Fitrianingsih: 27
Mak Inem
Dini hari Mak Inem terjaga. Dia terjaga di saat orang-orang bercumbu dengan bantal kesayangannya. Mak Inem membangunkan kedua anaknya yang sudah remaja, Si bungsu Ela dan si sulung Ega. Ela sudah kelas 3 SMA dan Ega kelas 1 SMA. Mak Inem membangunkan anaknya untuk di ajak sholat malam.
Dari Ega kelas 1 SD, mak inem hidup menjanda. Pak Banu suami mak Inem wafat karena kecelakaan saat bekerja. Sejak saat itu mak Inem menjadi ibu sekaligus bapak bagi kedua anaknya. Paras elok Mak Inem, menarik banyak laki-laki ingin menikahinya meskipun Mak Inem adalah janda beranak dua. Namun Mak Inem lebih memilih membesarkan kedua anaknya sendirian.
***
“ Nduk Ela, Le Ega tangi, ayo tahajutan disik ngger” [nak Ela, nak Ega bangun, ayo tahajutan dulu nak].
“Enggeh Buk e, riyen” [ iya buk, sebentar].
Semenjak anaknya masuk ke bangku SD Mak Inem selalu mengajari anaknya untuk menjalankan ibadah sunah, seperti sholat tahajut, puasa senin-kamis dan ibadah sunah lainnya dan menegakkan ibadah wajib. Mak Inem sosokperempuan yang tegas dan religius, menginjak usia kepala 5 beliau tetap berjuang untuk menyekolahkan anaknya sampai bangku kuliah seperti yang diharapkannya. Selesai sholat tahajut Ega dan Ela menemui mak Inem.
“Buk e kulo bade matur” [Bu saya mau ngomong]. Kata Ega
“Ngomong opo nduk”
“ Buk e kulo angsal beasiswauntuk melanjutkan studiS-1 ke Malaysia buk, kulo nyuwun do’a pangestunipun. Bibar medal ijazah Ela bidal Buk. Kulo pun ngomong kaleh dek Ega. Dek Ega akan menjaga ibuk selama kulo tinggal studi ke sana bu”
“ Ya Alloh, ibuk kudu piye, bingung, susah opo seneng?. Awakmuki anak wedok, Ibuk gak tego nduk. Ojo budal yo nduk” [Ya Alloh ibu harus bagaimana, bingung, susah apa senang? Kamu itu anak perempuan, ibuk tidak tega melepasmu nak. Jangan berangkat ya nak” ]
“ Ibuk, Ela mengerti ibuk pasti kaget. Ela sengaja ikut seleksi cari beasiswa untuk melanjutkan S-1 tanpa sepengetahuan bu’ e.Ela ingin memberi kejutan pada bu’ e. Ela ingin membuktikan pada orang-orang meski Ela anak seorang janda Ela bisa sukses. Ela sudah lolos seleksi bu’, ini kesempatan emas buatEla bu’, kesempatan ini belum tentu datang dua kali bu’e. Izinkan Ela nggeh Bu’. Ela bisa jaga diri”
“ Bu’e izinkan mbak Ela berangkat bu’e. Ega akan menjaga ibuk. Bu’e kulo yakin mbak Ega itu bisa menjaga diri, dan akan memegang teguh apa yang selama ini bu’e ajarkan pada kami.”
Sambil sesenggukan mak Inem, menjawab ” Ela, Ega bu e durung iso jawab saiki, bu’e kuwatir kalau ada apa-apa dengan anak-anak yang bu’e besarkan dari kecil. Hartanya bu’e itu ya cuma kalian, bu’e gak sanggup jika harus kehilangan kalian di masa senja ibu, ibu sudah kehilangan bapak, ibu bisa bertahan tanpa bapak di sisi ibu itu ya karena kalian nak”.
Ela bungkam sambil meneteskan air mata dan memeluk mak Inem.
***
Adzan subuh berkumandang, Mak inem Ela dan Ega seperti biasa jamaah di rumah di imami Ega. Rutinitas Mak Mnem selesai subuhan, menuju pasar wage di ujung desa Senggol tempat mak inem sekeluarga tinggal. Dia ke pasar naik motor beat. Sekitar seperampat jam perjalanan, sampailah Mak Inem di tempat mengenyam rupiah.
Mak Inem jualan gerabah modern, seperti guci lukis, celengan ayam, dan sejenisnya di sekotak toko diantara deretan toko-toko di dalam pasar. Sekotak toko tinggalan almarhum suaminya, yang masih bertahan menghidupi keluarganya sampai sekarang. Dia berjualan hingga matahari hampir terbenam. Jam 4 sore dia pulang.
Ditengah keletihan tak pernah sekalipun Mak Inem mengeluh pada kedua anaknya. Dia selalu menyembunyikan kelelahannya. Hari ini tidak seperti biasanya, tiba-tiba sampai di rumah mak inem terlihat letih dan pucat.
“ Assalamu’alaikum, Bu’e” Ega dan Eka mengucap salam, pulang sekolah.
“ Wa’alaikum salam, nak bu’e gregesen (meriang), rasanya mau masuk angin”.
“ Bu’e dahar riyen, nggeh kulo pendetne maem” [ibu makan dulu ya, saya ambilkan makan].
Ega ganti baju, Ela mengambil makanan untukibunya. Sesampai di depan pintu kamar ibunya.
Pyaarr..
sepiring makanan dibawa ela jatuh.
“ Bu’eee, dek Ega kemari”
Mak Inem nafasnya tersendat, sendat.
“Bu’e ibu kenapa, maafkan Ela bu’e’”.
“Bu’e gak kenapa-napa, nak ibuk mengizinkan kamu mengambil beasiswa S-1 ke Malaysia, jaga diri baik-baik, selalu rukunlah dengan adikmu, maafkan ibu”. Mak Inem menghembuskan nafas terakhir, Innalillahi wainna ilaihi roji’un.
Trenggalek, 20/4/2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H