Matahari bersinar terang membawa hawa panas di siang hari itu, saat saya celingukan di Jalan Masjid Al Huda, Kebayoran, Jakarta Selatan, mencari-cari plang nama kafe tempat berjanji temu dengan teman-teman grup Kotekasiana, Komunitas Travel Kompasiana.
Rupanya kafe nyentrik tersebut memang enggan dengan sengaja menampakkan dirinya di antara beberapa toko barang antik yang berjajar di sepanjang jalan.
Hanya sebuah poster kecil bertuliskan "Kampoeng Gallery" berwarna merah yang melintang di depan sebuah gang buntu yang membuat saya yakin sudah tiba di titik yang tepat.
Nuansa Vintage Sederhana di Tengah Hype Jaksel
Melangkah masuk ke dalam gang sederhana yang merupakan area kafe itu sendiri, membuat saya sejenak melupakan hingar bingar yang begitu melekat pada kota Jakarta Selatan ini.
Di sini saya merasa seperti memasuki lorong waktu yang membawa ke era 80 hingga 90an. Ketika barang-barang seperti mesin tik, televisi tabung, atau telepon rumah putar menjadi penemuan luar biasa.
Benda-benda antik berupa miniatur pajangan, lukisan, alat musik angklung, mesin jahit, radio, teko, dan lainnya tersusun apa adanya di setiap sudut kafe. Saya begitu takjub menyaksikan bagaimana tata letak benda yang acak ini malah memberikan kesan nyentrik yang khas di mata pengunjung.
Kampoeng Gallery ini memang unik. Alih-alih terbawa arus hype ibukota dengan segala kemewahan dan kecanggihan, kafe ini justru menawarkan nuansa vintage sederhana, namun memberikan pengalaman yang unik luar biasa.
Anak muda jaman sekarang atau yang biasa disebut Gen Z yang mungkin tidak pernah mendengar apalagi melihat secara langsung benda-benda lawas tersebut, bisa dengan leluasa menyimak dan membayangkan bagaimana orang tua atau kakek neneknya dulu hidup pada masanya.
Kisah di Balik Berdirinya Kampoeng Gallery
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!