Mati listrik mungkin merupakan masalah yang sangat dibenci masyarakat, terutama bagi mereka yang tinggal di kota besar yang sangat mengandalkan aktivitas dan pekerjaannya pada listrik. Permasalahan inilah yang sering orang kaitkan dengan rendahnya kualitas pelyanan PLN sebagai satu-satunya lembaga Negara yang bertanggung jawab menjaga ketersediaan listrik di Indonesia. Saya pun juga pernah merasakan keadaan mati listrik. Saat itu di area rumah tempat saya tinggal, terjadi pemadaman listrik berkala salama tiga hari berturut-turut, menurut kabar yang terdengar pemadaman listrik disebabkan karena rusaknya gardu listrik PLN di pusat karena factor cuaca. Apapun alasannya saat itu, saya cukup merasa kesal dan kecewa terhadap PLN karena dengan mati listrik atau mati lampu saya tidak bias mengerjakan tugas-tugas kuliah ditengan deadline yang semakin dekat, menonton acara televisi favorit saya ataupun surfing serta menulis blog di internet untuk menambah informasi.
Mati listrik tentu sangat merugikan seseorang, dari contoh terkecil seperti mahasiswa yang tidak mampu belajar dan mengerjakan tugas karena sambungan listrik untuk menyalakan komputernya mati ataupun pelaku bisnis fotokopi yang terpaksa menutup usahanya karena tidak berfungsinya mesin fotokopi. Kenyataan tersebut juga menunjukkan bahwa listrik kini telah menjadi kebutuhan dasar manusia. Segala aktivitas manusia sekarang membutuhkan listrik, mulai dari belajar, bekerja hingga berinteraksi. Penggunaan listrik menjadi kebutuhan mutlak kita sehari-hari dari bangun hingga tidur. Mati listrik pun tidak hanya menghambat produktivitas seseorang, namun lebih dari itu, mati listrik menimbulkan kerugian materi yang tanpa sadar kita alami. Sebagai contoh, suatu kota besar seperti Jakarta ataupun Surabaya yang mengalami mati listrik selama satu jam saja bisa mengalami kerugian mencapai puluhan bahkan ratusan juta rupiah akibat terhambatnya produksi beberapa usaha, rumah sakit, pekerja dan pelajar di daerah tersebut. Sehingga dapat dikatakan juga bahwa listrik merupakan kunci utama penggerak ekonomi nasional. Tanpa adanya listrik, suatu negara dapat dikatakan lumpuh roda perekonomiannya.
Kondisi kelistrikan di Indonesia
Masalah kelistrikan di Indonesia tidak hanya sebatas pemadaman listrik yang sering terjadi di beberapa daerah, namun juga tariff dasar listri (TDL) yang semakin melonjak naik. Mulai 1 Juli 2010, pemerintah memutuskan menaikkan TDL rata-rata 10% yang didasarkan pada Pasal 8 UU No.2 Tahun 2010 untuk menutupi kekurangan subsidi sebesar Rp4,8 triliun karena alokasi anggaran subsidi listrik ditetapkan Rp.55,1 triliun. Tetapi untuk TDL 450-900 VA, DPR memutuskan tidak ada kenaikan. Kebijakan tersebut kemudian menimbulkan pro kontra ditengah masyarkat, Masyarakat yang kontra beranggapan bahwa kenaikan TDL dapat memicu terjadinya inflasi di berbagai sector sedangkan yang pro berharap kenaikan TDL ini dibareng juga dengan peningkatan kualitas dan layanan PLN sehingga maslah mati listrik dapat diselesaikan.
Menanggapi kebijakan ini, saya termasuk kedalam masyarakat yang pro dengan adanya kenaikan TDL karena kebijakan ini hanya diberlakukan kepada enam golongan yang masyoritas berasal dari kalangan atas, yaitu golongan I3 non-go publik (11,57% pelanggan), golongan R2 yang berkapasitas 3500-5000 VA (5,7% pelanggan), Golongan P2 yang berkapasitas lebih dari 200 kilo vott ampere(Kva) (5,36% pelanggan), golongan R1 yang berkapasitas 2200 VA (10,43 % pelanggan), golongan P3 (10,69% pelanggan) dan golongan R1 yang berkapasitas 1300 (11,36% pelanggan). Sehingga kebijakan ini tentunya tidak memberatkan masyarakat kelas bawah yang mengkonsumsi listrik untuk kebutuhan sehari-hari mereka. Selain untuk menyuntikkan dana ke anggran subsidi, kenaikan TDL diperuntukkan untuk pembangunan kelistrikan di seluruh Indonesia. Hal tersebut sejalan dengan misi PLN untuk meningkatkan kualitas kehidpan masyarakat di seluruh Indonesia.
Sumber Energi Listrik d Indonesia
Pembangkit listrik di Idonesia saat ini masih didominasi oleh penggunaan batubara namun untuk daerah yang mengalami kekurangan daya listrik seperti Sulawesi, Kalimantan dan Papua maih menggunakan BBM. Hal inilah yang kemudian menjadi alsan utama terus meningkatnya tariff dasar listrik di Indonesia karena terus meningkatnya harga bahan bakar minyak dunia.
Untuk melindungi masyarakat karena terus meningkatnya harga bahan bakar fossil, pemerintah berinisiatif untuk memberikan subsidi BBM sehingga harga listrik di masyarakat dapat terjangkau dan mencegah terjadinya inflasi.
Secara umum, pemerintahmemberikan subsidi BBM untuk keperluan pembangkit listrik dan bahan bakar transportasi. Selama tahun 2004-2010 rata-rata subsidi BBM Indonesia adalah sebesar 90 trilyun rupiah. Sedangkan subsidi listrik terus meningkat dari tahun ke tahun mencapai sekitar 20 kali lipat dari tahun 2004.
Jumlah Subsidi BBM yang akan ditanggung Negara jumlahnya tentu akan selalu naik sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap penggunaan BBM sebagai bahan bakar maupun pembangkit listrik. Jumlah subsidi BBM yang terealisasi setiap tahun juga selalu melebihi dana yang telah diangggarkan Negara melalui APBN. Seperti contohnya pada tahun 2011, pemerintah menganggarkan subsidi BBM sebesar 96 trilliun namun dalam kenyataannya jumlah subsidi yang ada mencapai 130 juta rupiah.
Jika terus menggunakan BBM serta batu bara sebagai sumber energy pembangkit listrik, tentu Indonesia harus menanggung konsekuensinya berupa harga yang selalu naik karena kedua bahan bakar fossil tersebut bersifat terbatas atau tidak dapat diperbaharui (non renewable energy). Sehingga pada akhirnya pemerintah tidak bisa terlepas dari masalah subsidi BBM yang menyedot anggaran Negara cukup besar serta tariff dasar listrik akan dipastikan selalu naik.
Urgensi dan Manfaat Penggunaan Sumber Energi Alternatif
Berdasarkan analisa diatas, sumber utama dari kenaikan tariff listrik yang selalu meningkat adalah masih bergantungnya sumber energi listrik di Indonesia pada bahan bakar fossil. Oleh karena itu, PLN serta pemerintah terkait harus mencari cara bagaimana mengurangi konsumsi BBM serta batu bara sebagai pembangkit litrik. Cara yang paling efektif ialah dengan memaksimalkan seluruh potensi sumber daya alam Indonesia.
Indonesia dengan segala potensi sumber daya alamnya seharusnya mampu menjadikan Indonesia berdulat penuh terhadap energi, terutama energi untuk pembangkit litrik. Sebagai contoh, Indonesia berada dalam peringkat lima dunia Negara dengan potensi sumber daya air yang sangat berlimpah dengan jumlah total sekitar 3.200 milyar m3/ tahun. Sumber daya air tersebut dapat menghasilkan tenaga listrik sebesar sekitar 75.000 megawatt (MW) namun baru bisa dimanfaatkan sebesar ± 6 persen. Indonesia juga dikaruniai sumber panas Bumi yang berlimpah karena banyaknya gunung berapi di Indonesia dengan total kapasitas mencapai 1.193 megawatt (MW) di tahun 2013 yang menjadikan Indonesia peringkat ketiga negara penghasik listrik panas bumi di dunia. Melalui potensi ini, Indonesia dapat membangun beberpa pembangkit listrik yang bersumber dari energi terbarukan seperti PLTB (biomasaa), PLTP (panas bumi), PLTA (air), PLTS (matahari) dan PLTBayu (air)
Dengan berfokus pada penggunaan energy alternative, Indonesia tidak hanya dapat mandiri secara energy tetapi juga mendukung gerakan green energy yang sedang menjadi perhatian dunia akibat terjadinya perubahan iklim global. Hal tersebut juga sejalan dengan salah satu misi PLN untuk menjadi perusahaan listrik yang berwawasan lingkungan.
Energy alternative juga dapat menjadi solusi tidak meratanya distribusi listrik di seluruh Indonesia, terutama di daerah terpencil yang sulit terjangkau PLN. Dengan memanfaatkan energy alternative, suatu daerah dapat menggunakan potensi sumber daya alam disekitarnya sebagai sumber pembangkit listrik. Sebagai contoh, suatu daerah yang dekat dengan aliran sungai, dapat memanfaatkan sungai tersebut sebagai PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga MIkrohidro) untuk kebutuhan listrik warganya.
Oleh karena itu, PLN sebagai penjamin ketersediaan listrik Negara harus segera memprioritaskan kebijakaannya pada energi terbarukan untuk pembangkit listrik sehingga kedaulatan energi dapat tercapai dan ketergantungan akan bahan bakar fossil dapat diselesaikan. Negara juga tidak terus-menerus terbebani oleh anggran subsidi yang terus meningkat setiap tahunnya. Jumlah subsidi tersebut dapat dimanfaatkan untuk penelitian, pengembangan dan pengelolaan energi alternative sebagai pembangkit listrik di Indonesia.
Lebih dari itu, dengan berdaulat secara energi Indonesia tidak hanya mampu mebuktikan dirinya menjadi Negara superpower yang tidak lagi bergantung pada import dunia untuk memenuhi kebutuhan listriknya tetapi juga Indonesia dapat terbebas dari ancaman kelangkaan bahan bakar minya (BBM) dan batu bara yang semakin terbatas di masa depan. Pada akhirnya, rakyat Indonesia lah yang akan diuntungkan terhadap kebijakan ini.