Mohon tunggu...
Fitriani Andansari
Fitriani Andansari Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa S2 Magister Manajemen Universitas Budi Luhur - Guru SMA Harapan Ibu

Saya adalah seorang yang penuh semangat dengan hobi membaca dan memasak. Dalam keseharian saya, saya senang mengeksplorasi buku-buku dari berbagai genre dan memasak. Kepribadian saya ramah dan terbuka, sehingga saya mudah bergaul dan menikmati berinteraksi dengan orang-orang baru. Saya percaya bahwa memiliki relasi dengan orang banyak akan memudahkan dalam segala hal.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga terhadap Anak-Anak dari Perspektif Wawasan Kebudiluhuran

8 September 2024   22:15 Diperbarui: 8 September 2024   22:30 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) merupakan fenomena sosial yang mengancam kesejahteraan individu, terutama anak-anak yang sering kali menjadi korban langsung maupun tidak langsung. KDRT tidak hanya berdampak pada orang dewasa yang terlibat, tetapi juga memiliki konsekuensi jangka panjang bagi anak-anak yang berada di lingkungan kekerasan tersebut. Anak-anak yang menyaksikan atau mengalami KDRT dapat mengalami berbagai dampak negatif yang mempengaruhi perkembangan emosional, psikologis, dan sosial mereka. Menurut laporan UNICEF (2020), anak-anak yang hidup dalam lingkungan kekerasan cenderung mengalami gangguan kesehatan mental dan sulit menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial mereka. Sebagai contoh, penelitian oleh Evans et al. (2017) menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar KDRT berisiko lebih tinggi mengalami masalah perilaku, kesulitan belajar, dan gangguan kecemasan.

Dampak KDRT terhadap anak-anak juga mencakup gangguan pada perkembangan kognitif dan akademik mereka. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan kekerasan seringkali mengalami penurunan kemampuan konsentrasi dan keterampilan akademik karena stres yang berkepanjangan dan kurangnya dukungan emosional yang memadai. Penelitian oleh Meyer et al. (2016) mengungkapkan bahwa stres kronis akibat KDRT berhubungan dengan penurunan prestasi akademik dan keterlambatan perkembangan bahasa. Sebagai contoh, anak-anak yang sering mendengar pertengkaran dan kekerasan di rumah sering kali mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas sekolah dan berpartisipasi dalam kegiatan kelas.

Dampak emosional dari KDRT pada anak-anak juga sangat signifikan dan bisa berdampak pada kesejahteraan mereka di masa depan. Anak-anak yang menjadi saksi atau korban KDRT sering mengalami masalah emosional seperti depresi, kecemasan, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Studi oleh Fluke et al. (2019) menunjukkan bahwa anak-anak yang mengalami trauma akibat kekerasan rumah tangga lebih rentan terhadap masalah kesehatan mental di kemudian hari. Sebagai contoh, anak-anak yang menyaksikan kekerasan sering menunjukkan perilaku cemas, suasana hati yang buruk, dan kesulitan dalam menjalin hubungan interpersonal yang sehat.

KDRT juga mempengaruhi hubungan sosial anak-anak dengan orang lain di luar lingkungan keluarga. Anak-anak yang mengalami atau menyaksikan kekerasan rumah tangga sering kali menghadapi kesulitan dalam membangun hubungan yang positif dengan teman sebaya dan otoritas. Menurut laporan oleh National Children's Alliance (2021), anak-anak yang terpapar kekerasan sering menunjukkan perilaku anti-sosial dan kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain. Misalnya, anak-anak ini mungkin mengalami masalah dalam bergaul dengan teman-teman di sekolah atau memiliki kesulitan dalam mengikuti aturan yang ditetapkan oleh guru.

Pengaruh KDRT terhadap perkembangan moral dan etika anak juga patut diperhatikan. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan kekerasan dapat menginternalisasi perilaku agresif dan norma-norma kekerasan sebagai cara yang diterima untuk menyelesaikan konflik. Penelitian oleh Bandura (1973) menunjukkan bahwa anak-anak yang melihat model kekerasan cenderung meniru perilaku tersebut dalam interaksi mereka sendiri. Sebagai contoh, anak-anak dari lingkungan KDRT mungkin menunjukkan kecenderungan untuk menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah atau konflik dengan teman-teman mereka.

Dukungan sosial dan intervensi yang tepat sangat penting dalam mengatasi dampak KDRT pada anak-anak. Program intervensi yang melibatkan konseling, dukungan emosional, dan pendidikan dapat membantu anak-anak mengatasi trauma dan memperbaiki perkembangan mereka. Menurut studi oleh Lieberman et al. (2018), terapi dan dukungan yang terarah dapat membantu anak-anak mengembangkan keterampilan coping yang lebih baik dan mengurangi dampak negatif dari kekerasan yang mereka alami. Sebagai contoh, program intervensi yang berfokus pada pemberian dukungan emosional dan keterampilan sosial dapat membantu anak-anak mengatasi dampak KDRT dan meningkatkan kesejahteraan mereka secara keseluruhan.

Pencegahan KDRT dan perlindungan anak harus menjadi prioritas dalam kebijakan sosial dan pendidikan. Pemerintah dan lembaga pendidikan perlu mengambil langkah-langkah proaktif untuk mencegah KDRT dan menyediakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak. Laporan oleh WHO (2022) menekankan pentingnya kebijakan pencegahan dan perlindungan anak dalam mengurangi prevalensi KDRT dan dampaknya. Misalnya, program pendidikan untuk orang tua dan intervensi komunitas dapat membantu mencegah kekerasan rumah tangga dan memastikan bahwa anak-anak memiliki akses ke lingkungan yang aman dan mendukung.

Memahami dampak KDRT dalam konteks kebudiluhuran adalah langkah penting untuk menciptakan masyarakat yang lebih sehat dan adil. Mengintegrasikan wawasan kebudiluhuran dalam pendidikan dan kebijakan sosial dapat membantu mengatasi dan mengurangi dampak negatif KDRT terhadap anak-anak. Penelitian oleh Gelles dan Straus (2019) menunjukkan bahwa pendekatan holistik yang menggabungkan nilai-nilai kebudiluhuran dan intervensi praktis dapat meningkatkan kesejahteraan anak-anak dan masyarakat secara keseluruhan. Sebagai contoh, program-program yang mengajarkan nilai-nilai toleransi, empati, dan komunikasi yang efektif dapat membantu membangun lingkungan yang lebih mendukung dan mengurangi kekerasan dalam keluarga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun