Haiii para pembacaku, kembali lagi setelah sekian lama aku tidak menuangkan argumentasi pada blog ini. Kali ini aku ingin mereview sebuah movie yang sedang ramai di kalangan gen Z, yaitu Home Sweet Loan yang mulai tayang di bioskop pada 26 September 2024.
Sebelum aku me-review, perlu diketahui bahwa ini adalah penilaian pada sisi pandang manusia dewasa yang hidup di ibu kota, di mana dahulu keluarganya pernah mengalami kejayaan. Kenapa aku menegaskan sisi pandang yang akan aku kupas? Karena jika melihat pada sisi pandang kita yang hidup di desa, anak rantau, atau kita yang sedang berjuang untuk kejayaan pertama keluarga pasti berbeda. Dan ujung-ujungnya adalah membandingkan sesuatu hal yang tidak perlu di bandingkan.
Home sweet loan merupakan movie yang menceritakan tentang Kaluna (Yunita Siregar), anak terakhir dari 3 bersaudara. Dia hidup di tengah habisnya masa kejayaan keluarganya, di mana orang tua telah pensiun, kakak-kakaknya hidup di rumah orang tua karena belum sanggup memiliki rumah sendiri. Memiliki rumah sendiri merupakan sebuah impian semua manusia apalagi yang sudah berkeluarga, kakak-kakak kaluna pun demikian. Mereka memiliki keinginan untuk memiliki rumah sendiri, Â tapi memiliki gaya hidup yang cukup mewah membuat sulit memiliki tabungan yang besar untuk bisa membeli rumah.Â
Sementara kaluna, berkeinginan memiliki rumah karena ia merasa jika di rumah orang tuanya ia tidak memiliki apapun. Kaluna yang setiap hari membantu ibu membersihkan rumah, bahkan membayar kebutuhan rumah, sementara saudaranya sibuk dengan perkerjaan dan mengurus anak-anak tanpa memperdulikan kaluna yang juga capek karena harus bekerja.
Kaluna bertekad untuk memiliki rumah sendiri, agar ia bisa istirahat dengan tenang setelah pulang bekerja dan ia memiliki barang yang benar-benar menjadi miliknya. Hebatnya Kaluna, ia bisa memiliki tabungan 300jt++ untuk membeli rumah. Jelas, perjuangan menabung Kaluna mampu membuat banyak orang takjub, karena jika dilihat Kaluna bekerja pada perusahaan yang cukup besar, dan teman sekantornya memiliki gaya hidup yang cukup mewah.Â
Sementara Kaluna ditampilkan sosok yang sangat sederhana, ia berangkat bekerja naik angkutan umum karena jelas lebih hemat, ia juga tidak suka membeli kopi mahal dan makanan mewah layaknya pekerja kantoran lainnya. Kaluna juga me-manage keuangannya dengan teliti.
Hidup jelas memiliki banyak lika-liku, saat Kaluna hampir memiliki rumah idaman yang ia mimpikan, saat itu juga puncak emosi pada cerita ini. Kaluna berpikir jika keluarganya lebih penting, Kaluna gak bisa egois, Kaluna yang sangat sayang keluarganya. Â Ia merelakan uang tabungannya untuk membayar hutang kakaknya yang terkena tipu agar rumah orang tuanya tidak di ambil oleh pegadaian.
Dalam kasus ini jelas kondisi keluarga seseorang berbeda-beda. Kaluna banting tulang menghidupkan keluarganya karena tumpuan pada keluarga itu adalah Kaluna, tapi bagaimanapun Kaluna juga manusia yang memiliki lelah dan membutuhkan tumpuan. Di dalam keluarga itu seakan-akan Kaluna berjuang sendirian. Tapi jelas, tidak mungkin semua lingkungan manusia berisi ujian saja, pasti ada tongkat yang mampu menguatkannya.
Kaluna memiliki 3 sahabat yang benar-benar men-support. Teman-temannya tidak malu dengan Kaluna yang sederhana, teman-temannya juga selalu ada untuk menemani Kaluna. Walaupun dalam cerita ini ada satu titik emosi di mana Kaluna tidak mampu bercerita pada teman-temannya karena saat itu temannya juga memiliki masalah. Saat itu juga kita disadarkan bahwa setiap menusia memiliki bebannya masing-masing. Gak semua beban kita, bisa kita ceritakan pada orang lain, dan gk semua tentang kehidupan orang lain harus tentang kita.
Okay, segini aja review dari aku. Ini merupakan sisi pandang aku pribadi yang teman-teman. Jika ada perbedaan pendapat tentu gak masalah. Karena setiap manusia memiliki pendapatnya masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H