Meraih Bintang
Bagian ke-2
Hakikatnya belajar aktif bukan sebatas menyalin seluruh isi buku, tetapi memahami materi pelajaran dengan baik dan benar kemudian mampu menuangkannya dalam bentuk tulisan rangkuman. Dimana setiap point penting dan intisari materi menjadi acuan utama untuk dijabarkan dalam bentuk pemaparan yang lengkap memuat konsep secara komprehensif: ada tataran teori juga mencakup ruang lingkup praktis yang disertai analisa.
Siswa bahkan tak jarang mengumpulkan berbagai literatur dari berbagai sumber untuk melengkapi semua data yang dibutuhkan. Membaca menjadi sebuah kemestian, darinya pengetahuan dan ilmu bisa dikembangkan, kemudian diselaraskan antara teori yang didapatkan , juga metodologi yang digunakan serta penemuan fakta dilapangan.
Wah,ternyata sedalam itu pemahaman seorang terpelajar tentang hakikat belajar. Bahkan belajar aktif atau pelajar aktif bukan sebatas angan-angan. Karena ianya mampu memahami hakikat ilmu pengetahuan yang dipelajari dan berbagai ruang lingkup yang mengitarinya. Bagaimana mensinergikan antara kebutuhan olah fikir berupa ilmu, dengan kebutuhan spiritual maupun social.
Ilmu perlu dilandasi oleh nilai-nilai spiritualitas, berupa nilai-nilai keimanan. Karena Ilmu tanpa iman ibarat lilin yang menerangi tapi membakar dirinya. Ilmu adalah Cahaya, dan Cahaya ilmu akan menjadi terang dan mampu menerangi diri dan sekitarnya jikalau dilandasi oleh iman.
Ilmu dan iman menjadi satu kesatuan yang mesti ada dalam diri seseorang. Paham akan hakikat Ilmu dan iman lah yang menghantarkan ianya mampu beradaptasi dengan lingkungan social, bahkan memiliki kepedulian dengan lingkungan social sekitarnya.
Berbicara tentang siswa, rasanya jarang yang sampai ke titik itu , dikatakan siswa ya rentang usia SD,SMP, dan SMA. Tapi bukan hal yang mustahil, bahwa dalam jiwa siswa memang telah ada kemampuan untuk itu semua.
Bagaimana tidak, katakanlah siswa SD kelas 5 sudah memahami akan jati dirinya bahwa ianya seorang pelajar yang terikat dengan lingkup sekolah tempat belajar, juga terikat dengan lingkup keluarga yang berperan menjadi anak dari keduaorangtuanya, menjadi kakak bagi adik-adiknya, menjadi adik dari kakak atau abangnya. Dan semua peran itu bisa dilakukannya dengan baik.
Setiap pagi menyiapkan segala sesuatunya untuk membantu orantua memenuhi kebutuhan keluarga. Di mulai dengan berbelanja kebutuhan harian keluarga di warung, mengatur menu makanan yang akan disiapkan hari itu, misal saat dibekali uang 20 ribu untuk membeli segala kebutuhan, semuanya mampu dikelola dengan baik. Orangtua hanya mengatakan : “ tolong belikan bahan masakan untuk menu hari ini, adapun menunya silakan disesuaikan. “ Ini sungguh sebuah tantangan tentunya tetapi anak menganggap ini adalah sebuah peluang, ya peluang mengaplikasikan ilmu yang didapat , bagaimana menerapkan ilmu matematika di warung, juga ilmu pengetahuan social, bahkan ilmu keterampilan, dan dibarengi perlunya kreatif dan inovatif. Sehingga sang anak saat ke warung, ini uang 20 ribu, lihat semua bahan masakan ada ikan , ayam, udang, cumi, dll, mana yang harus di beli ya disesuaikan, saat itu melihat ikan segar harga pun terjangkau, maka yang terfikir wah enaknya beli ikan ni, terus, saat lihat ayam ternyata murah juga dan fresh juga, kalo begitu besok boleh ni menu ayam. Bahkan di otak saat itu sudah tergambar kalo beli ikan akan di masak apa, dan kalo beli ayam akan di masak apa, termasuklah menu pendampingnya, karena kalo menu ikan wah enaknya sayurnya tumisan jadilah beli kangkung waktu itu, tak lupa dengan tahu tempe atau telur sebagai pengembiranya pun turut dibeli. Kalo beli ayam ayam mau dimasak apa, sudah difikirkan mau di goreng saja atau di masak kecap, opor atau gulai. Dan tentunya menu pendamping jg sdh difikirkan, misal saat lihat di warung wah ada nanas boleh ni buat sayur pacri nanas terong , boleh juga dikasi tetelan daging wau enaknya. Setiap hari menu nya berbeda. Yang jelas sebelum ke warung sdh diperkirakan hari ini mau masak apa dan besok mau masak apa, sudah terfikirkan apakah bahan dasar utama masih ada di rumah? Seperti minyak goreng, minyak tanah? Ya minyak tanah karena waktu itu masih pake kompor manual, sesekali pake juga gas elpiji. Tak ketinggalan bumbu-bumbu dasar dipastikan masih tersedia semua di rumah, dari banyaknya bumbu yang paling dikenal waktu itu ya garam, gula, merica, bawang putih bawang merah, cabe-cabe, bombai, ketumbar,kayu manis, cengkeh, asam jawa, kunyit, jahe/liya, serai,adas manis, jintan putih, daun salam, daun jeruk,jeruk sambal, keminting, ya hanya itu yang diketahui saat kelas 5 SD,bener -bener seru ya…
Pasti serulah, karena bukan hal mudah jika sampai mampu berbelanja dengan uang 20 ribu bisa membeli semua kebutuhan lauk pauk disertai sayur mayurnya dan juga menu pelengkap lainnya.Tak Jarang uang 20 ribu itupun juga masih berlebih, kadang lebih 5 ribu, 3ribu, dan seribu. Dan tentu sisa uang belanjanya dikembalikan kepada orantua, dan kalo mau berangkat sekolah ya di bekali jajan 200 rupiah alhamdulillah wa syukru lillah...
Bersambung…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H