Mohon tunggu...
Fitria Yuliana
Fitria Yuliana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Genderless Sebagai Wujud Nyata Tercapainya Kesetaraan Gender

7 April 2024   12:58 Diperbarui: 7 April 2024   13:16 155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://herstory.co.id/read4544/kesetaraan-gender-perjuangan-tanpa-akhir-melawan-stigma-negatif

            Isu terkait kesetaraan gender menjadi salah satu isu yang paling sering disorot oleh Masyarakat. Terlebih lagi saat ini kita semua hidup ditengah perkembangan dan kemajuan teknologi yang semakin pesat, sehingga menciptakan Masyarakat yang lebih berpikir kritis terutama pada konteks kesetaraan gender. Meskipun kesetaraan gender menjadi isu yang paling sering disorot atau diperbincangkan, nyatanya hal ini tidak membuat permasalahan terkait keteraan gender dapat terselasaikan dengan mudah. Banyaknya budaya patriarki yang masih terjadi, membuat permasalahan terkait kesetaraan gender masih sulit untuk dihapuskan.

            Dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Gender dan Feminisme”, Alfian Rokhmansyah menjelaskan bahwa patriarti berasal dari kata patriarkat yang berarti sebuah struktur yang menempatkan laki-laki sebagai penguasa Tunggal, dan juga sentral. Budaya patriarki yang terjadi pada Masyarakat, dapat ditandai dengan adanya pemikiran atau prinsip yang menunjukkan adanya kesenjangan atau merugikan salah satu gender. Sebagai contoh dari wujud nyata patriarki adalah adanya pemikiran bahwa tugas Perempuan hanyalah menjadi istri yang menyalani suami, serta ibu bagi anak-anaknya. Pemikiran ini tidak jarang menjadi penghalang bagi banyak Perempuan dalam menempuh Pendidikan yang tinggi atau setara dengan laki-laki. . Meskipun isu kesetaraan Gender (genderequality) menjadi tuntutan hampir di semua Negara, namun faktanya tidak mudah untuk mewujudkan kesetaraan gender. Hal ini dikarenakan konstruk budaya masyarakat melalui budaya Patriarki yang membeda-bedakan peran laki-laki dan perempuan. Konstruk budaya ini sudah berlangsung lama dari generasi ke generasi (Nanang Hasan, 2015).

Saat ini, budaya patriarki banyak ditolak khususnya oleh para kaum muda karena dinilai membawa beberapa dampak buruk bagi Masyarakat. Contoh damapak buruk adanya budaya patriarki adalah timbulnya marginalisasi ekonomi, subordinasi, serta munculnya stereotip. Selain itu, budaya patriarki juga memungkinkan terjadinya kekerasan, hal ini dikarenakan hirarki gender yang terdapat dalam budaya patriarki membuat adanya stereotip yang menilai bahwa Perempuan lebih rendah dari laki-laki

            Namun, ditengah perkembangan jaman dan pesatnya kemajuan teknologi yang ada saat ini, kesadaran dan kepedulian Masyarakat terkait kesetaraan gender juga semakin meningkat. Masyarakat saat ini khususnya para anak muda memiliki kepedulian yang cukup tinggi terhadap kesetaraan gender di lingkungan mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya aksi penolakan terhadap budaya patriarki serta usaha yang dilakukan untuk mencapai adanya kesetaraan gender dalam lingkungan sosial mereka. Dalam segala usaha yang dilakukan untuk mencapai adanya kesetaraan gender, muncul istilah genderless society yang menggambarkan bagaimana lingkungan sosial yang asil tanpa adanya petriarki dan juga hirarki dalam gender.

Apa itu genderless society?

            Saat ini, mungkin beberapa dari kita sudah tidak asing atau mungkin pernah mendengar terkait istilah genderless society. Genderless society atau bisa juga disebut sebagai Masyarakat tanpa gender, merupakan sebuah konsep atau gagasan yang menegaskan bawa seharusnya gender tidak menjadi faktor yang mempengaruhi identitas, peran, maupun struktur sosial dalam Masyarakat. Genderless society merupakan bentuk dari penolakan terhadap adanya diskriminasi, stereotip, serta berbagai Tindakan yang dinilai merugikan atau menciptakan adanya patriarki pada suatu gender.

            genderless society memiliki tujuan untuk dapat menciptakan lingkungan sosial yang adil dimana didalamnya setiap individu mendapatkan perlakuan yang sama atau adil tanpa memandanga gender mereka. Terrwujudnya genderless society dapat menjadi bukti nyata tercapainya kesetaraan gender, dikarenakan genderless society dibuat untuk menciptakan lingkungan sosial yang didalamnya terdapat adanya kesetaraan gender bagi setiap individu.

Meskipun Tingkat kesadaran dan kepedulian Masyarakat saat ini terhadap kesetaraan terbilang meningkat dengan baik, hal ini tidak menyebabkan genderless society dapat tercapai dengan mudah. Terdapat banyak tantangan dan hambatan yang harus dilewati dalam mewujudkan adanya genderless society seperti berikut:

  • Hukum yang masih cukup lemah

Salah satu tantangan dalam tercapainya kesetaraan gender melalui genderless society adalah kualias hukum yang masih bisa terbilang lemah. Meskipun di negara kita Indonesia sudah terdapat banyak undang-undang yang mengatur hukum khususnya bagi Perempuan, namun terkadang implementasinya masih terbilang kurang. Meskipun banyak negara yang telah mengadopsi undang-undang terkait hak dan perlindungan Perempuan, terkadang implementasinya masih kurang memadai. Masih terdapat perbedaan perlakuan antara laki-laki dan Perempuan dalam system hukum, termasuk dalam hal perceraian, hak warisan, serta keadilan (Rizal Pahlevi, 2023). Selain itu, masih juga sering terjadi kurangnya hukum yang memberi perlindungan dalam konteks pekerjaan. Perempuan masih sering mengalami diskriminasi dalam tempat kerja, seperti pemberian upah yang tidak adil, kekerasan, serta terjadi pengabaian terhadap hak-hak para pekerja.

  • Budaya yang diajarkan leluhur

Budaya yang diajarkan oleh para leluhur juga menjadi salah satu tantangan kita dalam mewujudkan genderless society. Hal ini dikarenakan beberapa budaya yang diwariskan oleh para leluhur terkadang bertentangan dengan prinsip dari kesetaraan gender. Budaya yang dimaksud salah satunya adalah ajaran bahwa Perempuan sebaiknya tidak perlu menempuh Pendidikan yang tinggi karena pada akhirnya tugas sejati Perempuan adalah menjadi seorang istri dan ibu dalam keluarga. Budaya ini dapat menjadi penghambat dalam tercapainya keseteraan gender. Selain itu, ajaran bahwa Perempuan harus selalu patuh pada laki-laki juga menjadi hambatan dalam mencapai kesetaraan gender.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun