Mohon tunggu...
Fitri Amaliyah Batubara
Fitri Amaliyah Batubara Mohon Tunggu... -

Suka baca, nulis, design grafis, foto dan jalan-jalan

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Episode Mulak Tu Huta* #1 (Supir Bus yang Romantis dan Aneh)

5 Oktober 2011   05:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:19 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Supir Bus yang Romantis dan Aneh …

Oleh: Fitri Amaliyah Batubara

Bersamaan dengan ditundanya waktu Idul Fitri oleh pemerintah, jadwalku untuk pulang kampung (pulkam) pun ikut tertunda. Aku sudah merencanakan untuk pulkam tepat hari pertama lebaran, 30 Agustus 2011. Sengaja kupilih moment itu, karena aku tetap ingin Shalat Idul Fitri dan bersalaman dengan orang tuaku di Medan. Barulah siangnya berangkat untuk pulkam.

Ko’ pulkam sementara orang tua di Medan? Hmm, begini ceritanya. Meski orangtua di Medan dan aku besar di Medan, tapi aku tetap punya kampung halaman. Kampungku yang jauh di mata itu ada di Kabupaten Padang Lawas (Dulu Kabupaten Tapanuli Selatan). Di sana tempat lahir beta… (lho…, ko’ malah nyanyi…?:)). Ya, di sanalah aku dilahirkan. Tepatnya di Desa Pagaranbira, tempat Ayahku dilahirkan pula. 2 desa dari Pagaranbira adalah kampung Mamaku, desa Huta Baru Siundol. Orang tua dari Ayah alias nenekku, keduanya sudah berpulang ke rahmatullah sebelum aku lahir. Orang tua dari Mama, yang juga kupanggil nenek, hanya tinggal nenek perempuan yang masih ada. Jadilah kepulanganku kali ini untuk mengunjungi tanah kelahiranku dan Nenek tersayang.

Pukul 10.45 wib lebaran pertama, aku berangkat dari rumah. Kabar dari kantor bus X yang akan kunaiki, bus akan berangkat siang hari. Prediksi awalku sekitar pukul 13.00 wib. Mereka tidak bisa memastikan jam berangkatnya karena keberangkatan kali ini tepat hari lebaran pertama. Yang pasti jika bus sudah penuh maka bus akan berangkat. Jarak rumahku yang jauh dari terminal bus membuatku harus berangkat lebih cepat agar tidak terlambat. Namun sepanjang jalan, mau tidak mau cemas pun menghadangku. Medan mendadak seperti Jakarta. Dimana-mana macet. Banyak orang yang hendak bersilaturrahim ke rumah keluarganya dengan kereta (sepeda motor), becak motor dan mobil. Suasana di dalam angkot alias angkutan kota yang panas dan gerah semakin lengkap dengan celoteh non-stop ibu-ibu yang hendak mengunjungi keluarga mereka yang berduka cita. Hufft…, pokoknya it’s complete…:)

Supir angkot yang kunaiki mengambil jurus penyelamatnya alias “motong jalan”. Aku pun lega. Sesekali kutelepon kantor bus itu, memastikan kalau busnya belum berangkat dan mengabarkan mereka kalau aku masih di jalan.

Aku sampai di terminal sekita pukul 12. 20 wib dan ternyata bus masih sepi dari penumpang. Setelah kutanyakan lagi pada petugasnya, kabarnya bus akan berangkat sekitar pukul 14.00 wib. Menunggu keberangkatan, aku pun beranjak ke mushalla yang ada di sana untuk makan siang, ups bukan…, shalat maksudnya, hehehe.

Bersebab sesuatu hal, aku harus duduk di bangku paling depan, sejajar alias dekat dengan supir. Ternyata ada 2 bangku kosong yang sejajar dengan bangku supir. Atas kebaikan hati dan pengertian seorang Bapak petugas, akhirnya aku dapat tempat duduk paling pinggir. Kurasa dia memahami keinginanku setelah sempat tertangkap oleh mataku, dia memperhatikanku dari atas sampai bawah. Dan kurasa ini karena jilbab dan rok yang kupakai saat itu. Di antara aku dan supir, ada seorang Ibu yang tujuan keberangkatannya ke Riau. Ah…, lega-lah aku karena aku yang akan lebih dulu sampai nantinya daripada Ibu itu. Hmmga enak duduk dekat supir bus. Soalnya apa yah? Ya begitulah…,heheheWell…, semuanya aman dan perjalanan pun dimulai…:).

Ada seorang perempuan muda duduk dekat pintu bus. Dia duduk di bangku yang seharusnya diduduki kernet bus itu dan jaraknya hanya sekitar 100 cm dari bangkuku.. Sejenak kuamati gerak-geriknya dan komunikasinya dengan supir bus itu. Keyakinanku bilang perempuan itu adalah istrinya si Bang Supir.

Sepanjang jalan sebelum istrinya turun, mereka asyik berbicara sambil sesekali bersenda gurau. Sesekali mereka saling melihat dan sesekali si istri menawarkan air putih ke Bang Supir dan begitu juga dengan si Bang Supir. Menurutku ini romantis, hmmJ.

3 jam perjalanan dari terminal bus, istrinya turun. Aku lupa nama tempatnya apa. Yang aku ingat, sebelum istrinya benar-benar turun, mereka saling berpesan agar sama-sama hati-hati dalam perjalanannya. Bang supir yang romantis itu tak juga mengemudikan bus itu hingga perempuan berambut sepinggang dengan tas sandang abu-abu di tangannya itu telah sampai di seberang jalan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun