Mohon tunggu...
Fitriana Yuliawati Irawan
Fitriana Yuliawati Irawan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya adalah mahasiswa Universitas Airlangga yang memiliki hobi membaca dan menulis. Saya adalah orang yang terstruktur dalam menjalani aktivitas sehari hari, tepat waktu dan disiplin dalam melakukan hal apapun

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Unik!! Tradisi Ngaruat Jagat "Pareresan" Tanah Pasundan di Desa Sunia Baru Majalengka, Simbol Rasa Syukur dan Melestarikan Budaya Nenek Moyang

1 Juni 2024   20:55 Diperbarui: 1 Juni 2024   21:07 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki keragaman budaya, ras, suku bangsa, kepercayaan, agama, dan bahasa. Sesuai semboyang Bhineka Tunggal Ika yaitu "berbeda-beda tetapi tetap satu jua", banyak perbedaan dan keragaman tetapi Indonesia tetap satu. Keragaman yang ada di Indonesia adalah kekayaan dan keindahan bangsa Indonesia dan menjadi suatu kekuatan untuk bisa mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional menuju Indonesia yang lebih baik.

Masyarakat Indonesia juga merupakan masyarakat multietnik dan multicultural yaitu masyarakat yang mampu melahirkan dan mempertahankan kebudayaan adat istiadat dan tradisi yang memiliki corak dan ciri khasnya masing masing. Keanekaragaman budaya merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Indonesia, hal ini karena kebudayaan dan masyarakat adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Globalisasi adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh generasi penerus bangsa saat ini dalam hal melestarikan budaya nusantara. Di era globalisasi saat ini perkembangan teknologi semakin canggih, kemudahan akses informasi ikut serta membawa perubahan terhadap kebudayaan manusia. Manusia saat ini berbondong-bondong meninggalkan gaya hidup "kolot" menuju gaya hidup modern, sehingga budaya-budaya warisan leluhur mulai terkikis oleh zaman. Masyarakat Indonesia saat ini banyak dipengaruhi oleh budaya-budaya barat, sehingga sudah jarang ditemukan budaya-budaya nusantara warisan leluhur yang masih terjaga dengan baik oleh generasi penerusnya, sebab lebih tertarik pada budaya barat. Padahal dengan kebudayaan yang beragam, patutlah generasi muda bangsa Indonesia merasa bangga sehingga timbul rasa cinta untuk menjaga dan melestarikannya. Oleh sebab itu, marilah kita sama-sama menjaga kebudayaan itu sebagai bentuk penghargaan dan penghormatan kita terhadap leluhur.

Dengan adanya pengaruh globalisasi dan perkembangan zaman, banyak daerah di Indonesia yang sudah kehilangan atau mungkin menghilangkan eksistensi budaya adatnya sendiri. Hal tersebut disebabkan adanya perubahan pola pikir masyarakat yang terpengaruh perkembangan jaman. Namun, berbeda dengan salah satu daerah di provinsi Jawa Barat. Masyarakatnya masih berpegang teguh mempertahankan budaya leluhurnya sampai sekarang. Budaya tersebut masih ada dan melekat erat sampai generasi saat ini sehingga menjadi adat istiadat yang diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi. Tradisi ini berada di Desa Sunia Baru, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Majalengka yang bernama tradisi pareresan.

Mungkin terdengar asing bagi yang pertama kali mendengar kata pareresan. Pareresan atau disebut juga ngalaksa adalah sebuat adat, budaya atau tradisi yang dimiliki masyarakat Desa Sunia Baru Kecamatan Banjaran Kabupaten Majalengka yang masih dilestarikan sejak nenek moyang sampai sekarang. Kata pareresan berasal dari bahasa sunda yang berarti reres panen atau dalam bahasa Indonesia dimaknai beres panen. Pareresan ini adalah suatu bentuk rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah. Hal ini dikarenakan desa Sunia Baru ini adalah sebuah dataran tinggi yang dianugerahi tanah yang subur sehingga mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai petani.

Adanya budaya pareresan tersebut karena pada zaman dahulu ada seorang pengembara yang bermukim di daerah ini bernama Suniantaka. Dia membangun tempat persinggahannya yang di beri nama Sunia. Pada masa penjajahan belanda ia juga turut andil mempertahankan desa Sunia dan yang menjadi ciri khasnya selama masa perang, masyarakat desa Sunia membuat makanan dari beras bernama baliung sebagai bekal perang. Sehingga untuk mengenang perjuangan baliau maka diadakan pareresan.

Pareresan atau ngalaksa di laksanakan setiap 2 tahun sekali dengan hari yang ditentukan yaitu pada hari senin atau kamis. Tradisi ini melibatkan aktivitas seluruh warga masyarakat sehingga tradisi ini disebut juga upacara desa tepung taun (ngarot/ngaruat). Tradisi ini selain sebagai mengenang perjuangan leluhur juga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah memberikan hasil panen yang melimpah kepada masyarakat Desa Sunia Baru. Selain sebagai ungkapan syukur kepada Allah, upacara ini dilakukan untuk melestarikan budaya nenek moyang yang dilakukan secara turun temurun.

Susunan acara dalam pareresan yaitu masyarakat desa sunia akan membuat makanan khas pareresan bernama baliung. Setiap keluarga secara serempak tanpa harus mendapat arahan sudah pasti akan membuatnya secara sukarela yang dibuat beberapa hari sebelum puncak acara. Baliung hanya bisa dibuat setiap 2 tahun sekali. Baliung merupakan olahan beras yang diolah menggunakan teknik tertentu dan bentuk dari makanan ini menyeerupai sebuah perkakas (alat pemecah kayu) yang disebut baliung, maka dari itu makanan ini disebut baliung. Dibawah ini saya akan jelaskan cara membuat baliung, yaitu:

  • Cuci beras sampai benar-benar bersih dan rendam selama 2 hari 2 malam.
  • Setelah itu, tiriskan beras lalu di peyeum menggunakan boboko dan ditutupi dengan daun cariang, usahakan beras tertutup rapat. Proses pemeyeuman ini dilakukan selama 3 hari 3 malam.

  • Setelah proses pemeyeuman, beras tersebut di tutu sampai menjadi tepung yang halus
  • Kemudian diberi air hangat dan diuleni sampai mengembang dan adonan siap di bungkus menggunakan daun cangkok (Daun yang khusus digunakan untuk membuar baliung) dan direbus ataupun kukus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun