Mohon tunggu...
Fitri Restiana
Fitri Restiana Mohon Tunggu... -

penulis,ibu rumah tangga, anggota IIDN. Motto : Menulis itu bagaikan tarikan nafas.

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Asi Untuk Si Buah Hati

25 April 2014   04:23 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:13 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Beauty. Sumber ilustrasi: Unsplash

ASI (air susu ibu) adalah minuman sekaligus makanan ajaib yang diciptakan Tuhan untuk manusia. Memberikan ASI secara kontinu untuk sang buah hati, tidak saja bermanfaat menjaga kebugaran tubuh ibu, tetapi juga berdampak pada kesehatan bayi dan kedekatan hubungan psikologis antara ibu dan anak. ASI mengandung protein hipoalergenik, DHA, probiotik dan kolostrum yang dapat mnlindungi bayi dari alergi dan berbagai penyakit dimasa depan, seperti hipertensi, stroke, diabetes dan obesitas. Karena ASI, anakku yang mengidap cerebral parsi masih bisa menjalani kehidupan walau dengan segala keterbatasan.

Aku pernah membaca sebuah penelitian, bahwa ASI yang diproduksi ibu yang melahirkan bayi prematur ternyata memiliki kandungan protein yang lebih tinggi daripada yang melahirkan bayi cukup bulan. Subhanallah. Betapa ini menjadi obat mujarab ketika aku melahirkan anak ketigaku secara prematur. Begitu adilnya Allah memberikan rejeki yang tidak ada seorangpun bisa mengaturnya.

Kelahiran Zahran di awal Januari 2007 membuat jantungku berdetak. Waktu kelahirannya 2 bulan lebih cepat dari perkiraan dokter. Saat itu aku merasakan sakit kepala yang luar biasa. Ternyata tensiku mencapai angka 240!. Tinggi sekali mengingat usiaku yang masih 33 tahun. Aku pun mengalami buta selama lebih kurang 1,5 jam. Melihat kondisi ini, suamiku langsung membawa ke rumah sakit dan dokter me’wajibkan’ aku melahirkan premature untuk menghindari kegagalan penyelamatan ibu dan anak. Melalui proses yang melelahkan, alhamudlillah lahirlah putra kedua kami, Muhammad Zahran Al Fadani.

Zahran lahir dalam situasi yang menegangkan dengan kondisi fisik yang lemah dan tanpa tangisan. Ia harus masuk inkubator selama 2 minggu. Bagaimana bingungnya aku dan suami, sementara anak pertamaku, Zaki masih butuh pengawasan diusianya yang baru 3 tahun. Untunglah masih ada keluarga besar yang sangat siap membantu.

Secara kasat mata, Zahran tidak berbeda dengan bayi- bayi lainnya. Tapi kalau diperhatikan dengan seksama, dia tidak pernah mengeluarkan suara tangis dan rongga dadanya terlihat sedikit menonjol. Dengan berat kelahiran hanya 1,8 kg, miris menatapnya hanya terdiam. Di tengah ketidakberdayaanku, aku tetap harus bolak balik memberikan ASI ke rumah sakit. ASI yang kuberikan dengan penuh keikhlasan dan susah payah ku peras, tak pernah habis diminumnya walau hanya 60 cc. Tegukannya yang lemah membuatku nanar dan tak hentinya menangis. Ya Allah, kuatkan kami menerima semua bentuk cintaMu. Doa itu tak pernah henti kupanjatkan setiap menatap tubuh mungilnya yang selalu tertutup kain bedong.

Satu bulan aku dan suami harus bolak balik ke rumah sakit. Ketika berat Zahran mencapai 2,2 kg, dia diperbolehkan pulang dengan perawatan yang tetap khusus. Kami memesan inkubator yang masing masing sudut sudah diberi lampu 5 watt agar tubuhnya selalu hangat. Sesering mungkin aku beri dia ASI. Aku yakin, selain doa kepada Allah SWT, ASI adalah obat paling mujarab agar Zahran semakin pulih dan kuat. Alhamdulillah, di usianya 2 bulan, Zahran sudah bisa membuka mata dan senyum perlahan, tetap dengan suara yang nyaris tidak terdengar.

Kesehatan Zahran yang berangsur membaik, tentu membuat kami senang. Dia sudah bisa mengarahkan bola matanya kesana kemari, menggerakkan jari walau masih kaku. Sesekali dia membuka mulutnya seperti ingin mengucapkan sesuatu. Aku hanya bisa tersenyum dan terus memberinya stimulus untuk merangsang sarafnya.

Aku memberinya ASI sampai usianya 2 tahun lebih sedikit. Kata dokter, itu menjadikan kekebalan tubuhnya semakin baik. Benar saja, walau Zahranku memiliki keterbatasan, tapi ia jarang sekali terkena penyakit umum seperti batuk atau pilek. Ini tentu membuatku berbesar hati dan tak hentinya bersyukur.

Ketika usianya 3 bulan, tiba tiba suhu badan Zahran tinggi dan dia gelisah sekali. Suaranya yang sudah mulai keras, membuatku panik. Aku langsung menelepon suami utuk segera pulang dan membawanya ke rumah sakit. Aku coba mengingat apa penyebabnya. Apa mungkin setelah diimunisasi kemarin siang?. Ketika kutanyakan ke dokter, beliau hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Zahran dirawat lagi di rumah sakit selama 10 hari. Sedihnya melihat dia tidak berdaya, ditambah lagi kenyataan, setelah pulang dari rumah sakit, berat badan Zahran tidak mengalami kenaikan secara signifikan.

Di usia 1 tahun, lazimnya bayi sudah mulai belajar merangkak dan berjalan, tidak dengan Zahranku. Ia hanya bisa menggeserkan badannya untuk berpindah tempat. Jangankan merangkak, mengambil posisi duduk saja Zahran tidak bisa. Tulangnya sangat kaku dan hampir selalu gemetar. Tangannya selalu terkepal. Kedua kakinya yang bersih dan kurus saling menyilang dan tidak bisa menyangga tubuhnya yang semakin tinggi. Namun ada satu yang membuatku berbesar hati, Zahran pintar sekali memanggil ibu, ayah dan abang. Dia sudah bisa berbicara cukup jelas di usianya 3 tahun. Dia sangat teliti melihat keadaan.

Tapi minggu ini, aku dibuat galau dengan tingkahnya. Biasanya dia sudah bisa memegang sesuatu dengan cukup kuat, selalu bilang apa maunya walau tidak jelas dan terdiam kalau aku mulai kesal dengan segala tingkahnya. Semenjak Dinda, adiknya yang berusia 1 tahun sudah bisa berjalan, agaknya Zahran melancarkan protes atas kesibukanku menjaga Dinda yang seperti ‘cacing kepanasan’, menggeliat kesana kemari. Buku yang biasanya membuat ia duduk tenang di kursi rodanya, tak disentuh belakangan ini. Juga PS yang kutawarkan sesekali, sama sekali tak ia gubris, bahkan ia membuang muka ketika kusodorkan. Entahlah, aku belum bisa memahami sepenuhnya apa mau Zahran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Edukasi Selengkapnya
Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun