Kubuka jendela kamarku saat aku baru terbangun dari tidurku yang nyenyak. Aah, hari sudah pagi agak siang ternyata, kulihat matahari sudah mengintip di sela-sela jendelaku. Rasanya malas sekali menyambut pagi ini. Burung-burung yang berkicau di luarpun tak bisa membuatku sedikit saja bersemangat. Tapi aku menunggu sesuatu, sesuatu yang membuat perasaanku terasa tenang, terasa damai. Ya, sesuatu. Sebuah suara, bukan hanya sekedar suara, tapi sebuah alunan nada yang indah yang keluar dari sebuah harmonika. Yang setiap pagi kudengar, dan membuatku merasa lebih bersemangat menyambut pagi. Tapi, sudah 1 jam aku menunggunya, tapi kenapa suara harmonika itu tak kunjung terdengar? kemana perginya suara itu? alunan suara yang selalu didendangkan oleh seorang kakek tua, entah berapa umurnya, yang jelas dia sangat tua, selayaknya kakek-kakek tua yang seharusnya sudah waktunya hanya beristirahat di rumah yang nyaman, dan menikmati masa tuanya dengan tenang. Kakek itu, entah siapa namanya, dia memang membuatku sangat kagum. Alunan nada harmonika yang dia tiup mampu membawa perasaanku turut terhanyut dan setelah mendengarnya, aku merasa seperti terisi dengan sebuah semangat baru. Kemana beliau, kakek itu? aku sangat penasaran. Apa yang membuatnya tidak lagi mengalunkan nada yang begitu indah itu? tak tahukah aku merasa kehilangan alunan itu? Hmm, mungkin beliau sedang tidak bisa, beliau sedang ada kerjaan lain, beliau sedang sibuk. Terpaksa aku biarkan saja rasa penasaranku itu, dan memulai pagi hari itu dengan rasa malas yang masih menghinggapiku. Namun, dua hari, tiga hari, hingga empat hari berlalu tanpa kudengar alunan yang setiap hari kudengar itu. Semakin membuatku penasaran. Kali ini lebih kepada beliau, kakek itu, kemana gerangan dirinya ? Iseng-iseng waktu pulang dari aktivitasku, aku bertanya kepada Mbok Yem. Perempuan paruh baya yang sehari-harinya membantu urusan rumah tangga keluargaku. "Mbok, kok sekarang setiap pagi nggak ada kakek-kakek yang biasanya main harmonika di sudut jalan deket rumah ya?" kataku. "Oh, pak Kardi ya mbak? dia sudah meninggal mbak dua hari yang lalu, katanya sih karena sakit, ya penyakitnya orang udah tua mbak." kata Mbok Yem. Deg.. "innalillahi wa innailaihi rojiun, Ya Allah." Jawabku dengan shock. Pak Kardi, aku baru tahu namanya saat beliau sudah meninggal. Dan beliau masih bisa dan mampu memainkan alunan indah dari harmonikanya dua hari sebelum dia meninggal. Ya Tuhaan, hatiku serasa teriris, miris mendengarnya. Beliau sudah begitu tua, bahkan sampai mau menjelang ajalnya saja beliau masih tetap bersemangat dan konsisten dengan apa yang beliau lakukan. Bermain harmonika sudah merupakan bagian dari hidupnya, semangatnya sungguh luar biasa, dan aku semakin kagum pada sosoknya. Langsung saja aku teringat akan diriku sendiri, aku? aku ini masih muda, tapi hampir setiap hari, selalu saja rasa malas menghampiriku. Malas untuk menyambut hari yang seharusnya aku syukuri, malas menjalankan aktivitas yang seharusnya memang harus kujaga konsistensinya. Aku malu, malu pada diriku sendiri. Terimakasih Pak Kardi, engkau telah memberi saya semangat yang baru secara tidak langsung, menyadari akan indahnya arti hidup yang harusnya saya syukuri. Semoga engkau mendapat tempat terbaik di sisiNya. Amiin [caption id="attachment_145806" align="alignleft" width="300" caption="Sumber : vhrmedia.com"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H