Dan yang kelima adalah alasan dari segi lingkungan. Dengan memiliki anak, mereka berpikir bahwa itu dapat mempengaruhi lingkungan karena mendukung pertambahan jumlah populasi hingga menyebabkan overpopulation. Dengan banyaknya manusia, tingkat polusi juga akan bertambah.
Menyambung alasan-alasan di atas, saya berpendapat bahwa mungkin desakan orangtua dan keluarga serta keadaan lingkungan untuk cepat-cepat memiliki anak inilah yang membuat pasangan menjadi enggan. (Bayangkan ketika pasangan baru ditanya sana sini "kapan punya anak?" pasti akan ada rasa tidak nyaman).
Lalu yang menjadi perhatian adalah apa bedanya keputusan childfree dengan infertil (kemandulan)?
Hal ini jelas berbeda. Dimana childfree merupakan keputusan yang dibuat secara sadar. Sedangkan infertil adalah keadaan dimana sebuah pasangan belum/tidak dapat memiliki keturunan biologis (kandung) karena beberapa alasan tertentu, seperti alasan kesehatan, faktor genetis dan lingkungan (involuntary childlessness).
Melihat keadaan ini perlu pertimbangan yang matang dalam mengambil keputusan untuk childfree. Di lain sisi childfree memang kebebasan mutlak yang dimiliki pasangan untuk memilih.
Namun di sisi lain perlu disadari bahwa budaya dan masyarakat kita tidak bisa serta merta menerima sebuah sistem/pemikiran berbeda dari kebiasaan yang hidup di masyarakat sejak berabad-abad lamanya.
Terkadang kemandulan yang bukan kehendak pribadi saja masih mendapat stigma negatif dalam masyarakat. Pun resiko yang akan ditanggung juga harus menjadi pertimbangan.
Memilih untuk childfree apakah akan selamanya tidak punya anak? Dan apakah dimungkinkan bila di kemudian hari salah seorang dari pasangan menginginkan seorang anak kandung?(terlepas dari mengadopsi anak). Dan apakah bila dalam keadaan tersebut tubuh masih bisa "memproduksi"?.
Karena menurut Halodoc usia produktif wanita ada pada rentang usia pertengahan 20an, 26-34 tahun. Di usia 26 tahun wanita dinilai sudah siap secara mental dan fisik. Dan bagi pria, usia yang tepat adalah antara 25-35 tahun. Meski pria dapat menghasilkan sperma hingga usia lanjut, namun di usia ini kualitas sperma yang dihasilkan lebih baik.
Artinya semakin bertambah usia semakin kecil pula peluang untuk memiliki keturunan. Pun resiko kehamilan dan melahirkan juga semakin besar.
Kalaupun teknologi di bidang kedokteran sudah berkembang pesat untuk membantu pasangan lanjut usia untuk memiliki anak, apakah kita bisa menjangkau teknologi tersebut?