Dalam praktiknya, positivisme hukum menciptakan sistem hukum yang bersifat "closed logical system," di mana keputusan hukum dapat dideduksi dari aturan yang ada tanpa mempertimbangkan aspek sosial atau moral. Hal ini memberikan kepastian hukum, tetapi juga mengundang kritik karena dianggap mengabaikan keadilan dan kemanusiaan dalam penegakan hukum
Argumen Saya Tentang Mazhab Hukum Positivisme Dalam Hukum di IndonesiaÂ
Mazhab hukum positivisme dalam konteks hukum di Indonesia memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana hukum seharusnya dipahami dan diterapkan. Positivisme menekankan pentingnya norma-norma hukum yang tertulis sebagai sumber utama dari hukum yang berlaku, memisahkan dengan tegas antara hukum dan moralitas. Dalam hal ini, hukum dianggap sebagai perintah yang sah dari penguasa, dan keabsahan hukum tidak bergantung pada nilai-nilai etika atau keadilan. Hal ini menciptakan kepastian hukum yang diperlukan untuk mengatur kehidupan masyarakat, tetapi juga dapat menyebabkan ketidakadilan ketika hakim hanya berpegang pada teks undang-undang tanpa mempertimbangkan konteks sosial atau moral.
Namun, penerapan mazhab positivisme di Indonesia juga menghadapi kritik. Banyak yang berpendapat bahwa pendekatan ini dapat menghambat pencarian keadilan yang lebih substansial, karena sering kali keputusan hukum hanya didasarkan pada prosedur formal tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam praktiknya, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang merasa terpinggirkan oleh sistem hukum yang kaku. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mengintegrasikan nilai-nilai sosial dan moral dalam penegakan hukum agar dapat menciptakan keadilan yang lebih merata dan sesuai dengan hati nurani masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H