Tahun ini, si sulung Ikhlas Pandu Nusantara masuk SMP. Sementara adiknya, Tegar Arung Nusantara mulai menikmati suasana SD. Masalah biaya? Hmm, jujur saja, kami termehek-mehek tingkat tinggi, hehehe. Walaupun SMP negeri, kami tetap diwajibkan mengeluarkan biaya. Yang SD swasta apalagi. Cukup membuat kami mengencangkan ikat pinggang dan merapatkan barisan, *eh... J Intinya, mah, walau melalui perjuangan yang berdarah-darah, Allah ternyata masih memampukan kami. Alhamdulillah.
H-2.
Semua sudah terkondisikan dengan baik. Kebutuhan dari kepala sampai ujung kaki, tuntas. Si Emak jauh-jauh hari sudah menyediakan masing-masing satu lusin kaos kaki. Bukannya apa-apa. Kalau satuan harganya bisa dua kali lipat. Kaos kaki SMP satu lusin berkisar 32 ribu. SD 30 ribu. Sementara kalau harga satuan bisa 5-6 ribu. Jadi, hemat, kaan? Semoga bisa sampe satu tahun, xixixi..
H-1.
Cek tas Arung yang baru dibeli dua bulan yang lalu. Olala! Di bagian depan terlihat jelas titik-titik jamur. Tak sedap kali dipandang. Mana pula tasnya berwarna oranye ngejreng. Jadilah sore meluncur ke minimarket nyari-nyari tas. Lumayan dapet yang harga 58.000, dibeli pake uang THR. Maklum, dah over budget soalnya, hehehehe. Dan untungnya lagi, si doi ikhlas, kok. “Kan uang Bunda tinggal sedikit,” gitu katanya. Duh, bener banget, Nak... hahaha... hush.. J
Malamnya, semua sudah disiapin. Tas, baju seragam, sepatu diletakkan berjejer. Pukul 21.40 dapat sms dari sekolah kalau Arung kudu pakai busana muslim, bukan seragam merah putih. Eng ing eng... Emaknya bongkar lemari demi mencari si koko biru. Fhiuuh.. jam 10 malam baru deh ketemu. Rencana mau nyuci piring sehabis menyelesaikan bumbu nasi goreng spesial untuk besok pagi, terpaksa ditunda. Si Emak tepaaar. Bapak yang juga seharian ngajak anak-anak main, pulas duluan. Xixixixi.. J
Hari H.
Unpredictable. Arung ngambek!
Alasannya, satu, dia kesal karena tak jadi pakai seragam sekolah. Dua, dia maunya dianter dan ditungguin bapak. (Padahal bapak kan harus kerja. Lagian, emaknya kekeuh nganter karena mau poto-poto, hihihi. Hal yang tak bisa diharapkan dari bapaknya, J).
Mengenai baju koko, kami tuntas membujuknya. Alhamdulillah. Lanjut ke sesi berikutnya, mengenai siapa yang dipilih untuk mengantar ke sekolah. Kali ini bujukan saya gagal total. Akhirnya saya menyerahkan estafet ‘pembujukan’ ke si bapak karena saya kudu menyelesaikan proyek bernilai tinggi di dapur. *Tsaaah...
Selang beberapa menit, taraaa... bapak berhasil! Yeaay! Caranya ternyata tak seheboh emaknya. Cukup dengan membiarkan dan mendengarkan Arung berargumen sebentar, setelah tenang, doi diminta mandi sementara bapak mengantar mamas sampai rel kereta api (nanti akan dijemput Oomnya yang arah ke kantornya sama)