Mohon tunggu...
Fitria Nurbaidah
Fitria Nurbaidah Mohon Tunggu... Konsultan - Industrial Hygienist

Berjalan dan berbincang| Berjalan dan berfikir| Berjalan lalu menulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dalam Keterbatasan Pendidikan

27 Januari 2014   08:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:26 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selalu menyenangkan rasanya bila bisa berbagi sedikit canda tawa dan pengetahuan dengan mereka, anak-anak kecil. Mereka, anak-anak yang sama polosnya dan sama cerianya dengan anak-anak lain di dunia ini, yang membedakan hanya keadaan dan kondisi yang mereka jalani setiap harinya.

Bagi mereka tidak ada fasilitas pendidikan yang memadai layaknya anak-anak kecil yang tinggal di kota besar. Bagi mereka tidak ada mainan-mainan mahal, alam adalah teman dan tempat bermain mereka. Dahulu saya fikir, keterbatasan akan pendidikan yang layak hanya terjadi di daerah-daerah terpencil yang jauh dari ibu kota negara ini, daerah-daerah yang berada di perbatasan, semisal di daerah Miangas, utaranya Indonesia. Namun, ternyata keterbatasan pendidikan juga dialami oleh meraka yang berada hanya sekitar 3 jam dari ibu kota Jakarta, daerah mega mendung, puncak tepatnya.

SD Negeri Mega Mendung 03 tidak memiliki lapangan, dan SD ini hanya terdiri dari dua ruang kelas dan satu ruang guru. Mereka tidak pernah melakukan upacara bendera setiap hari senin layaknya sekolah lain. Terakhir kali mereka upacara adalah sekitar tahun 2010, ujar sang guru. Maka, tak heran jika anak-anak SD tersebut sangat minim pengetahuannya akan lagu-lagu nasional, saat saya meminta untuk menyanyikan lagu Indonesia raya pada anak kelas 4-6 SD, mereka tampak rau-ragu menyanyikannya.

1390786887968762650
1390786887968762650

Dan tentang tingkat pengetahuan dan kecakapan yang mereka miliki tentu sangat jauh dibandingkan dengan anak-anak kota yang mendapatkan fasilitas pendidikan yang layak. Saya jadi kembali teringat, saat 2010 lalu saya mengikuti community development di Miangas, saya sempat mengajar di SD kelas 6 dan SMP kelas 2. Mereka, siswa SD kelas 6 banyak yang masih belum lancar dalam membaca, perkalian, bahkan perhitungan. Dan, hal yang mirip seperti itu kembali saya temukan di SD ini, ah hati ini rasanya sedih sekali. Dengan kemampuan seperti ini bagaimana mereka dapat menyelesaikan soal-soal UN yang dipersiapkan oleh pemerintah. Saat ditanya planet terbesar saja mereka tidak ada yang mengetahui, saat diminta untuk menyelesaikan soal cerita perhitungan saja mereka nampak begitu kesulitan.

13907869521478900252
13907869521478900252

Walaupun dalam keterbatasan, mereka, anak-anak kecil itu tetap memiliki sebuah cita-cita, sama seperti anak-anak yang lain. Banyak dari meraka ingin menjadi pemain sepak bola, ada pula yang ingin menjadi pak ustad atau guru mengaji, ada juga yang ingin menjadi penyanyi, serta menjadi polisi/ABRI/Polwan, walaupun saat ditanya tentang apa tugas ABRI mereka tidak dapat menjawabnya, dan tentunya ingin menjadi dokter. Pada kenyataannya, banyak anak-anak tersebut yang selepas SD tidak dapat melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, bahkan untuk anak perempuan, banyak yang justru dinikahkan dalam usia muda, 14 tahun sudah menikah, ujar sang guru. Saya kembali mengelus dada, ini tahun 2014 dan dunia bergerak begitu dinamis dan kesempatan untuk berkarya terbuka begitu lebar, namun sepertinya tidak untuk mereka, keterbatasan akses pendidikan dan kondisi lingkungan membuat mereka harus merelakan impiannya.

1390786977337245544
1390786977337245544

Pendidikan yang baik merupakan cara terbaik untuk memutus rantai kemiskinan atau pernikahan di usia dini, ataupun mempekerjakan anak di bawah umur. Namun sayangnya, tidak semua anak memiliki kesempatan untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang baik. Negara ini begitu luas, begitu banyak PR bagi pemerintah untuk dapat memeratakan kualitas pendidikan di semua daerah dan untuk membuat semua anak dapat menjalankan program wajib belajar 9 tahun. Mungkin, ini juga merupakan salah satu tanggung jawab kita bersama, untuk dapat ikut meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan dan kesempatan untuk memperoleh pendidikan. YaKita, yang mendapatkan kesempatan untuk dapat mengenyam pendidikan dengan baik, dapat turut berpartisipasi dalam peningkatan kualitas pendidikan di daerah-daerah tertinggal atau bagi mereka yang memiliki kesulitan dalam memperoleh pendidikan, tidak hanya membebankan kepada pemerintah, dan tidak hanya sibuk mensukseskan diri sendiri (Catatan untuk diri saya sendiri). Sekecil apapun itu, pasti akan sangat bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun