Mohon tunggu...
Fitria Sari
Fitria Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Chief Operating Officer Luvtrip

Antusias dengan isu pemberdayaan komunitas dan pengembangan perempuan. Saya memiliki minat khusus pada sektor pariwisata, karena melalui pariwisata yang bertanggung jawab dapat menjadi pendukung kuat untuk mendorong ekonomi lokal dan lingkungan yang berkelanjutan. Selain dedikasi pada pekerjaan, saya juga memiliki hobi yang mendukung misi profesional tersebut. Saya sangat menyukai traveling, menjelajahi tempat-tempat baru, dan menikmati kuliner khas dari berbagai daerah. Pengalaman ini tidak hanya memperkaya pengetahuan tentang budaya dan tradisi lokal, tetapi juga memberikan perspektif baru yang saya dapat diterapkan bagi pengembangan komunitas dan pariwisata yang saya kelola

Selanjutnya

Tutup

Trip

Desa Wisata Lerep: Kegembiraan dalam Nuansa Pedesaan

18 Juni 2024   10:26 Diperbarui: 18 Juni 2024   10:44 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Titik Kumpul Desa Wisata Lerep. Dok: Pribadi 

Saya bersama tim Luvtrip lainnya,  mendapat kesempatan menarik dengan berkunjung sekaligus berdialog dengan pegiat desa wisata di Jawa Tengah. Dua desa yang dikunjungi yaitu Desa Wisata Lerep Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten-Semarang dan Desa Wisata Somongari, Kecamatan Kaligesing-Kabupaten Purworejo. Dua desa wisata tersebut merupakan pilot project program pendampingan Luvtrip dengan Forum Komunikasi Pokdarwis se-Jawa Tengah. Namun, pada tulisan kali ini, saya akan menguraikan khusus tentang Desa Wisata Lerep.

Desa Wisata Lerep dapat ditempuh kurang lebih 30-45 menit dari pusat Kota Semarang. Sebuah lokasi desa wisata yang menawarkan keseruan alam-budaya sekaligus kehangatan warganya. Saat perjalanan dari Kota Semarang menuju Desa Lerep, tracking memang didominasi oleh lekukan jalan dengan sesekali terasa adanya tanjakan. Namun, jangan khawatir karena medan yang ditempuh terbilang mudah baik bagi roda dua maupun roda empat. Papan penunjuk arah menuju kawasan desa juga tersedia dengan jelas, sehingga pengunjung baru tidak perlu galau dalam menemukan titik pusat Desa Wisata Lerep. Aspal yang terbentang juga terasa lancar, meskipun sesekali ban mobil terantuk pada lubang kecil aspal.

Kami tiba di lokasi sekitar jam 12.10 WIB, lebih awal dari jadwal kedatangan kami yang seharusnya. Namun, hal itu bukan menjadi masalah atau kami menjadi terabaikan, justru para pengelola desa wisata dan pengurus kelompok sadar wisata menyambut dengan ceria. Kami mendapati lahan seluas kurang lebih 1 ha yang dikelola, tertata dengan rapi dan terstruktur antara bangunan dan hamparan hijau tumbuhan. Kondisi demikian tentu sangat memanjakan mata pengunjung karena kesan sejuk dan asri terasa langsung menyeruak.

ANEKA PAKET WISATA EDUKATIF NAN INSPIRATIF

Saya merasa beruntung, karena sambil berdiskusi tentang situasi, tantangan, dan perjuangan para penggerak desa wisata Lerep sejak 2015, kami ditemani kudapan khas seperti getuk dan minuman daun telang jeruk nipis yang sehat. Kami juga semakin nyaman dengan suguhan soto Semarang yang khas sebagai jamuan makan siang. 

Tak menunggu waktu lama, kami mulai diajak berkeliling di Desa Wisata Lerep. Destinasi pertama yaitu pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pembuatan aneka keripik dan peyek. Saat berkunjung, kami juga dapat melihat proses produksi peyek kacang dan keripik daun bayam. Hal yang mengasyikan adalah kami juga dapat mencicipi camilan tersebut dalam kondisi fresh from the wajan (alat penggorengan). Proses pembuatan juga menarik karena pemilik masih memanfaatkan kayu bakar dan remahan hancur sisa keripik yang tidak laku terjual menjadi bahan bakar pendukung kayu. Sungguh tidak ada yang tersisa!

Kami mendapat ilmu baru tentang bagaimana memahami proses produksi hingga penjualan keripik tersebut. Menariknya, pemasaran keripik/peyek ini cukup unik, karena kadang dijual tanpa merk sticker atau polosan, dan dijual dalam partai besar. Ini menjadi salah satu analisis proses rantai pasok yang cukup menarik. Kami segera bergegas ke kampung naga setelah perbincangan seru dan waktu semakin senja.

Selanjutnya, kami sudah menapaki kampung naga dan mendapati pepohonan buah naga merah yang menjulang di setiap halaman rumah. Beliau adalah Pak Slamet, sebagai penggagas berkembangnya kampung naga di Desa Lerep. Setiap masa panen, tamu yang berkunjung juga berkesempatan menikmati buah naga merah yang kaya nutrisi. 

Salah satu pengelola Desa Wisata Lerep juga berinovasi membuat olahan buah naga menjadi produk seperti selai dan sirup. Bagi warga Lerep, keberadaan kampung naga ini menjadi satu hal yang unik. Oleh sebab itu, untuk kemitraan bersama Luvtrip, pembentukan kampung tematik juga menjadi rencana aksi kegiatan.

Tidak hanya menjelajah berkeliling desa dan mencoba kuliner khas. Kami juga belajar membuat mainan wayang suket “wayang rumput”. Kegiatan membuat wayang suket menjadi salah satu aktivitas menyenangkan, karena sejenak mengajak kenangan melenggang ke masa lampau. Wayang ini dibuat menggunakan rumput yang sudah kering, lalu dirangkai dengan teknik khusus, sehingga tiap jalinannya secara perlahan membentuk bagian tubuh wayang. Mulai dari konde atau blangkon, wajah, hidung, tangan hingga kaki. Semua tersimpul secara unik dan dapat dipadukan dengan wayang lain untuk digunakan wadah permainan dan berinteraksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun