Paradigma pembelajaran abad 21 menekankan kepada kemampuan siswa untuk berpikir kritis, mampu menghubungkan ilmu dengan dunia nyata, menguasai teknologi informasi komunikasi, dan berkolaborasi. Pencapaian keterampilan tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dari sisi penguasaan materi dan keterampilan.
Kemampuan berpikir kritis siswa dibangun melalui pembelajaran yang menerapkan taksonomi pembelajaran sebagaimana disampaikan oleh Benyamin Bloom tahun 1956 yang telah direvisi pada tahun 2001. Bloom membagi tujuan pendidikan menjadi tiga ranah yaitu ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Proses pembelajaran yang mampu mengakomodir kemampuan berpikir kritis siswa tidak dapat dilakukan dengan proses pembelajaran satu arah. Pembelajaran satu arah, atau berpusat pada guru, akan membelenggu kekritisan siswa dalam menyikapi suatu materi ajar. Siswa menerima materi dari satu sumber, dengan kecenderungan menerima dan tidak dapat mengkritisi. Kemampuan berpikir kritis dibangun dengan mendalami materi dari sisi yang berbeda dan menyeluruh.
Kemampuan menghubungkan ilmu dengan dunia nyata dilakukan dengan mengajak siswa melihat kehidupan dalam dunia nyata. Memaknai setiap materi ajar terhadap penerapan dalam kehidupan penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Secara khusus pada dunia pendidikan dasar yang relatif masih berpikir konkrit, kemampuan guru menghubungkan setiap materi ajar dengan kehidupan nyata akan meningkatkan penguasaan materi oleh siswa. Menghubungkan materi dengan praktek sehari-hari dan kegunaannya dapat meningkatkan pengembangan potensi siswa. Beers menegaskan bahwa strategi pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa dalam mencapai kecakapan abad 21 harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Kesempatan dan aktivitas belajar yang variatif; menggunakan pemanfaatan teknologi untuk mencapai tujuan pembelajaran;
Pembelajaran berbasis projek atau masalah; keterhubungan antar kurikulum (cross-curricular connections);
Fokus pada penyelidikan/inkuiri dan investigasi yang dilakukan oleh siswa;
Lingkungan pembelajaran kolaboratif; visualisasi tingkat tinggi dan menggunakan media visual untuk meningkatkan pemahaman;
Menggunakan penilaian formatif termasuk penilaian diri sendiri.
Pandangan Beers tersebut memperjelas bahwa proses pembelajaran untuk menyiapkan siswa memiliki kecakapan abad 21 menuntut kesiapan guru dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pembelajaran. Guru memegang peran sentral sebagai fasilitator pembelajaran. Siswa difasilitasi berproses menguasai materi ajar dengan berbagai sumber belajar yang dipersiapkan. Guru bertugas mengawal proses berlangsung dalam kerangka penguasaan kompetensi, meskipun pembelajaran berpusat pada siswa. Abad 21 menuntut penguasaan berpikir tingkat tinggi, berpikir kritis, menguasai teknologi informasi, mampu berkolaborasi, dan komunikatif. Proses mencapai kecakapan tersebut dilakukan dengan memperhatikan taksonomi Bloom yang membagi pengetahuan dalam dua kategori yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dalam konteks sistem pendidikan nasional disarankan untuk melakukan analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar masing-masing kelas, sehingga dapat memberikan wadah yang cukup dalam mengintegrasikan pembelajaran dalam beberapa mata pelajaran.
Menurut Anderson media merupakan perlengkapan yang digunakan dalam menyalurkan pesan dan memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan pesan. Kit Lay Bourne (1985:82) menyatakan bahwa "penggunaan media tidak harus membawa bungkusan berita-berita semua, siswa cukup dapat mengawasi satu berita." Pendapat Anderson dapat dihubungkan bahwa penyampaian materi pelajaran dengan cara komunikasi masih dirasakan adanya penyimpangan pemahaman oleh siswa karena siswa masih banyak menerima sesuatu ilmu dengan verbalisme. Bagaimana dengan adanya media berbasis TIK khususnya menggunakan power point, video animasi, macromedia flash diharapkan dapat memacu kreativitas dan semangat belajar siswa agar mudah memahami materi yang disampaikan oleh guru karena sasaran penggunaan media adalah agar siswa mampu menciptakan sesuatu yang baru dan mampu memanfaatkan sesuatu yang telah ada untuk dipergunakan dan berguna dalam kehidupannya.
Pemanfaatan TIK dalam pendidikan yang layak bagi anak tentu harus mempertimbangkan prinsip dalam penyediaan sarana dan prasarana pembelajaran bagi siswa siswi nyai, sekalipun dalam praktiknya dapat dikendalikan oleh atau di bawah pengawasan pendidik. Selain itu perangkat TIK yang digunakan pun disesuaikan dengan memperhatikan perkembangan anak. Efektif tidaknya pemanfaatan TIK bagi proses tumbuh kembang anak usia dini mutlak menjadi pertimbangan para guru sebelum menentukan untuk memilih jenis perangkat yang tepat. Efektif tidaknya pemanfaatan TIK bagi proses tumbuh kembang anak usia dini mutlak menjadi pertimbangan para guru sebelum menentukan untuk memilih jenis perangkat yang tepat.