu lain yang akan tiba esok hari. Sangat erat dan hangat proses diskusinya.
Tak lama kemudian, kami bercengkrama bersama dengan membahas langkah nyata yang dapat dilakukan antara Luvtrip dengan Desa Wisata Lerep, tidak lain untuk menguatkan ekonomi lokal melalui usaha dan pariwisata dengan memperhatikan sisi keberlanjutan lingkungan.*
*Fitria Sari [fitria.sari@luvtrip.id]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H