Bergulirnya kasus penembakan terhadap seorang polisi berpangkat Brigadir yang diduga sebagai tindak pidana pembunuhan berencana mengakibatkan sejumlah polisi lain turut terseret karena terjadi pengaburan dan penghilangan bukti tindakan pidana di tempat kejadian perkara (TKP). Hal inilah yang disebut sebagai Obstruction of Justice. Lantas apa itu Obstruction of Justice?
Obstruction of Justice terdiri dari kata obstruction dan justice. Obstruction berarti halangan dan justice berarti keadilan. Sehingga secara harfiah Obstruction of Justice berarti halangan terhadap keadilan atau tindakan yang berupa menghalangi suatu proses hukum atau pengungkapan keadilan.
Menurut artikel yang ditulis oleh Bapak Eddy Os Hiariej Guru Besar hukum pidana Fakultas Hukum UGM, Obstruction of Justice adalah "suatu perbuatan, baik melakukan atau tidak melakukan sesuatu dengan maksud menunda, mengganggu, atau mengintervensi proses hukum dalam suatu kasus".
United Nations Convention Against Corruption Article 25Â yang didalamya juga memuat tentang obstruction of justice mendefinisikannya sebagai suatu tindakan penggunaan kekuatan fisik, ancaman atau intimidasi atau janji, menawarkan atau memberikan keuntungan yang tidak semestinya untuk mengganggu tugas hakim atau aparat penegak hukum lainnya dengan memberikan kesaksian palsu untuk menciptakan "bukti".
Dengan demikian dapat dipahami bahwa Obstruction of Justice adalah suatu perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud untuk menghalangi proses hukum dengan mengganggu tugas hakim atau aparat penegak hukum lain demi terhalangnya pengungkapan kebenaran/keadilan.
Adapun pasal pemidanaan yang berkenaan tentang obstruction of justice ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 221-225 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberatasan Tindak Pidana Korupsi tepatnya pada Pasal 21.
Dalam kasus penembakan yang menyeret sejumlah nama polisi, obstruction of justice dapat dilihat dari beberapa tindakan, mulai dari pembersihan TKP hingga upaya penghilangan dan perusakan rekaman CCTV sebagai alat bukti dalam penyidikan.
Sekiranya hal tersebut dapat dikenakan KUHP Pasal 221 ayat (1) angka 2 "Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan yang lain, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pegawai negeri kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian".
Ambil contoh salah seorang tersangka dan otak pembunuhan berencana dalam kasus penembakan polisi yaitu Ferdy Sambo. Dilansir dari nasional.kompas. com bahwa Ferdy Sambo telah mengakui perbuatannya, yaitu merancang skenario dan perusakan TKP. Perusakan TKP tersebut ia lakukan dengan maksud untuk melancarkan skenario pembunuhan yang ia lakukan.
Maka, dari kasus tersebut didapatkan unsur-unsur pidana, berupa :
- Barangsiapa