Mohon tunggu...
Fitria Kusumawardhani
Fitria Kusumawardhani Mohon Tunggu... -

Daddy, Mom and old brother. I'm not marry and still study. Master Degree. Motto : Open Mind, Modern Women

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Masyarakat Juga Kesal dengan Tukang Parkir

29 Mei 2014   14:50 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:59 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nah. Mungkin ini bukan saja pengalaman saya dan teman-teman saya yang saya amati untuk jadi tulisan yang menggelikan.
Sekarang yang mau kerja enak dengan dapat uang dengan mudah sudah sampai ke bawah.
Bayangkan tukang parkir saja sudah tidak mau bekerja bersusah payah. Gawat untuk mental Bangsa yang hanya mau berfikir untuk menikmati tanpa harus bekerja keras. Saya geli atas tingkah laku teman saya yang selepas pulang mengambil uang di ATM, dengan wajah masam. Ketika ditanya, persoalannya tukang parkir. Hahha. lucu bukan, tukang parkir pun sekarang jadi sorotan. Karena apa? Kerjanya enak banyak hanya membunyikan peluit lambaikan tangan dan duduk, kemudian meminta bayaran. Semestinya tukang parkir ini memandu dan baru meminta bayaran yang sewajarnya. Kemudian lagi ni, ketika saya dan teman pergi makan, pada waktu parkir kami sendiri yang memarkirkan, dan apa yang tukang parkir lakukan pada waktu kami naik dari mobil, dia berlari dan meminta uang parkir mbak? Nah lho, ya jelas aja teman saya tidak mau. Dia memarahi tukang parkir itu dengan, jangan mau enaknya aja Pak. Pada waktu parkir gak ada Bapak. Gak bisa ! dengan nada marah, kemudian teman saya langsung bergegas pergi. Nah pengalaman saya sendiripun hampir sama, ketika saya parkir dia tidak memandu, dan tetiba turun saya dipungut uang parkir 5000 rupiah. Gila bukan. Koq enak sekali kerja mereka hanya duduk-duduk dapat uang 3000-5000 per mobil bayangkan anak jalanan yang menjual koran yang hanya menjual korannya seharga 1000 rupiah dan dia harus berlari mengejar setiap mobil yang lewat. Betapa bobroknya bangsa ini jika mereka-mereka yang hanya mengambil nikmat tanpa harus bekerja dahulu masih ada. Mereka mungkin setingkat lebih tinggi derajatnya dari pada pengemis yang hanya mengadahkan tangan menunggu belas kasih, tetapi lebih buruk daripada orang jalanan yang masih mau berusaha untuk tetap bertahan hidup, dan tahu betapa kerasnya hidup. Dari atas sampai ke bawah begini semua. bagaimana bangsa ini dilihat bangsa lain untuk disegani.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun