[caption id="attachment_396628" align="aligncenter" width="300" caption="sumber: zonadaihatso.com"][/caption]
Pasar kendaraan bermotor di Indonesia terus berkembang. Investasi di sektor industri otomotif pun diyakini bakal semakin kinclong.
****
Beberapa waktu lalu, semburat merah muda memulas raut MS Hidayat, mantan Menteri Perindustrian Indonesia. Ketika itu dia masih menjabat menteri. Sekilas, tampak senyum pun tersungging di bibirnya saat dia berkata, “Diam-diam saya sudah diajak ngomong. Ada dua pabrik dari Jepang. Tapi, saya tidak bisa kemukakan sekarang,” tuturnya kepada wartawan di Kantor Kementerian Perindustrian, akhir Januari 2014.
Senang dan bangga sangat mungkin mengisi benaknya saat itu. Betapa tidak. Bayangan Ibu Pertiwi bakal menangguk berkah dari sektor industri otomotif kian terasa begitu dekat dari genggaman.
Pasalnya, pembicaraan dengan dua pihak produsen Jepang itu memang terkait dengan perkembangan industri otomotif di Indonesia. Khususnya, tentang rencana pengalihan investasi khususnya dari Thailand ke Indonesia dan upaya ekspansi pelaku bisnis industri otomotif tersebut. “Memang pabrik itu mau mengintensifkan produksinya di Indonesia,” katanya.
Hidayat mengaku, pihaknya jelas menyambut baik niatan kedua pabrikan tersebut. Sebab selain rencana itu dinilai bakal mendorong pencapaian target produksi mobil Indonesia pada 2014 sebanyak 1,3 juta unit, dia menambahkan, pemerintah juga berharap Indonesia dapat segera menjadi basis produksi otomotif di Asia Tenggara
Jadi walau rencana itu belum terang benar realisasinya, angin segar itu memang diharapkan segera berhembus. Apalagi baru-baru ini Bloomberg melaporkan, investor asing telah ditarik sekitar US$ 3 miliar dari saham Thailand dan telah menempatkan US$ 190 juta menjadi saham Indonesia.
SIAP JADI BASIS
Dus, bagaimana sebenarnya kondisi produksi otomotif di Indonesia? Menurut Ketua I Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yongkie D Sugiarto, pada medio September lalu, sejatinya hal itu tidak perlu diragukan. Bahkan, sambung dia, Indonesia telah siap menjadi basis produksi otomotif dunia.
Salah satu tolok ukurnya, menurut Yongkie, adalah kemampuan industri otomotif di Indonesia memproduksi hingga lebih dari 1 juta unit, pada 2012.Tak heran dia pun optimistis, produksi mobil di Indonesia bakal mencapai angka 2 juta unit pada lima hingga enam tahun mendatang.
“Dalam periode 5 tahun terakhir, pertumbuhan produksi mobil di Indonesia stabil di tingkat 25 persen. Dengan pertumbuhan pendapatan domestik bruto (GDP) lebih dari 6 persen per tahun, daya beli warga Indonesia semakin kuat. Apalagi diprediksi, GDP Indonesia akan mencapai US$ 14.900 pada 2025," ujar Yongkie, saat membuka seminar "The 1st APEC-AD Workshop" di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, menjelang akhir 2013.
Terkait dengan kemampuan produksi, Yongkie pernah membeberkan, ekspor CBU mencatat pertumbuhan sebesar 38,5 persen, yaitu dari 125.873 unit menjadi 174.368 unit sepanjang 2012.Sedangkan pada 2014 diprediksi ekspor CBU terus meningkat hingga mencapai 200.000 unit.
Selain ekspor CBU, ekspor kendaraan bermotor dalam bentuk Completely Knocked Down (CKD) juga menerakan pertumbuhan dari tahun ke tahun. Jika pada 2012 sekitar ekspor CKD berada di angka 100.000 unit, pada 2013 telah mencapai 105.000 unit. Dan pada 2014, angka itu terus bertambah menjadi 110.000 unit.
Terkait varian kendaraan ekspor dari Indonesia, Yongkie menjelaskan, meliputi Daihatsu Gran Max, Honda Freed, Toyota Avanza, Rush, Fortuner, Innova, dan Suzuki APV dengan pasar utama Indonesia adalah negara-negara Asean, Amerika Latin, Afrika, dan Timur Tengah.
Untuk penjualan domestik, Yongkie menyebutkan, optimistis yang sama juga ditebarkan. Sebab, menurut dia, angkanya pun memang terus naik. Pada 2012, kata dia, tercatat kenaikan sebesar 24,8 persen, yaitu menjadi 1.116.230 unit dari 894.164 unit pada 2011.
Secara umum, pada 2013, ASEAN Automotive Federation (AAF) melansir data bahwa penjualan Indonesia mampu menembus 10,2% menjadi 1.229.901 unit dibandingkan dengan penjualan pada 2012 yakni 1.116.212 unit.
BUTUH INFRASTUKTUR
Optimistis terkait perkembangan industri dan pasar otomotif Indonesia memang tidak hanya menjadi obsesi dari otoritas terkait. Kalangan pelaku bisnis pun kerap menilai serupa. Seperti pernah diungkapkan Direktur PT Toyota Motors Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana, misalnya.
Menurut Dana, Indonesia memang telah memiliki semua potensi untuk menjadi basis produksi terbesar di ASEAN. Hanya saja, dia mengingatkan, realisasi dari semua target itu terletak di tangan pemerintah. “Tergantung pada pemerintah. Mau mendukung atau tidak?" katanya.
Sejumlah hal diketahui memang harus terus mendapat perhatian sang penguasa negeri. Sebab kendati ada sekitar enam indikator makro ekonomi yang bisa mempengaruhi pertumbuhan pasar otomotif dalam negeri--yakni, tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, tingkat suku bunga, tingkat nilai tukar rupiah, dan harga minyak dunia—ada pula faktor-faktor lain yang turut menentukan.
Sebut saja, terkait pengenaan pajak progresif kendaraan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan kenaikan tarif listrik. Keberadaan infrastruktur yang didukung oleh kebijakan yang berwibawa memang perlu.
Contoh saja, pada April ini. Di mana otoritas negeri telah menjadwalkan penerbitan aturan tentang kenaikan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mobil mewah. Dari sebelumnya 75 persen, per April bakal menjadi 125 persen.
Melalui aturan itu otoritas bukan saja berharap, konsumsi atas kendaraan bermotor mewah, terutama produk impor, bisa terkurangi. Tapi juga, Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan, kenaikan itu juga ditujukan untuk mendorong produksi dalam negeri.
Pendapat sama disampaikan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Menurut dia, kenaikan PPnBM terkait produk kendaraan bermotor justru potensial untuk membantu kinerja ekspor nasional. Makanya lalu muncul sinyalemen, kenaikan PPnBM pun tak akan menggerus penjualan mobil sepanjang 2014.
Diketahui, pangsa pasar mobil berkapasitas mesin 3.000 sentimeter kubic (cc) ke atas yang terkena pajak tersebut hanya sedikit. Setiap tahun, data Gaikindo menyebutkan, jumlah penjualan mobil mewah hanya sekitar 7.000 unit. Untuk 2013 saja, pasar mobil nasional didominasi varian bermesin maksimal 1.500 cc, yakni sebanyak 53,5 persen mobil. Kemudian, pangsa pasar mobil dengan kapasitas 1.500-3.000 cc sebesar 13,8 persen. Dan pangsa pasar mobil di atas 3.000 cc hanyalah 0,1 persen. Pantas saja kalangan industri tak ambil pusing...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H