Dalam Sejarah pemikiran ekonomi dan sosial,Marxisme telah menjadi salah satu aliran yang sangat berpengaruh dan kontroversial.Marxisme ini dikenalkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels pada abad ke-19,mazhab ini menawarkan analisis mendalam mengenai dinamika kelas, alienasi, eksploitasi dalam sistem kapitalis (Yuliandre Darwis, S.Sos., M.Mass. Comm. & Dr. Azwar, 2024).Dengan menekankan pentingnya perjuangan kelas antara borjuis dan proletar,marxisme berfungsi sebagai pengkritik tajam terhadap keadilan yang muncul dari akumulasi kekayaan ditangan segelintir orang.Akan tetapi,meskipun kontribusinya yang signifikan dalam memahami struktur sosial dan ekonomi,marxisme juga tidak terlepas dari berbagai kritikan yang mempertanyakan validitas dan relevansinya di era modern.
Marxisme seringkali berfokus pada beberapa aspek kunci.Pertama,pembagian Masyarakat ke dalam dua kelas utama yaitu borjuis dan proletar dinilai terlalu menyederhanakan kompleksitas sosial yang ada.Kaum borjuis adalah kelompok yang memiliki alat-alat produksi,seperti pabrik,tanah dan modal (Hendriwani, 2022).Mereka sebagai pemilik modal yang mengendalikan proses produksi dan mendapatkan keuntungan dari hasil produksi tersebut.Dalam pandangan Marx,borjuis tidak hanya sekedar pemilik kekayaan,tetapi juga memiliki kekuasaan untuk menentukan kondisi kerja dan upah bari kaum proletar.Oleh karena itu,borjuis sering kali digambarkan sebagai kelas yang eksploitasi,karena mereka memperoleh keuntungan yang tidak sebanding dengan kontribusi tenaga kerja yang diberikan oleh kaum proletar.Maka dari itu,terjadinya surplus value dimana hasil dari kerja proletar yang tidak sepenuhnya dibayar, sehingga menguntungkan borjuis (Bais, 2012).
Proletar merupakan kelas pekerja yang tidak memiliki alat produksi dan bergantung pada borjuis untuk mendapatkan pekerjaan (Iwan, n.d.).Mereka menawarkan tenaga kerja mereka dengan imbalan upah.Dalam sistem kapitalis,proletar sering kali terjebak dalam kondisi yang tidak adil dan upah yang rendah,sehingga mengalami eksploitasi.Maka dari itu Marx menekankan bahwa hubungan antara borjuis dan proletar adalah antagonis yang berarti kaum borjuis berusaha memaksimalkan keuntungan,sedangkan proletar berjuang untuk mendapatkan upah yang layak dan kondisi kerja yang lebih baik.
Marxisme mengembangkan teorinya sebagai respons terhadap kondisi sosial-ekonomi yang tidak adil, di mana kaum proletar atau pekerja dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat menyedihkan, sementara hasil kerja mereka dinikmati oleh kaum kapitalis yang menguasai alat produksi.Akan tetapi, hubungan antara kaum borjuis dan kaum proletar sebagai saling ketergantungan yang tidak seimbang (Firdaus, 2020). Hal ini menciptakan ketimpangan yang signifikan dalam masyarakat dan memicu pertanyaan mendasar mengenai keadilan sosial dan distribusi kekayaan.Proletar membutuhkan pekerjaan untuk bertahan hidup,sedangkan borjuis membutuhkan tenaga kerja proletar untuk menjalankan bisnis mereka.Namun,ketergantungan ini menciptakan ketegangan dan konflik kelas yang mendasar.Marx percaya bahwa kesadaran kelas proletar akan eksploitasi ini dapat memicu perjuangan untuk perubahan sosial, dimana proletar berjuang untuk meraih kekuasaan dan mengubah struktur sosial yang ada.
Marx  menekankan pentingnya kesadaran kelas di kalangan proletar. Ia percaya bahwa ketika proletar menyadari posisi mereka sebagai kelas tertindas dan memahami dinamika eksploitasi yang terjadi, mereka akan terdorong untuk bersatu dan berjuang melawan borjuis. Proses ini dapat menghasilkan perubahan sosial melalui perjuangan kelas, yang pada akhirnya dapat mengarah pada revolusi untuk menggulingkan sistem kapitalis.
Karl Marx menunjukkan bahwa perubahan sosial hanya dapat dicapai melalui perjuangan kolektif proletar untuk mengatasi eksploitasi dan mencapai keadilan sosial.Alienasi muncul sebagai konsekuensi dari struktur kelas ini, di mana pekerja merasa terasingkan dari hasil kerja mereka, proses kerja, dan bahkan dari diri mereka sendiri. Dalam konteks ini, alienasi adalah hasil langsung dari hubungan kelas yang tidak seimbang, di mana proletar dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang merugikan demi keuntungan borjuis (Razak, 2017).
Konsep alienasi dari hasil kerja yaitu Marx berargumen bahwa dalam sistem kapitalis, pekerja tidak memiliki kontrol atas produk yang mereka hasilkan. Hasil kerja mereka menjadi "objek asing" yang berdiri terpisah dari mereka dan memiliki kekuasaan atas kehidupan mereka. Pekerja merasa bahwa hasil kerja tersebut bukanlah pengungkapan dari diri mereka, melainkan sesuatu yang terpisah dan tidak dapat dinikmati sepenuhnya.Hal tersebut menjadi aktivitas kerja itu sendiri sesuatu yang tidak memuaskan bagi pekerja. Pekerja terpaksa menjalani proses kerja yang monoton dan mekanis, di mana aktivitasnya justru berlawanan dengan sifat alaminya sebagai manusia. Pekerjaan bukan lagi menjadi ekspresi kreatif, melainkan sekadar sarana untuk mendapatkan upah.
Marxisme menekankan bahwa alienasi dari diri sendiri juga terjadi ketika individu kehilangan koneksi dengan esensi kemanusiaan mereka, atau Gattungswesen. Dalam sistem kapitalis, pekerja tidak dapat merealisasikan potensi dan kreativitas mereka secara penuh. Mereka menjadi bagian dari sistem yang lebih besar dan kehilangan identitas serta makna dalam hidup daalm diri mereka.Alienasi juga mencakup keterasingan individu dari orang lain dalam masyarakat. Hubungan antar manusia menjadi terdistorsi karena struktur kelas yang ada, di mana borjuis dan proletar berada dalam posisi antagonis. Pekerja sering kali melihat sesama pekerja sebagai pesaing dari pada rekan-rekanya, sehingga mengurangi solidaritas sosial pada lingkungan kerja tersebut.
Alienasi ini tidak hanya menggambarkan kondisi psikologis individu dalam masyarakat kapitalis, tetapi juga menawarkan kritik terhadap struktur sosial dan ekonomi yang ada. Marx percaya bahwa alienasi adalah konsekuensi langsung dari eksploitasi yang terjadi dalam sistem kapitalis, dimana kepemilikan alat produksi oleh segelintir orang borjuis menciptakan ketidakadilan bagi mayoritas proletar .Marx berpendapat bahwa untuk mengatasi alienasi ini, diperlukan perubahan struktural dalam masyarakat yaitu transisi menuju sosialisme atau komunisme dimana alat produksi dimiliki secara kolektif dan pekerja memiliki kontrol atas hasil kerja mereka. Dengan demikian, individu dapat kembali menemukan makna dan tujuan dalam pekerjaan serta membangun hubungan sosial yang lebih harmonis.Alienasi Marx memberikan wawasan penting tentang dampak negatif kapitalisme terhadap kondisi manusia dan mendorong pemikiran kritis tentang bagaimana menciptakan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan sosial.
Keterkaitan dinamika antara kelas sosial, alienasi, dan eksploitasi tercermin dalam hubungan antagonis antara borjuis dan proletar. Struktur kelas sosial menciptakan kondisi di mana proletar mengalami eksploitasi yang dilakukan oleh borjuis, yang pada gilirannya menyebabkan alienasi dalam kehidupan pekerja. Pekerja merasa terasing karena mereka tidak memiliki kontrol atas hasil kerja mereka dan hanya dianggap sebagai alat untuk mencapai keuntungan kaum borjuis.Ketiga dinamika tersebut berkontribusi pada perkembangan kesadaran kelas di kalangan proletar. Ketika pekerja menyadari bahwa mereka mengalami eksploitasi dan alienasi sebagai akibat dari struktur kelas yang ada, mereka akan lebih mungkin untuk bersatu dan berjuang melawan sistem yang menindas mereka. Proses ini dapat memicu perubahan sosial melalui perjuangan kelas.Marxisme percaya bahwa untuk mengatasi alienasi dan eksploitasi, perlu ada penghapusan kepemilikan pribadi atas alat produksi dan pembentukan masyarakat tanpa kelas (sosialis atau komunis).
Marxisme menunjukkan bahwa sistem kapitalis menghasilkan ketimpangan yang signifikan antara dua kelas utama yaitu borjuis dan proletar. Borjuis, sebagai pemilik alat produksi, mengeksploitasi proletar, yang merupakan kelas pekerja tanpa kontrol atas hasil kerja mereka. Hal ini menciptakan kondisi alienasi di mana pekerja merasa terasing dari hasil kerja, proses kerja, diri mereka sendiri, dan hubungan sosial dengan orang lain.