Mohon tunggu...
Fitriana Z. Ulya
Fitriana Z. Ulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Ayo semangat ^^

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Antara Psikolog dengan Klien nya, Apa Melanggar Kode Etik Psikologi?

10 November 2023   08:30 Diperbarui: 10 November 2023   08:34 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Psikolog adalah seorang profesional yang tugas utamanya membantu mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan kesehatan mental. Selama sesi terapi, psikolog duduk berhadapan dengan klien dan mendiskusikan topik yang sangat pribadi. Hal ini dapat menyebabkan klien mengembangkan hubungan yang sangat dekat dengan terapis. Namun berdasarkan etika profesi psikolog, apakah hal seperti itu diperbolehkan?

 Sebenarnya memiliki hubungan baik antara psikolog dengan klien dapat membantu komunikasi yang baik pula antara psikolog dan klien tersebut. Namun di khawatirkan jika psikolog dengan klien berteman akan mengurangi objektivitas dalam menangani permasalahan, menurunkan kompetensi, dan mengurangi efektivitas dalam prpogram konseling atau terapi yang sedang dijalani.

Batasan dalam konseling oleh psikolog atau psikiater lebih seperti batas di sebidang tanah. Itu adalah garis yang dikenali dan dihormati orang. Ini adalah garis yang mengatakan di mana hubungan dimulai dan diakhiri. Ini membedakan terapis dari orang lain dalam hidupmu. 

Tidak ada standar yang ditetapkan untuk rincian batas. Model terapi yang berbeda dan disiplin ilmu yang berbeda memiliki gagasan  berbeda tentang batasan. Terapis yang berbeda, bekerja berdasarkan pelatihan dan gagasan mereka sendiri tentang apa artinya "dalam" suatu hubungan. Inilah sebabnya mengapa beberapa terapis menawarkan teh dan yang lainnya tidak; mengapa beberapa terapis mengakhiri sesi dengan pelukan dan yang lainnya bahkan tidak berjabat tangan; mengapa sebagian orang berhenti dan mengobrol di lorong toko kelontong dan sebagian lainnya tidak dapat diakses; mengapa beberapa terapis membiarkan waktu berlalu selama krisis klien dan yang lain percaya bahwa penting untuk menjaga ketepatan waktu.

Namun terlepas dari rinciannya, terapis umumnya setuju bahwa menetapkan batasan menjaga klien dan terapis tetap aman dengan secara jelas membangun struktur hubungan yang konsisten dan saling percaya, dapat diandalkan, dan dapat diprediksi. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa apa yang terjadi selama sesi bermanfaat bagi klien, bukan terapis. Setiap topik diskusi dan interaksi dibuat sesederhana mungkin dan dimaksudkan untuk menggerakkan klien menuju tujuan terapinya.

Akan tetapi, curahan hati saat itu ternyata tidak boleh membuat hubungan psikolog dengan terapis mengikat sebuah ikatan pertemanan, atau lebih. Pertemanan antara terapis dan klien tidak diperbolehkan karena dianggap melanggar etika dan disebut sebagai hubungan ganda atau dual relationship. Hubungan ganda adalah ikatan yang terjadi ketika seseorang berada dalam dua jenis hubungan yang sangat berbeda dan terjadi dalam waktu yang bersamaan. Misal, terapis yang memperlakukan klien sebagai teman atau memiliki hubungan seksual. Itu tidak etis.

Hubungan ganda juga dapat menimbulkan masalah dalam proses penyembuhan pasien. Apabila Anda sebagai klien marah kepada psikolog karena lupa mengabari atau masalah lainnya, akan sulit untuk membuka diri selama proses terapi. Selain itu, ketika hubungan seksual dilakukan di antara psikolog dan klien ternyata dapat mengeksploitasi emosi dalam terapi. Hubungan seksual ini dapat terjadi dalam berbagai macam, entah itu terjadi pelecehan seksual selama terapi berlangsung atau berpacaran. Sementara itu, ikatan pertemanan atau lebih ketika perawatan selesai bisa terjadi meskipun sangat tidak umum. Kondisi ini jarang terjadi karena hubungan yang terbentuk dari sesi-sesi terapi tidak pernah hilang sepenuhnya dan dapat memengaruhi hubungan tersebut. Oleh karena itu, hubungan antara psikolog dan klien hanya diperbolehkan sebatas terapi saja agar tidak mengganggu proses tersebut secara keseluruhan.

Faktanya, banyak klien yang memiliki reaksi emosional yang sangat kuat terhadap terapis atau sebaliknya. Sangat sedikit orang yang juga mengalami reaksi cinta, nafsu, rasa ingin tahu, cemburu, persaingan atau bahkan antipati.  Reaksi yang ditimbulkan oleh terapis pada klien disebut kontratransferensi. Pada tahap ini, perasaan klien terhadap terapis disebut transferensi. Meski  tidak umum, persahabatan tetap bisa terjalin setelah klien menyelesaikan sesi terapi. Namun, pedoman etika profesional untuk psikolog menyarankan untuk tidak melakukan hal tersebut karena beberapa alasan.

 "Sebenarnya pembatasan itu hanya boleh berlaku pada hubungan profesi saja, tidak lebih. Misalnya sekedar berkonsultasi atau menanyakan status terkini dimaksudkan untuk memperoleh informasi terkini mengenai kondisi pelanggan. "Menanyakan bagaimana keadaan klien (di luar  tujuan terapi) juga tidak perlu," kata Ikhsan. Psikolog hendaknya ramah dan baik hati dalam mendengarkan keluh kesah klien. Namun perlu diingat bahwa ini hanya dimaksudkan untuk membantu menyelesaikan masalah pelanggan secara profesional, tidak lebih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun