Mohon tunggu...
fitri amalia
fitri amalia Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

memiliki hobi membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Sebuah Kasus dengan Cara Pandang Filsafat Hukum Positivisme

29 September 2024   11:15 Diperbarui: 29 September 2024   11:16 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendirian utama dari mazhab ini adalah bahwa hukum hanya dapat dipahami melalui norma-norma positif yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu. Hukum dianggap sebagai "perintah" yang harus diikuti, tanpa mempertimbangkan apakah hukum tersebut baik atau buruk secara moral. Tokoh-tokoh penting dalam mazhab ini termasuk John Austin, yang mengemukakan bahwa hukum adalah perintah dari penguasa, dan Hans Kelsen, yang memperkenalkan konsep norma dasar (Grundnorm) sebagai sumber keabsahan semua norma hukum.

Dalam praktiknya, positivisme hukum menciptakan sistem hukum yang bersifat "closed logical system," di mana keputusan hukum dapat dideduksi dari aturan yang ada tanpa mempertimbangkan aspek sosial atau moral. Hal ini memberikan kepastian hukum, tetapi juga mengundang kritik karena dianggap mengabaikan keadilan dan kemanusiaan dalam penegakan hukum

Argumen Saya Tentang Mazhab Hukum Positivisme Dalam Hukum di Indonesia 

Mazhab hukum positivisme dalam konteks hukum di Indonesia memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana hukum seharusnya dipahami dan diterapkan. Positivisme menekankan pentingnya norma-norma hukum yang tertulis sebagai sumber utama dari hukum yang berlaku, memisahkan dengan tegas antara hukum dan moralitas. Dalam hal ini, hukum dianggap sebagai perintah yang sah dari penguasa, dan keabsahan hukum tidak bergantung pada nilai-nilai etika atau keadilan. Hal ini menciptakan kepastian hukum yang diperlukan untuk mengatur kehidupan masyarakat, tetapi juga dapat menyebabkan ketidakadilan ketika hakim hanya berpegang pada teks undang-undang tanpa mempertimbangkan konteks sosial atau moral.

Namun, penerapan mazhab positivisme di Indonesia juga menghadapi kritik. Banyak yang berpendapat bahwa pendekatan ini dapat menghambat pencarian keadilan yang lebih substansial, karena sering kali keputusan hukum hanya didasarkan pada prosedur formal tanpa mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan. Dalam praktiknya, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat, terutama bagi mereka yang merasa terpinggirkan oleh sistem hukum yang kaku. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mengintegrasikan nilai-nilai sosial dan moral dalam penegakan hukum agar dapat menciptakan keadilan yang lebih merata dan sesuai dengan hati nurani masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun