Beberapa hari di dalam hati penasaran. Â Aku pengen tahu, apakah semua harga di salah satu label supermarket yang sama untuk jenis barang yang sama? Well, aku membuktikannya di beberapa tempat. Daerah x1. Harga sebuah teh botol 330 ml harganya Rp 2.800,-, daerah x2 harga teh botol 330 ml. Rp 3.300,-, loh koq berbeda. Bukankah supermarket yang berlabel sama seharusnye menetapkan harga yang sama disetiap daerah?. Setiap konsumen seharusnya mempunyai kepastian terhadap harga normal yang dijual ke pasaran, tentu perusahaan melihat prospek untung ruginya, tetapi tidak harus meninggikan harga yang jauh dari harga pasaran dan harga yang berbeda di setiap tempat, yang kadang bikin tambah aneh. Kenapa konsumen malah lebih senang berbelanja di supermarket tersebut, daripada diapotik, di warung-warung yang harganya lebih murah, tapi ada yang sangat menggelikan. Harga di supermaket lain, harga yang dijual jauh lebih murah dari supermarket1 dan warung-warung lho. Contohnya rinso yang beratnya pake banget. Harga di warung-warung kisaran Rp 12.000,-, dan Rp 11.000, nah, di supermarket satu ini Rp 10.000,- ???.
Saya penasaran, berapa harga yang sebenarnya dijual oleh Produsen ?. Bagaimana cara penerapan pemasaran terhadap harga jual? Karena jika saya teliti pengeluaran, jika membeli dengan harga lebih mahal, maka kemampuan membeli saya berkurang, memang kita tidak terasa keluar untuk membeli minuman, walaupun hanya Rp 500,- saja, tetapi jika dikumpulkan 10 kali, lumayan Rp 5.000,-.
Penasaran saya pun berlanjut. Apakah karyawan supermarket juga membeli barang-barang yang diperlukan disupermarket tempat ia bekerja, jika dilihat dari harganya?. Memang ini bisnis bagi pengusaha. Tapi bagi konsumen, bagaimana dengan dampak kesejahteraan masyarakat ?.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H