Derit bambu membangunkannya
dalam tapa tak sadarnya, ada mimpi yang mengancam
hunusan pedang Izroil pencabut nyawa
tiba-tiba dia menangis tersedu sedan
berkatalah dia “aku belum siap menghadapi ajal
aku jiwa pendosa
belum punya modal tuk bekal di alam baka,
beri aku kesempatan, untuk berbuat kebecikan”
Waktu diubahnya seperti membalikkan telapak tangan
indah nian memang yang selalu dia rasakan
tak ada gundah, resah
tak ada lelah juga susah
dia lakukan apa saja semaunya
serasa dunia tak ada ujungnya
serasa tak ada pertanggung jawaban
atas semua yang diperbuatnya
senandung hidup tak selamanya indah
itu sudah suratan takdir-Nya
Kini dia sadar
mimpi itu membuatnya jatuh terkapar
dia ketakutan jika benar-benar dijemput ajal
berdo’alah dia pada pemilik nyawa
memohon diberikan waktu untuk taubatan nasuha
dia merenungi waktu yang kian pudar
membuka buku tempo dulu lembar-demi lembar
kini tinggal penyesalan yang tertinggal
dan taubat sebagai penebus sesal
Tulungagung, 24 April 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H