Mohon tunggu...
Fitria Agustina
Fitria Agustina Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

nama saya fitria agustina saya seorang mahasiswa jurusan ilmu komunikasi saya juga aktif sebagai contem creator

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

kamuplase ppn 12% untuk barang mewah?

30 Desember 2024   09:00 Diperbarui: 29 Desember 2024   23:18 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemerintah Indonesia baru-baru ini mengumumkan kenaikan tarif pajak pertambahan nilai  (PPN) menjadi 12% merupakan bagian dari Upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, mengatasi defisit anggaran juga mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19 dan mendukung Pembangunan nasional. Pemerintah berencana menerapkan kenaikan ini mulai tahun 2025. Namun kebijakan ini menuai berbagai tanggapan dari berbagai kalangan, seperti pajak ekomi dan kebijakan, pelaku usaha, hingga konsumen atau Masyarakat umum bahkan kenaikan PPN ini juga memicu kekhawatiran di kalangan industri hiburan digital, terutama platfrom streaming seperti Netflix dan spotify. Kenaikan PPN ini dapat memperlambat pemulihan ekonomi dan menekan daya beli Masyarakat, terutama di kelompok menengah ke bawah.
Belakangan ini, bukan hanya di Indonesia, tetapi ekonomi internasional juga sedang kurang stabil. Selain adanya konflik dan perang di Eropa serta Timur Tengah yang memengaruhi rantai pasok global, tahun 2024 juga menjadi tahun politik. Lebih dari 150 negara menyelenggarakan pemilu tahun ini. Artinya, kondisi politik menjadi tidak stabil, dan banyak perusahaan memilih menahan dana mereka untuk "wait and see.
Biasanya, untuk memulihkan perekonomian, pemerintah akan melakukan stimulus ekonomi, reformasi structural, serta dukungan sosial yang dapat mempercepat pemulihan. Salah satu langkahnya adalah dengan meningkatkan penerimaan pajak. Keputusan pemerintah untuk menaikkan pajak sebenarnya sudah tepat, tetapi sayangnya kurang tepat dalam menentukan siapa yang menjadi sasaran.
Indonesia memiliki tax-to-GDP ratio sekitar 9%-12% (2023), angka yang tergolong rendah dibandingkan dengan rata-rata negara berkembang lainnya. Dari sekitar 45 juta wajib pajak, hanya 4,5 juta yang benar-benar membayar pajak. Dari jumlah tersebut, kelompok penghasilan tertinggi (di atas Rp5 miliar per tahun) sangat kecil, kurang dari 1% dari total wajib pajak. Selama program tax amnesty (2016-2017), pemerintah berhasil mengungkap kekayaan tersembunyi sebesar Rp4.884 triliun, sebagai besar dari kelas atas. Hal ini menunjukan bahwa banyak orang kaya.
Dengan kenaikan PPN menjadi 12% harga barang diperkirakan akan naik minimal Rp10.000-Rp20.000. kenaikan ini menambah pengeluaran kelompok miskin hingga Rp100.000 per bulan dan kelompok kelas menengah hingga Rp350.000 per bulan. Kenaikan ini juga beresiko menurunkan PDB hingga Rp65,3 triliun, yang berpotensi mengurangi konsumsi rumah tangga sebesar Rp40,68 triliun. Artinya, PPN 12% dapat mengancam pertumbuhan ekonomi tahun 2025.
Apa yang Terjadi Jika Ekonomi Tidak Tumbuh? Naiknya PPN dari 11% menjadi 12% akan menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa yang dikenai pajak. Dampaknya, konsumsi rumah tangga dan dunia usaha di Indonesia diperkirakan menurun hingga sekitar 0,37%.                                                                                                                              Hasilnya: Daya beli turun. Konsumen memiliki lebih sedikit uang untuk dibelanjakan setelah membayar kebutuhan pokok seperti tempat tinggal, makanan, dan listrik.                              Akibatnya: Efek domino ke berbagai sektor. Konsumsi yang berkurang akan berdampak langsung pada sektor sektor lain. Selain itu, ketidakpastian ekonomi akan berdampak pada aspek sosial, seperti meningkatnya tingkat stres, depresi, dan kecemasan di masyarakat. "Tapi bukannya kenaikan PPN 12% hanya untuk barang dan jasa mewah?" Masalahnya, tidak ada definisi yang jelas mengenai barang dan jasa apa saja yang termasuk dalam kenaikan PPN 12%. Apakah akan menggunakan definisi dalam Permenkeu No. I1/2023, atau ada definisi baru? Jika benar hanya barang mewah yang terdampak, mengapa tidak menaikkan PPnBM saja, yang kategorisasinya sudah jelas?            
Ada juga beberapa dampak kenaikan PPN 12% bagi industri hiburan digital Netflix dan spotify. Seperti, pengurangan daya beli konsumen dengan adanya kenaikan biaya langganan dapat mengurangi daya beli konsumen, terutama kalangan menengah ke bawah juga bisa menyebabkan penurunan jumlah pelanggan kenaikan ini bisa membuat pelanggan membatalkan langganan, kenaikan PPN ini dapat meningkatkan inflasi dan mempengaruhi ekonomi secara keseluruhan.
Sebelum menaikkan PPN, pemerintah sebaiknya membuat definisi atau kategorisasi terlebih dahulu. Barang dan jasa apa saja yang dikenai pajak? Kategorisasi dapat dibuat berdasarkan fungsi barang hingga siapa saja pengguna barang tersebut. Dengan begitu, targetnya akan lebih jelas dan tidak mengabaikan disparitas ekonomi yang ada.                          

Opsi Alternatif: Pemerintah bisa menghentikan beberapa kebijakan yang kurang berdampak besar tetapi membebani APBN, seperti program makan siang gratis atau pembangunan IKN. Selain itu, pemerintah juga dapat mengejar perusahaan digital seperti Google, Netflix, Amazon, dan Meta untuk membayar pajak mereka di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun