Untuk ibu,
Assalamu’alaikum, Bu. Bagaimana kabar di rumah? Saya selalu berharap Ibu, Bapak dan adek selalu dalam keadaan sehat. Aamiin.
Andin sehat disini Bu, jangan khawatir. Andin masih semangat mengejar materi Akuntansi yang kemarin sempat buat jengkel Andin. Andin selalu inget kata ibu “ Besok telurnya digoreng di rumah. Jadi tetep semangat ya!” Ibu paling tau kalo Andin nggak suka sama angka yang berentet tanpa ujung. Apalagi banyak nolnya. Hehehe.
Bu, Selamat hari Ibu!
Maaf, Andin belum bisa mengirim uang buat rumah.
Bapak, Andin minta maaf juga. Kerajinan bapak belum ke jual sampe sekarang. Andin masih cari cara untuk menjualnya. Maaf belum bisa bantu rumah Pak.
Buat Adek, kakak kangen banget bercanda sama kamu Dek! Lama banget nggak denger tawa kamu, jailin kamu, gangguin kamu waktu makan. Hayo adek rajin sampoan nggak? Awas besok kalo kakak pulang rambutnya bau ayam, biar rambutnya dipotong sama ibu! Hehehe.
Andin baru ujian sekarang. Mohon doanya ya Bu, Pak.
Wassalamu’alaikum.
Salam kangen selalu
Andin
Genap dua tahun sudah aku bertahan di tanah rantau ini. Rindu yang kian menyesakkan batin harus aku tahan sekuat mungkin. Sebenarnya sudah lama sekali aku ingin pulang. Berkumpul dengan keluarga di desa, namun apa daya tiket untuk pulang belum bisa aku beli.
Aku berusaha mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhanku disini. Aku tak mau merepotkan Bapak dan Ibu di desa karena aku tahu hidup mereka pun sudah susah.
Aku selalu menolak uang pemberian mereka. Ada rasa bersalah karena aku tak mampu memberi mereka uang lagi. Dulu aku sudah bekerja di sebuah pabrik. Namun aku memutuskan resign dan melanjutkan sekolah. Ibu sempat menghentikanku, karena keadaan keluarga kami yang memang serba kekurangan dan akulah yang menjadi harapan mereka. Namun akhirnya beliau mengijinkan aku sekolah lagi.
Beberapa waktu lalu, aku mencoba usaha. Menjual aksesoris dan hiasan ruangan. Alhamdulillah awal yang bagus karena banyak yang tertarik. Aku sampaikan kabar itu kepada keluarga dan bapak akhirnya ikut menyuplai barang. Namun usaha itu tak bertahan lama. Pasar mulai sepi. Sampai saat ini pun aku masih mencari cara untuk menjual barang-barang yang mulai tertutup debu. Bapak, maaf.
Mentari akhirnya mau menunjukkan wajahnya pagi ini. Sudah tiga hari ini dia dihalangi mendung.
Mungkin pertanda baik juga.
Tak lama kemudian bapak pos berbaju orangye terlihat sibuk membagikan surat di ujung gang. Beliau menghampiriku dan menyodorkan surat. Dari Ibu.
Salam rindu untuk Andini tersayang.
Assalamu’alaikum,Dek.
Alhamdulillah kabar keluarga di rumah sehat wal afiat. Ibu senang kalo kamu juga sehat disana.
Dek, kamu jangan merasa bersalah karena belum bisa mengirim uang ke rumah atau karena barang-barang bapak yang belum laku. Nggak apa-apa dek. Yang terpenting kamu belajar baik-baik disana. Jaga kondisinya. Jaga sholatnya juga!
Dek, Ibu hanya berharap kamu lekas pulang. Jangan terbebani dengan kondisi di rumah. Biar kami yang memikirkannya. Ibu sudah kangen sama kamu dek. Begitu pula Bapak dan Dek Nisa.
Semoga ujianmu diberi kelancaran Aamiin!
Dari Keluarga yang menunggu kepulanganmu.
Air bening mengalir deras di pipiku. “ Ibu, aku juga kangen”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H