Digitalisasi Politik: Membidik Anak Muda Lewat Gimmick di Sosial Media
Di masa serba digital kini, media sosial telah menjadi bagian dari media baru yang membawa dampak besar dalam bidang komunikasi massa. Hampir setiap orang tentu memiliki media sosial agar tidak ketinggalan segala informasi dan tren terkini sebab media sosial sebagai bgaian dari dunia cyber memiliki kelebihan dalam kecepatan, yang memungkinkan sebuah informasi dapat berkembang dan menyebar secara masif (Tabroni, 2012: 153). Namun, lebih lanjut, media sosial tidak hanya terbatas dapat dimanfaatkan sebatas akses informasi dan komunikasi, tetapi telah merambat sebagai sumbe literatur, media berbelanja, bisnis, promosi, hiburan, hingga alat politik. Selain itu, sebagaimana teori dalam cyber culture, media baru dan massa pada dasarnya berdiri dari tiga irisan penting, yakni sosial budaya, ekonomi, dan politik. Oleh karena itu, pemanfaat media dalam bidang-bidang tersebut pun mustahil tidak dihindari, terlebih melihat daya dari media bru yang dapat membentuk opini dalam masyarakat (public opinion maker) karena masifnya sifat pemberitaannya (Aji dan Indrawan, 2019: 91-92).
Dunia adalah panggung sandiwara, sebagaimana istilah dari budayawan terkenal dunia, William Shakespreare. Hal ini berlaku juga dalam dunia politik. Di masa modern ini, banyak partai ataupun politikus yang secara individu memanfaatkan media sosial sebagai panggung politiknya. Hal ini dapat terjadi sebab media sosial sebagai bagian dari internet sendiri merupakan media yang efektivitas dalam menyampaikan pesan politik, baik dari atas ke bawah maupun sebaliknya sehingga membuatnya memiliki peran besar dalam proses komunikasi politik (Tabroni, 2012:154).
Saat ini, media sosial di Indonesia menjadi panggung utama pertarungan politik mengingat negara ini yang memang sedang memasuki masa panas pesta demokrasi menjelang Pemilihan Umum. Pemanfaatan media sosial untuk kegiatan politik di Indonesia ini setidaknya dapat terjadi sebab dua faktor, yakni perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dalam media massa serta sistem politik Indonesia yang semakin demokratis dan bebas. Hal inilah yang kemudian membuat informasi semakin mudah disebar dan diterima oleh masyarakat, termasuk informasi-informasi dengan konten politik (Heryanto, 2011: 154).
Menyadari potensi besar dalam dunia media sosial, kini banyak politikus dan partai politik yang secara aktif memanfaatkan media sosial sebagai media komunikasi politiknya. Karena meida sosial dapat menjadi media political branding (Indrawan, 2019: 10-11). Beragam strategi cerdas diciptakan. Mulai dari membuat konten kreatif seperti menggunakan bahasa dan meme yang akrab untuk anak muda, sebagaimana yang kerap dilakukan oleh partai politik bendera kuning. Strategi yang dilakukan partai politik kuning itu pun dapat dikatakan sukses melihat akun media sosial partai tersebut yang terbukti memang sering trending dan ramai dibicarakan di media sosial, terutuma platform Twitter.
Selain itu, strategi politik dnegan memanfaatkan gimmick juga tidak ketinggalan diterapkan oleh partai politik ataupun politikus demi menjadi mencolok dalam masa-masa kampanye ini. Secara harfiah, gimmick menurut kamus Cambridge didefinisikan sebagai something that is not serious or of real value that is used to attract people's attention or interest temporarily, especi ally to make them buy something. Hal ini bermakna gimmick ialah suatu upaya untuk mempengaruhi orang. Dalam konteks komunikasi, hal tersebut berarti mempengaruhi audiens untuk tertarik mendatangi pembuat gimmick (Levinson, 1993). Lebih lanjut, dalam hal komunikasi politik, maka ini berarti bagaimana membuat audiens mengenal atau bahkan memiliki persepsi yang baik pada tokoh yang dibuat gimmick. Gimmick dalam politik ini dapat dibuat mulai dari jargon atau lagu yang mudah diingat, cara berpakaian yang khas, tata rias, atau tindakan unik di depan publik.
Salah satu contoh gimmick politik yang terkenal di media sosial saat ini ialah gimmick poitik yang dilakukan oleh calon presiden RI nomor urut dua, yakni Prabowo Subianto. Di media sosial kini ia terkenal dijuluki masyarakat Indonesia dnegan sebutan “gemoy”. Hal ini berawal dari tindakan Prabowo yang terlihat gemar berjoget lucu dalam beberapa kesempatan di depan publik. Dari gimmick tindakan tersebut, kemudian tidak hanya berhenti di penerimaan penyebutan, namun banyak orang terutama anak muda di media sosial ikut sukarela mengedit dan membagikan video jogetannya di media sosial seperti TikTok, Twitter, hingga Instagram. Gimmick tersebut pun akhirnya sukses menjadikan citra dari paslon nomor urut dua tersebut yang dulunya terkesan kaku, tegas, dan jauh dari masyarakat kini dikenal ‘lucu’, santai, dan lebih dekat dengan anak muda.
Contoh gimmick yang dilakukan politikus lain ialah gimmick slepet sarung oleh paslon calon presiden RI dengan nomor urut 1. Dalam media sosial mereka, dibagikan suatu video dimana kedua pasangan capres dan cawapres tersebut yang sedang bercanda bermain sarung. Gimmick yang dilakukan oleh paslon 1 ini dilakukan dengan tujuan menyampaikan visi misi politiknya yang diibaratkan sarung dengan cara penyampaian konten kreatif yang lucu. Selain penggunaan gimmick, hal tersebut dapat dikatakan juga sebagai strategi yang cerdas dalam memanfaatkan politik identintas, yakni memanfatakan sarung yang merupakan barang yang lekat dengan umat Islam sehingga audiens yang menonton bisa merasa lebih dekat dan relate dengan kontennya.
Semua strategi politk dengan gimmick di atas terlihat inovatif dan menarik. Namun, sebagai masyarakat kita juga perlu tetap waspada dan mempertimbangkan gimmick-gimmick yang diciptakan para partai politik dan politikus. Apakah gimmick politik tersebut dapat mereduksi substansi isu politik yang seharusnya lebih mendalam?
Kesimpulannya, pemanfaatan sosial media oleh politikus dan partai politik sebagai alat untuk menarik pemilih muda telah menjadi tren yang tidak dapat kita hindari. Tetapi, sementara strategi ini dapat efektif dalam menarik perhatian, kita juga harus tetap mempertimbangkan substansi dari pesan politik yang disampaikan. Pendidikan dan edukasi politik yang mendalam dan kritis tetaplah krusial, terlepas dari daya tarik gimmick politik yang dibagikan di sosial media. Oleh karena itu, terutama sebagai generasi muda, dalam mengejar pemahaman yang lebih mendalam tentang fenomena ini, kita perlu mengamati strategi dan peran sosial media dalam politik, serta bagaimana hal ini berdampak pada pemilihan dan persepsi politik generasi muda di Indonesia.